31.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Nasib Jaksa Umriani Ditentukan MKEJ

MEDAN- Nasib karir Umriani SH, jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejtisu), berada di Majelis Kode Etik Jaksa (MKEJ) Kejaksaan Agung (Kejagung). Pasalnya, mesti Kejagung sudah memberhentikannya secara tidak hormat, namun Umriani masih mengajukan pembelaan di MKEJ untuk mendapatkan keringan.
“Dia masih aktif dan bekerja walaupun sudah dipecat, karena dia masih mengajukan pembelaan,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), Sution Usman Adji, pada wartawan di Jalan AH Nasution Medan, Jumat (11/3).

Apa yang dilakukan Umriani, sambung Sution, dibenarkan karena mempunyai landasan dalam aturan kepegawaian yang menyatakan berhak melakukan pembelaan. “Kemarin tim kita dari Aswas bersama Wakajati sedang mengikuti sidang MKEJ nya di Kejagung,” tambah Sution. Dikatakannya, sidang MKEJ sama seperti sidang lainnya, hanya saja majelis hakim yang memimpin sidang tersebut adalah hakim kehormatan Kejaksaan Agung. “Saat ini masih diproses dan hasilnya belum ada,” kata Sution.

Sution menambahkan, sidang MKEJ saat ini dalam tahapan proses pemeriksaan saksi-saksi untuk mengumpulkan keterangan, bukti-bukti serta fakta-fakta yang mendukung apakah Umriani benar-benar bersalah atau tidak. “Mungkin tiga sampai empat kali persidangan lagi baru ada hasilnya,” katanya.
Dikatakannya, keputusan pemecatan tersebut sesuai dengan rekomendasi Tim Pengawasan Kejatisu yang juga meminta Umriani dipecat.

Rekomendasi pemecatan diajukan karena perbuatan Umriani termasuk pelanggaran hukum berat. “Ya, memang perbuatannya jelas ada. Terbukti dia menggunakan uang itu dan uangnya belum dipulangkan seluruhnya,” ucap Sution.

Sementara Praktisi Hukum Medan Muslim Muis menilai, putusan Kejagung untuk dipecat sudah tepat. Sebab, sanksi tertinggi yang diatur kode etik profesi kejaksaan adalah pemecatan. “Kalau bisa juga perbuatan pidananya itu dilaporkan ke kepolisian. Sebab, seorang penegak hukum mengakangi makna penegakan hukum,” jelasnya.
Ketegasan itu dilakukan agar ada efek jera bagi para jaksa yang melakukan perbuatan menyimpang. Sehingga, tidak ada lagi laporan masyarakat terhadpa praktik pemerasan yang dilakukan oknum jaksa.  (rud)

MEDAN- Nasib karir Umriani SH, jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejtisu), berada di Majelis Kode Etik Jaksa (MKEJ) Kejaksaan Agung (Kejagung). Pasalnya, mesti Kejagung sudah memberhentikannya secara tidak hormat, namun Umriani masih mengajukan pembelaan di MKEJ untuk mendapatkan keringan.
“Dia masih aktif dan bekerja walaupun sudah dipecat, karena dia masih mengajukan pembelaan,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), Sution Usman Adji, pada wartawan di Jalan AH Nasution Medan, Jumat (11/3).

Apa yang dilakukan Umriani, sambung Sution, dibenarkan karena mempunyai landasan dalam aturan kepegawaian yang menyatakan berhak melakukan pembelaan. “Kemarin tim kita dari Aswas bersama Wakajati sedang mengikuti sidang MKEJ nya di Kejagung,” tambah Sution. Dikatakannya, sidang MKEJ sama seperti sidang lainnya, hanya saja majelis hakim yang memimpin sidang tersebut adalah hakim kehormatan Kejaksaan Agung. “Saat ini masih diproses dan hasilnya belum ada,” kata Sution.

Sution menambahkan, sidang MKEJ saat ini dalam tahapan proses pemeriksaan saksi-saksi untuk mengumpulkan keterangan, bukti-bukti serta fakta-fakta yang mendukung apakah Umriani benar-benar bersalah atau tidak. “Mungkin tiga sampai empat kali persidangan lagi baru ada hasilnya,” katanya.
Dikatakannya, keputusan pemecatan tersebut sesuai dengan rekomendasi Tim Pengawasan Kejatisu yang juga meminta Umriani dipecat.

Rekomendasi pemecatan diajukan karena perbuatan Umriani termasuk pelanggaran hukum berat. “Ya, memang perbuatannya jelas ada. Terbukti dia menggunakan uang itu dan uangnya belum dipulangkan seluruhnya,” ucap Sution.

Sementara Praktisi Hukum Medan Muslim Muis menilai, putusan Kejagung untuk dipecat sudah tepat. Sebab, sanksi tertinggi yang diatur kode etik profesi kejaksaan adalah pemecatan. “Kalau bisa juga perbuatan pidananya itu dilaporkan ke kepolisian. Sebab, seorang penegak hukum mengakangi makna penegakan hukum,” jelasnya.
Ketegasan itu dilakukan agar ada efek jera bagi para jaksa yang melakukan perbuatan menyimpang. Sehingga, tidak ada lagi laporan masyarakat terhadpa praktik pemerasan yang dilakukan oknum jaksa.  (rud)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/