25.6 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Anak Pemulung Terserang Penyakit Hisprung

Perutnya Semakin Membuncit

DIRAWAT: Fatima saat dirawat di ruang IGD RSU dr Pirngadi Medan, Rabu (11/7).//kusuma/sumut pos
DIRAWAT: Fatima saat dirawat di ruang IGD RSU dr Pirngadi Medan, Rabu (11/7).//kusuma/sumut pos

Maruba br Silalahi (43) dan suaminya Irwanto (44), sebelumnya tak pernah menyangka jika buah hati mereka yang lahir 30 April 2011 lalu ternyata memiliki kelainan pada bagian perutnya.
Berbeda dengan anak lain yang terlahir secara normal, bayi yang diberi nama Fatima oleh kedua orangtuanya itu ternyata didiagnosa menderita penyakit Megakolon atau penyakit Hisprung.

Menurut medis, Hisprung bisa terjadi karena adanya permasalahan pada syaraf usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Alhasil kondisi tersebut menyebabkan perut anak bungsu dari lima bersaduara itu memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan ukuran perut normal yang dimiliki oleh bayi seusianya. Tentu saja kekhawatiran yang diperlihatkan kedua orangtua sang bayi sangat beralasan. Pasalnya, ketika Fatima lahir di RS Estomihi Medan, pihak medis rumah sakit tersebut mengungkapkan jika kondisi sang bayi normal dan tidak mengalami gangguan apapun.

“Empat hari setelah dilahirkan atau tepatnya awal bulan Mei, kondisi perut Fatima terus membesar. Saat kami bawakan ke RS Estomihi tempat persalinan bayi kami untuk menanyakannya, mereka (petugas medis) justru menolak kami dengan alasan tidak bisa menanganinya dan menyarankan untuk dirujuk ke RS Pirngadi,”ungkap Maruba penuh kecewa ketika ditemui di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD dr Pirngadi Medan, Rabu (11/7).

Maruba awalnya merasa heran dengan alasan tim medis RS Estomihi, yang sebelumnya mengatakan jika anak mereka tidak mengalami kelainaan.

Namun tidak ingin berspekulasi dengan kondisi anaknya, Maruba selanjutnya membawa sang buah hati ke RSUD dr Pirngadi untuk mendapatkan penanganan medis.
Bahkan dari pengakuan Maruba, agar anaknya bisa normal kembali, Fatima harus menjalani operasi saat usianya genap satu tahun.

Bagaia tersambar petir di siang hari, mendengar vonis tersebut Maruba merasa kaget dan heran karena tak pernah menyangka jika anaknya menderita penyakit yang cukup serius.
“Aku pikir gembung pada perutnya merupakan penyakit biasa saja, ternyata anakku mengalami penyakit yang cukup serius hingga harus dioperasi,” sebut Maruba dengan wajah sendu menahan tangis.

Sebelumnya, bilang Maruba , saat pertama kali dirawat di RS Pirngadi awal Mei 2011 lalu, kondisi perut Fatima sempat kempis layaknya perut anak normal lainnya.
Namun kebahagian Maruba dan suaminya Irwanto tak bertahan lama. Setahun kemudian atau tepatnya Rabu (4/7) lalu, kondisi perut Fatima kembali membesar.

Terang saja kondisi ini menambah kekhawatiran kedua pasangan yang bekerja sebagai pemulung.
Pasalnya, di balik ketidak pamahaman keduanya atas penyakit yang dialami sang anak, keterbatasan ekonomi kedua pasangan ini menjadi alasan kuat mereka untuk tidak membawa berobat ke rumah sakit.
Akan tetapi keseringannya menangis saat akan buang air besar, serta mengeluarkan kotoran hitam ketika buang air besar membuat keduanya semakin cemas, dan memutuskan untuk membawanya berobat ke rumah sakit.

“Awalnya kami takut untuk membawanya kemari (RSUD dr Pirngadi) karena tak punya biaya untuk perobatannya. Tapi karena kondisi Fatimah semakin parah dan kami takut terjadi sesuatu, kami beranikan diri untuk membawa ke pirngadi,”tutur Maruba.
Bermodalkan status pengobatan menggunakan program keluarga harapan (PKH) yang ditanggung oleh Departemen Sosial (Depsos).

Maruba dan suami hanya bisa berharap buah hati mereka yang setahun belakangan ini telah mengisi kehidupan hari-hari kedua pasangan itu, bisa disembuhkan meskipun harus lewat meja operasi.
“Harapan kami saat ini Fatimah bisa dioperasi tanpa harus dikenakan biaya apapun. Karena saat ini kami tidak memiliki uang cukup jika nantinya operasi akan dikenakan biaya,”ucap Maruba yang mengaku memiliki penghasilan hanya Rp25 ribu per harinya.

