26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

BK Diminta Jatuhkan Sanksi

Debat-Ilustrasi
Debat-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Terkait masalah perseteruan dua anggota dewan awal pekan lalu, Badan Kehormatan (BK) DPRD Sumut diminta pro aktif dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Pasalnya, ada dua hal yang menjadi perhatian publik, yakni soal etika komunikasi dan nuansa gratifikasin
Pengamat Komunikasi Politik FISIP USU Syafruddin Pohan mengatakan, apa yang terjadi di ruang paripurna, Senin (8/6) lalu itu di luar konteks tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai anggota parlemen. Sebab, seluruh anggota dewan yang ada merupakan representasi dari masyarakat. Sehingga apa yang dilontarkan kedua legislator, baik Guntur Manurung maupun Mustofawiyah Sitompul, mencerminkan prilaku yang tidak etis.

“Mereka seharusnya tetap menjunjung tinggi, parlemen itukan dalam bahasa Pracis yakni Parulimo yang artinya ‘saya berbicara’. Jadi siapapun dia, tugasnya untuk berbicara, karena dia dibayar untuk bicara,” ujar Syafruddin kepada Sumut Pos, Kamis (11/6).

Namun menurutnya, masalah yang terjadi adalah, pembicaraan yang keluar karena tidak terkait dengan pelaksanaan tugas sebagai anggota dewan atau di luar tupoksi. Misalnya, bagaimana produk legislasi seperti regulasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Sehinga sejauh itu masih diseputar legislasi (pembentukan peraturan), controling (pengawasan) dan budgeting (penganggaran), tidak ada masalah.

“Namun demkian, karena ini ruang publik, sebagai anggota dewan ada etika komunikasi yang harus dipertanggung jawabkan secara konstitusional. Tetapi kalau yang dipertentangkan bukan tupoksinya, tentu ini termasuk pelecehan parlemen, dan tidak pantas ditiru,” sebutnya.

Dia juga mengatakan, perseteruan juga terjadi antara anggota parlemen di negara lain seperti Taiwan dan Korea Selatan. Bahkan sampai saling lempar kursi dan perkelahian secara fisik. Namun disebutkannya, jika permasalahan yang terjadi seputar memepertahankan prinsip partai masing-masing dan masih dalam konteks komunikasi politik.

“Itulah ranah politik, bukan di Indonesia saja. Tetapi bukan sesuatu yang berbau gratifitas (gratifikasi), tetapi mempertahankan prinsip partai. Kalau tidak ada dalam konteks komunikasi politik, itu sudah ranah hukum,” katanya.

Karenanya, ia meminta agar BKD DPRD Sumut harus proaktif mendorong penertiban anggota dewan yang melanggar etika. Sebab kejadian dimaksud sudah diketahui publik, maka keputusan atas penyelesaian masalah tersebut harus bisa menjaga sensitifitas persepsi publik. Tidak hanya berhenti atau selesai di tingkat internal DPRD atau fraksi saja.

“Karena ini sudah menjadi ranah publik, maka jangan sampai di tingkat internal saja, tapi harus ada sanksi yang dijatuhkan BK DPRD Sumut. Karena itu yang sering terjadi, dimana masyarakat selalui menelan kekecewaan,” katanya.

Sementara Mustofawiyah sendiri mengklarifikasi tuduhan Guntur Manurung kepada dirinya terkait dugaan gratifikasi. Dikatakannya bahwa dirinya tidak pernah menerima dana apapun seperti yang dikatakan rekan separtainya itu. Meskipun dalam kalimat yang dikeluarkan anggota Komisi B dari dapil Sumut III Deli Serdang itu, tidak menyebutkan secara spesifik soal penggelapan uang apa.

“Kalau yang saya katakan Rp50 Juta itu kepadanya (Guntur), memang dia ada hutang pribadi sama saya. Tetapi kalau yang dituduhkan kesaya itu, saya tidak pernah menerimanya,” kata Mustofawiyah.

