33 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Perda CSR Tak Penting Dibentuk

Boydo HK Panjaitan

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Penjelasan Wali Kota Medan terkait biaya pengelolaan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan tidak tegas. Masih mengindikasikan adanya upaya membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Medan. Bahkan dalam draf Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan (CSR) ini tidak jelas.

Ketua Komisi C DPRD Medan Boydo HK Panjaitan yang juga Anggota Panitia Khusus (Pansus) Ranperda CSR mengatakan, Pemerintah Kota Medan belum bisa menjelaskan apa yang akan dilakukan Pemko Medan terhadap CSR setelah perda disahkan. “Nampaknya Pemko tidak memelajari secara seksama mengenai Ranperda ini. Jangan asal-asalanlah,” kata Boydo, Rabu (11/1).

Politisi PDIP ini mengatakan, saat skorsing paripurna Ranperda CSR untuk rapat pengusulan nama-nama pansus oleh pimpinan DPRD Medan dan dihadiri pihak eksekutif, juga dipertanyakan tujuan dan kepentingan pembentukan perda. “Pemko juga tak bisa jelaskan. Terkesan usulan Perda ini hanya ikut-ikutan. Karena adanya Undang-Undang PT,” katanya.

Sementara, dalam nota jawaban wali kota mengklarifikasi pasal yang menyebutkan anggaran pendukung pelaksanaan CSR bersumber dari total PAD, bukan dari total APBD. Sisi lain wali kota menyatakan sepakat jika anggaran kemitraan diutamakan tanpa dukungan APBD. Penjelasan itu semakin menguatkan ketidaksiapan Pemko Medan dalam mengusulkan ranperda. “Kok malah dibebankan? Mau APBD atau dari PAD, tetap beban. Fraksi kami akan konsentrasi agar APBD tidak diotak-atik Perda CSR,” katanya.

Boydo juga mengkritisi pembentukan pansus. Menurutnya, tidak tepat koordinator pansus oleh Komisi B (membidangi kesejahteraan) DPRD Medan. Lebih tepat jika Komisi C (membidangi keuangan) atau gabungan komisi. “Makanya aku minta masuk ke pansus dari fraksi. CSR ini ada kaitannya dengan keuangan,” katanya.

Meskipun usulan dinilai belum matang, pansus akan tetap bekerja. Akan melihat apa fungsi dari Perda CSR terhadap Kota Medan. Diusulkan untuk memanggil Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan. Untuk mengetahui, perusahaan mana saja yang menyalurkan CSR di Medan. “Kita tanyakan juga nanti apa maunya perusahaan,” katanya.

Kemudian, terkait dengan pembentukan lembaga yang menjadi pengelola CSR disarankan bukan sebagai lembaga baru yang dibiayai APBD. Cukup dengan kelompok kerja dari berbagai satuan kerja yang berkaitan dengan industri, pemberdayaan masyarakat dan lingkungan.

Pengamat Anggaran Elfenda Ananda menilai, Ranperda CSR tidak penting dibentuk. Alasnnya pemerintah daerah sama sekali tidak berwenang mencampuri urusan CSR perusahaan. “Urusan CSR itu tak bisa diatur oleh Pemda,” katanya.

Dikatakannya esensi perda sebagai regulasi mengikat. Penyaluran CSR kewajiban perusahaan diamanahkan dalam Undang-undang PT. Pelaksana CSR bisa langsung oleh perusahaan atau pihak penerima langsung. “Apa yang mau diikat? Kecuali ada aturannya,” sebutnya.

Kerjasama penyaluran CSR dengan Pemda cukup dalam bentuk perjanjian kerjasama atau Memorandum of Understanding (MoU). Misalkan, perusahaan menyiapkan sebagian (persentase) dari dana CSR dalam bentuk uang, akan masuk ke penerimaan bantuan pihak ketiga. “Jadi, penerimaan bukan APBD yang diambil,” katanya.

Contoh lain, perusahaan menggunakan CSR untuk membangun fasilitas publik. Bisa dibiayai secara keseluruhan, bisa juga anggaran bersama. Berapa nilai disiapkan perusahaan dan berapa disiaplan APBD.

Sebelumnya diberitakan, usulan Ranperda CSR menuai protes, khususnya Pasal 6 Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan atau Corporate Social Responsibility (CSR) disebutkan, Pemko Medan dalam kemitraan tanggung jawab sosial dan lingkungan akan mengalokasikan anggaran pendukung paling banyak 5% dari APBD. Protes dikarenakan Ranperda berpotensi membebani APBD Medan.

Protes publik dan kalangan DPRD Medan mengenai dana pendukung CSR perusahaan dianggarkan dalam APBD Medan terjawab. Wali Kota Medan Dzulmi Eldin mengklarifikasi dan mengatakan pelaksanaan dana CSR tanpa membebani APBD.

“Kami sampaikan, bahwa alokasi anggaran maksimal 5% bukan dari APBD, tapi dirancang dari total PAD. Dana itu untuk mendukung pendampingan pelaksanaan kemitraan dan tanggungjawab sosial. Kami sependapat dalam kemitraan ini, dana dari perusahaan yang dikedepankan,” kata Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution membacakan Nota Jawaban Wali Kota Medan atas Pandangan Umum Fraksi- Fraksi DPRD Medan terhadap Ranperda CSR dalam Paripurna DPRD Medan, Selasa (10/1). (prn/ila)

 

Boydo HK Panjaitan

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Penjelasan Wali Kota Medan terkait biaya pengelolaan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan tidak tegas. Masih mengindikasikan adanya upaya membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Medan. Bahkan dalam draf Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan (CSR) ini tidak jelas.