Tak banyak yang diharapkan keduanya kecuali sebuah kesehatan dan hidup normal bagi Fatima, agar sang buah hati bisa bermain dan hidup normal dengan teman seusianya nanti. (uma)

Perutnya Semakin Membuncit

DIRAWAT: Fatima saat dirawat di ruang IGD RSU dr Pirngadi Medan, Rabu (11/7).//kusuma/sumut pos
DIRAWAT: Fatima saat dirawat di ruang IGD RSU dr Pirngadi Medan, Rabu (11/7).//kusuma/sumut pos

Maruba br Silalahi (43) dan suaminya Irwanto (44), sebelumnya tak pernah menyangka jika buah hati mereka yang lahir 30 April 2011 lalu ternyata memiliki kelainan pada bagian perutnya.
Berbeda dengan anak lain yang terlahir secara normal, bayi yang diberi nama Fatima oleh kedua orangtuanya itu ternyata didiagnosa menderita penyakit Megakolon atau penyakit Hisprung.

Menurut medis, Hisprung bisa terjadi karena adanya permasalahan pada syaraf usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Alhasil kondisi tersebut menyebabkan perut anak bungsu dari lima bersaduara itu memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan ukuran perut normal yang dimiliki oleh bayi seusianya. Tentu saja kekhawatiran yang diperlihatkan kedua orangtua sang bayi sangat beralasan. Pasalnya, ketika Fatima lahir di RS Estomihi Medan, pihak medis rumah sakit tersebut mengungkapkan jika kondisi sang bayi normal dan tidak mengalami gangguan apapun.

“Empat hari setelah dilahirkan atau tepatnya awal bulan Mei, kondisi perut Fatima terus membesar. Saat kami bawakan ke RS Estomihi tempat persalinan bayi kami untuk menanyakannya, mereka (petugas medis) justru menolak kami dengan alasan tidak bisa menanganinya dan menyarankan untuk dirujuk ke RS Pirngadi,”ungkap Maruba penuh kecewa ketika ditemui di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD dr Pirngadi Medan, Rabu (11/7).

Maruba awalnya merasa heran dengan alasan tim medis RS Estomihi, yang sebelumnya mengatakan jika anak mereka tidak mengalami kelainaan.

Namun tidak ingin berspekulasi dengan kondisi anaknya, Maruba selanjutnya membawa sang buah hati ke RSUD dr Pirngadi untuk mendapatkan penanganan medis.
Bahkan dari pengakuan Maruba, agar anaknya bisa normal kembali, Fatima harus menjalani operasi saat usianya genap satu tahun.

Bagaia tersambar petir di siang hari, mendengar vonis tersebut Maruba merasa kaget dan heran karena tak pernah menyangka jika anaknya menderita penyakit yang cukup serius.
“Aku pikir gembung pada perutnya merupakan penyakit biasa saja, ternyata anakku mengalami penyakit yang cukup serius hingga harus dioperasi,” sebut Maruba dengan wajah sendu menahan tangis.

Sebelumnya, bilang Maruba , saat pertama kali dirawat di RS Pirngadi awal Mei 2011 lalu, kondisi perut Fatima sempat kempis layaknya perut anak normal lainnya.
Namun kebahagian Maruba dan suaminya Irwanto tak bertahan lama. Setahun kemudian atau tepatnya Rabu (4/7) lalu, kondisi perut Fatima kembali membesar.

Terang saja kondisi ini menambah kekhawatiran kedua pasangan yang bekerja sebagai pemulung.
Pasalnya, di balik ketidak pamahaman keduanya atas penyakit yang dialami sang anak, keterbatasan ekonomi kedua pasangan ini menjadi alasan kuat mereka untuk tidak membawa berobat ke rumah sakit.
Akan tetapi keseringannya menangis saat akan buang air besar, serta mengeluarkan kotoran hitam ketika buang air besar membuat keduanya semakin cemas, dan memutuskan untuk membawanya berobat ke rumah sakit.

“Awalnya kami takut untuk membawanya kemari (RSUD dr Pirngadi) karena tak punya biaya untuk perobatannya. Tapi karena kondisi Fatimah semakin parah dan kami takut terjadi sesuatu, kami beranikan diri untuk membawa ke pirngadi,”tutur Maruba.
Bermodalkan status pengobatan menggunakan program keluarga harapan (PKH) yang ditanggung oleh Departemen Sosial (Depsos).

Maruba dan suami hanya bisa berharap buah hati mereka yang setahun belakangan ini telah mengisi kehidupan hari-hari kedua pasangan itu, bisa disembuhkan meskipun harus lewat meja operasi.
“Harapan kami saat ini Fatimah bisa dioperasi tanpa harus dikenakan biaya apapun. Karena saat ini kami tidak memiliki uang cukup jika nantinya operasi akan dikenakan biaya,”ucap Maruba yang mengaku memiliki penghasilan hanya Rp25 ribu per harinya.

Tak banyak yang diharapkan keduanya kecuali sebuah kesehatan dan hidup normal bagi Fatima, agar sang buah hati bisa bermain dan hidup normal dengan teman seusianya nanti. (uma)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/