26.6 C
Medan
Saturday, May 11, 2024

Kenali Happy Hypoxia Pada Pasien Covid-19

Oleh Fadhilah Amirah Nasution 

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Virus COVID-19 sampai saat ini terus menginfeksi ribuan orang di seluruh dunia, terutama di Indonesia. Dimana jumlah kasus COVID -19 semakin hari terus bertambah hingga menelan banyak korban jiwa. Data terbaru dari satuan tugas penanganan COVID-19 pada senin ( 2 November 2020)  kasus  positif COVID-19  415.402 orang, dimana   345.566 pasien sembuh  dan  14.044 kasus meninggal dunia.

 Belakangan ini sering terdengar,  istilah “ Happy Hypoxia “ yang ramai di perbincangkan oleh  masyarakat dan dikaitkan dengan COVID-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia . Meskipun memiliki nama yang happy mengesankan rasa bahagia, tetapi kondisi ini perlu diwaspadai lebih lanjut kerena sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian bagi penderita COVID-19.

COVID -19 dapat menimbulkan berbagai gejala, seperti demam, batuk dan flu. Pada kasus yang parah, penyakit ini bisa menyebabkan sesak napas dan penurunan kesadaran akibat kekurangan oksigen. Disisi lain, penderita COVID-19 tidak merasakan gejala apapun. Meskipun tidak bergejala, ternyata infeksi COVID-19 bisa membuat tubuh seseorang mengalami penurunan oksigen secara perlahan. Fenomena berkurangnya jumlah oksigen didalam tubuh tanpa menimbulkan gejala inilah yang dikenal dengan happy hypoxia.

Happy hypoxia merupakan kondisi saat seseorang tidak mengalami kesulitan bernapas meskipun kadar oksigen dalam tubuh rendah. Normalnya,kadar oksigen didalam tubuh seseorang adalah  95-100% atau sekitar 75-100 mmHg.Dalam beberapa kasus, kondisi pasien sama sekali tidak terganggu, bahkan bisa beraktivitas dengan normal. Pada orang yang happy hypoxia biasanya mereka tampak  normal atau biasa-biasa saja hal ini disebut dengan silent hypoxia sebab terjadi perlahan, lama-lama lemas dan tidak sadar.

 Dr. Erlina Burhan, Sp.p (K) mengatakan happy hypoxia bisa terjadi kerena adanya kerusakan pada saraf yang mengantar sensor sesak ke otak. Hal ini mengakibatkan otak tidak dapat memberikan respons sehingga tidak mengenali bahwa tubuh terjadi kekurangan oksigen dalam darah. Normalnya, saat tubuh kekurangan oksigen, otak akan mengirim sinyal ke tubuh untuk mengambil oksigen sebanyak-banyaknya dengan cara bernapas cepat sehingga terlihat sesak. Tapi pada beberapa pasien COVID-19 , kondisi sesak tidak terjadi kerena sudah ada kerusakan pada pengiriman sinyal ke otak. Kondisi ini sangat membahayakan nyawa kerena kekurangan oksigen dalam darah yang cukup lama menyebabkan kerusakna fungsi organ tubuh.

Apa penyebab dari happy hypoxia?

Penyebab dari happy hypoxia pada pasien COVID-19 belum dapat dipastikan, tetapi menurut sejumlah dokter di Indonesi happy hypoxia terjadi kerena:

  • Sumbatan pada proses respirasi ( mulai dari masuk oksigen sampai penggunaanya didalam tubuh)
  • Terganggunya reseptor dalam mekanisme saraf akibat virus corona yang menggangu proses respirasi.
  • Kelainan pada paru-paru akibat ketidaksesuaian antara masuknya oksigen dengan oksigen dalam darah.
  • Terdapatnya kelainan pada batang otak yang mengatur oksigensi.

Tingkat saturasi oksigen

  • Setidaknya 95%
  • Dibawah 90% mengkhawatirkan
  • Biasanya dibawah 75% hilang kesadaran

Mengenal Gejala happy hypoxia

  • Sesak napas dengan saturasi oksigen dibawah 90%
  • Keringat dingin
  • Lemas
  • Gelisah
  • Nyeri kepala
  • Lemas

Menurut dr. Erlina Burhan, Sp.p (K)  happy hypoxia terjadi pada orang yang bergejala COVID-19 . Gejala Covid-19 yang mungkin muncul pada pasien yang happy hypoxia diantaranya demam, flu, batuk. Tetapi tidak merasakan adanya sesak napas. Oleh kerena itu diimbau kepada orang yang terinfeksi COVID-19 dengan gejala demam, flu dan batuk segera menghubungi layanan kesehatan setempat.

Bagaimana cara mecegah terjadinya happy hypoxia?

            Happy hipoxia yang tanpa disertai dengan gejala dapat mengancam nyawa. Dengan demikian,  bukan berarti kondisi happy hypoxia tidak bisa dicegah sama sekali. Happy hypoxia dapat dilakukan dengan deteksi dini dengan menggunakan alat bernama pulse oximeter . Biasanya pasien COVID -19 , pulse oximeter dapat membantu periksa kadar oksigen dengan  memasang di ujung jari dan melihat seberapa baik oksigen mengikat sel darah merah, sehinga apabila oksigen berada dibawah normal, segera mendapat penanganan yang tepat.

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Prodi Pendidikan Dokter Universitas Malikussaleh yang mengikuti Kuliah Kerja Nyata kelompok  P047 Pembimbing  Dr. Laila Nazirah S.P.,M.P.