Ketua Komisi C DPRD Medan Boydo HK Panjaitan yang juga Anggota Panitia Khusus (Pansus) Ranperda CSR mengatakan, Pemerintah Kota Medan belum bisa menjelaskan apa yang akan dilakukan Pemko Medan terhadap CSR setelah perda disahkan. “Nampaknya Pemko tidak memelajari secara seksama mengenai Ranperda ini. Jangan asal-asalanlah,” kata Boydo, Rabu (11/1).

Politisi PDIP ini mengatakan, saat skorsing paripurna Ranperda CSR untuk rapat pengusulan nama-nama pansus oleh pimpinan DPRD Medan dan dihadiri pihak eksekutif, juga dipertanyakan tujuan dan kepentingan pembentukan perda. “Pemko juga tak bisa jelaskan. Terkesan usulan Perda ini hanya ikut-ikutan. Karena adanya Undang-Undang PT,” katanya.

Sementara, dalam nota jawaban wali kota mengklarifikasi pasal yang menyebutkan anggaran pendukung pelaksanaan CSR bersumber dari total PAD, bukan dari total APBD. Sisi lain wali kota menyatakan sepakat jika anggaran kemitraan diutamakan tanpa dukungan APBD. Penjelasan itu semakin menguatkan ketidaksiapan Pemko Medan dalam mengusulkan ranperda. “Kok malah dibebankan? Mau APBD atau dari PAD, tetap beban. Fraksi kami akan konsentrasi agar APBD tidak diotak-atik Perda CSR,” katanya.

Boydo juga mengkritisi pembentukan pansus. Menurutnya, tidak tepat koordinator pansus oleh Komisi B (membidangi kesejahteraan) DPRD Medan. Lebih tepat jika Komisi C (membidangi keuangan) atau gabungan komisi. “Makanya aku minta masuk ke pansus dari fraksi. CSR ini ada kaitannya dengan keuangan,” katanya.

Meskipun usulan dinilai belum matang, pansus akan tetap bekerja. Akan melihat apa fungsi dari Perda CSR terhadap Kota Medan. Diusulkan untuk memanggil Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan. Untuk mengetahui, perusahaan mana saja yang menyalurkan CSR di Medan. “Kita tanyakan juga nanti apa maunya perusahaan,” katanya.

Kemudian, terkait dengan pembentukan lembaga yang menjadi pengelola CSR disarankan bukan sebagai lembaga baru yang dibiayai APBD. Cukup dengan kelompok kerja dari berbagai satuan kerja yang berkaitan dengan industri, pemberdayaan masyarakat dan lingkungan.

Pengamat Anggaran Elfenda Ananda menilai, Ranperda CSR tidak penting dibentuk. Alasnnya pemerintah daerah sama sekali tidak berwenang mencampuri urusan CSR perusahaan. “Urusan CSR itu tak bisa diatur oleh Pemda,” katanya.

Dikatakannya esensi perda sebagai regulasi mengikat. Penyaluran CSR kewajiban perusahaan diamanahkan dalam Undang-undang PT. Pelaksana CSR bisa langsung oleh perusahaan atau pihak penerima langsung. “Apa yang mau diikat? Kecuali ada aturannya,” sebutnya.

Kerjasama penyaluran CSR dengan Pemda cukup dalam bentuk perjanjian kerjasama atau Memorandum of Understanding (MoU). Misalkan, perusahaan menyiapkan sebagian (persentase) dari dana CSR dalam bentuk uang, akan masuk ke penerimaan bantuan pihak ketiga. “Jadi, penerimaan bukan APBD yang diambil,” katanya.

Contoh lain, perusahaan menggunakan CSR untuk membangun fasilitas publik. Bisa dibiayai secara keseluruhan, bisa juga anggaran bersama. Berapa nilai disiapkan perusahaan dan berapa disiaplan APBD.

Sebelumnya diberitakan, usulan Ranperda CSR menuai protes, khususnya Pasal 6 Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan atau Corporate Social Responsibility (CSR) disebutkan, Pemko Medan dalam kemitraan tanggung jawab sosial dan lingkungan akan mengalokasikan anggaran pendukung paling banyak 5% dari APBD. Protes dikarenakan Ranperda berpotensi membebani APBD Medan.

Protes publik dan kalangan DPRD Medan mengenai dana pendukung CSR perusahaan dianggarkan dalam APBD Medan terjawab. Wali Kota Medan Dzulmi Eldin mengklarifikasi dan mengatakan pelaksanaan dana CSR tanpa membebani APBD.

“Kami sampaikan, bahwa alokasi anggaran maksimal 5% bukan dari APBD, tapi dirancang dari total PAD. Dana itu untuk mendukung pendampingan pelaksanaan kemitraan dan tanggungjawab sosial. Kami sependapat dalam kemitraan ini, dana dari perusahaan yang dikedepankan,” kata Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution membacakan Nota Jawaban Wali Kota Medan atas Pandangan Umum Fraksi- Fraksi DPRD Medan terhadap Ranperda CSR dalam Paripurna DPRD Medan, Selasa (10/1). (prn/ila)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/