Sebelumnya Guntur sendiri telah mengatakan dirinya tidak menggelapkan uang apapun. Ia malah mengatakan akan membongkar kasus yang dilontarkannya kepada Mustofawiyah. (bal/adz)

Debat-Ilustrasi
Debat-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Terkait masalah perseteruan dua anggota dewan awal pekan lalu, Badan Kehormatan (BK) DPRD Sumut diminta pro aktif dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Pasalnya, ada dua hal yang menjadi perhatian publik, yakni soal etika komunikasi dan nuansa gratifikasin
Pengamat Komunikasi Politik FISIP USU Syafruddin Pohan mengatakan, apa yang terjadi di ruang paripurna, Senin (8/6) lalu itu di luar konteks tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai anggota parlemen. Sebab, seluruh anggota dewan yang ada merupakan representasi dari masyarakat. Sehingga apa yang dilontarkan kedua legislator, baik Guntur Manurung maupun Mustofawiyah Sitompul, mencerminkan prilaku yang tidak etis.

“Mereka seharusnya tetap menjunjung tinggi, parlemen itukan dalam bahasa Pracis yakni Parulimo yang artinya ‘saya berbicara’. Jadi siapapun dia, tugasnya untuk berbicara, karena dia dibayar untuk bicara,” ujar Syafruddin kepada Sumut Pos, Kamis (11/6).

Namun menurutnya, masalah yang terjadi adalah, pembicaraan yang keluar karena tidak terkait dengan pelaksanaan tugas sebagai anggota dewan atau di luar tupoksi. Misalnya, bagaimana produk legislasi seperti regulasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Sehinga sejauh itu masih diseputar legislasi (pembentukan peraturan), controling (pengawasan) dan budgeting (penganggaran), tidak ada masalah.

“Namun demkian, karena ini ruang publik, sebagai anggota dewan ada etika komunikasi yang harus dipertanggung jawabkan secara konstitusional. Tetapi kalau yang dipertentangkan bukan tupoksinya, tentu ini termasuk pelecehan parlemen, dan tidak pantas ditiru,” sebutnya.

Dia juga mengatakan, perseteruan juga terjadi antara anggota parlemen di negara lain seperti Taiwan dan Korea Selatan. Bahkan sampai saling lempar kursi dan perkelahian secara fisik. Namun disebutkannya, jika permasalahan yang terjadi seputar memepertahankan prinsip partai masing-masing dan masih dalam konteks komunikasi politik.

“Itulah ranah politik, bukan di Indonesia saja. Tetapi bukan sesuatu yang berbau gratifitas (gratifikasi), tetapi mempertahankan prinsip partai. Kalau tidak ada dalam konteks komunikasi politik, itu sudah ranah hukum,” katanya.

Karenanya, ia meminta agar BKD DPRD Sumut harus proaktif mendorong penertiban anggota dewan yang melanggar etika. Sebab kejadian dimaksud sudah diketahui publik, maka keputusan atas penyelesaian masalah tersebut harus bisa menjaga sensitifitas persepsi publik. Tidak hanya berhenti atau selesai di tingkat internal DPRD atau fraksi saja.

“Karena ini sudah menjadi ranah publik, maka jangan sampai di tingkat internal saja, tapi harus ada sanksi yang dijatuhkan BK DPRD Sumut. Karena itu yang sering terjadi, dimana masyarakat selalui menelan kekecewaan,” katanya.

Sementara Mustofawiyah sendiri mengklarifikasi tuduhan Guntur Manurung kepada dirinya terkait dugaan gratifikasi. Dikatakannya bahwa dirinya tidak pernah menerima dana apapun seperti yang dikatakan rekan separtainya itu. Meskipun dalam kalimat yang dikeluarkan anggota Komisi B dari dapil Sumut III Deli Serdang itu, tidak menyebutkan secara spesifik soal penggelapan uang apa.

“Kalau yang saya katakan Rp50 Juta itu kepadanya (Guntur), memang dia ada hutang pribadi sama saya. Tetapi kalau yang dituduhkan kesaya itu, saya tidak pernah menerimanya,” kata Mustofawiyah.

Sebelumnya Guntur sendiri telah mengatakan dirinya tidak menggelapkan uang apapun. Ia malah mengatakan akan membongkar kasus yang dilontarkannya kepada Mustofawiyah. (bal/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/