Oleh Fadhilah Amirah Nasution 

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Virus COVID-19 sampai saat ini terus menginfeksi ribuan orang di seluruh dunia, terutama di Indonesia. Dimana jumlah kasus COVID -19 semakin hari terus bertambah hingga menelan banyak korban jiwa. Data terbaru dari satuan tugas penanganan COVID-19 pada senin ( 2 November 2020)  kasus  positif COVID-19  415.402 orang, dimana   345.566 pasien sembuh  dan  14.044 kasus meninggal dunia.

 Belakangan ini sering terdengar,  istilah “ Happy Hypoxia “ yang ramai di perbincangkan oleh  masyarakat dan dikaitkan dengan COVID-19 yang sedang mewabah di seluruh dunia . Meskipun memiliki nama yang happy mengesankan rasa bahagia, tetapi kondisi ini perlu diwaspadai lebih lanjut kerena sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian bagi penderita COVID-19.

COVID -19 dapat menimbulkan berbagai gejala, seperti demam, batuk dan flu. Pada kasus yang parah, penyakit ini bisa menyebabkan sesak napas dan penurunan kesadaran akibat kekurangan oksigen. Disisi lain, penderita COVID-19 tidak merasakan gejala apapun. Meskipun tidak bergejala, ternyata infeksi COVID-19 bisa membuat tubuh seseorang mengalami penurunan oksigen secara perlahan. Fenomena berkurangnya jumlah oksigen didalam tubuh tanpa menimbulkan gejala inilah yang dikenal dengan happy hypoxia.

Happy hypoxia merupakan kondisi saat seseorang tidak mengalami kesulitan bernapas meskipun kadar oksigen dalam tubuh rendah. Normalnya,kadar oksigen didalam tubuh seseorang adalah  95-100% atau sekitar 75-100 mmHg.Dalam beberapa kasus, kondisi pasien sama sekali tidak terganggu, bahkan bisa beraktivitas dengan normal. Pada orang yang happy hypoxia biasanya mereka tampak  normal atau biasa-biasa saja hal ini disebut dengan silent hypoxia sebab terjadi perlahan, lama-lama lemas dan tidak sadar.

 Dr. Erlina Burhan, Sp.p (K) mengatakan happy hypoxia bisa terjadi kerena adanya kerusakan pada saraf yang mengantar sensor sesak ke otak. Hal ini mengakibatkan otak tidak dapat memberikan respons sehingga tidak mengenali bahwa tubuh terjadi kekurangan oksigen dalam darah. Normalnya, saat tubuh kekurangan oksigen, otak akan mengirim sinyal ke tubuh untuk mengambil oksigen sebanyak-banyaknya dengan cara bernapas cepat sehingga terlihat sesak. Tapi pada beberapa pasien COVID-19 , kondisi sesak tidak terjadi kerena sudah ada kerusakan pada pengiriman sinyal ke otak. Kondisi ini sangat membahayakan nyawa kerena kekurangan oksigen dalam darah yang cukup lama menyebabkan kerusakna fungsi organ tubuh.

Apa penyebab dari happy hypoxia?

Penyebab dari happy hypoxia pada pasien COVID-19 belum dapat dipastikan, tetapi menurut sejumlah dokter di Indonesi happy hypoxia terjadi kerena:

  • Sumbatan pada proses respirasi ( mulai dari masuk oksigen sampai penggunaanya didalam tubuh)
  • Terganggunya reseptor dalam mekanisme saraf akibat virus corona yang menggangu proses respirasi.
  • Kelainan pada paru-paru akibat ketidaksesuaian antara masuknya oksigen dengan oksigen dalam darah.
  • Terdapatnya kelainan pada batang otak yang mengatur oksigensi.

Tingkat saturasi oksigen

  • Setidaknya 95%
  • Dibawah 90% mengkhawatirkan
  • Biasanya dibawah 75% hilang kesadaran

Mengenal Gejala happy hypoxia

  • Sesak napas dengan saturasi oksigen dibawah 90%
  • Keringat dingin
  • Lemas
  • Gelisah
  • Nyeri kepala
  • Lemas

Menurut dr. Erlina Burhan, Sp.p (K)  happy hypoxia terjadi pada orang yang bergejala COVID-19 . Gejala Covid-19 yang mungkin muncul pada pasien yang happy hypoxia diantaranya demam, flu, batuk. Tetapi tidak merasakan adanya sesak napas. Oleh kerena itu diimbau kepada orang yang terinfeksi COVID-19 dengan gejala demam, flu dan batuk segera menghubungi layanan kesehatan setempat.

Bagaimana cara mecegah terjadinya happy hypoxia?

            Happy hipoxia yang tanpa disertai dengan gejala dapat mengancam nyawa. Dengan demikian,  bukan berarti kondisi happy hypoxia tidak bisa dicegah sama sekali. Happy hypoxia dapat dilakukan dengan deteksi dini dengan menggunakan alat bernama pulse oximeter . Biasanya pasien COVID -19 , pulse oximeter dapat membantu periksa kadar oksigen dengan  memasang di ujung jari dan melihat seberapa baik oksigen mengikat sel darah merah, sehinga apabila oksigen berada dibawah normal, segera mendapat penanganan yang tepat.

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Prodi Pendidikan Dokter Universitas Malikussaleh yang mengikuti Kuliah Kerja Nyata kelompok  P047 Pembimbing  Dr. Laila Nazirah S.P.,M.P.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/