33.9 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Karidor Penumpang Harus Diatur

Ke depan, lanjut dia, perlu kesungguhan semua pihak dalam pengawasan jumlah kuota ini. Sehingga, azas keadilan dapat terwujud dan tidak terjadi prilaku ‘kanibalisme’ di lapangan.

“Saya contohkan lagi seperti di Lampung. Di sana mereka dibantu pihak ITB untuk membuat sebuah sistem mengenai transportasi online. Bedanya di sana antara Organda, pemerintah dan penyelenggara aplikasi bisa duduk bersama dan bersepakat,” katanya.

Atas dasar itu pula, Medis kembali menyarankan kiranya Organda di wilayah ini perlu menghitung ulang armada yang aktif. Kemudian memahami betul pada saat jam-jam sibuk berapa unit angkutan yang mesti dioperasikan. “Tapi di luar itukan paling 20 sampai 30 persen saja ada penumpang (terisi). Jadi sebetulnya tidak efektif angkutan kota kita ini,” katanya.

Artinya harus ada penataan terhadap itu supaya lebih efektif dan optimal. Apakah memang dibutuhkan koridor-koridor baru, seperti tempo hari pernah di atur angkutan online tidak boleh mengambil penumpang di depan pasar tradisional dan semacamnya. Sehingga akses-akses bagi driver taksi online ini diatur ke depan, dan semata-mata tidak ‘menghabisi’ angkutan konvensional.  “Supaya adil memang harus duduk bersama, menjamin semua angkutan mendapat penumpang atau sewa. Padahal kalau mau mengatur kota ini, bukan mengatur pergerakan kenderaan melainkan pergerakan orang. Makanya, dibutuhkan angkutan massal. Itu pun kalau pemerintah serius mau membenahi angkutan massal,” tegasnya.

Ketua Organda Kota Medan, Mont Gomery Munthe sebelumnya mengungkapkan, jumlah angkot di Medan menurun drastis paskakehadiran transportasi berbasis aplikasi. Dimana dari sepuluh ribuan angkot yang sebelumnya beroperasi, kini jumlahnya tidak sampai 5.000 unit. (prn/ila)

 

Ke depan, lanjut dia, perlu kesungguhan semua pihak dalam pengawasan jumlah kuota ini. Sehingga, azas keadilan dapat terwujud dan tidak terjadi prilaku ‘kanibalisme’ di lapangan.

“Saya contohkan lagi seperti di Lampung. Di sana mereka dibantu pihak ITB untuk membuat sebuah sistem mengenai transportasi online. Bedanya di sana antara Organda, pemerintah dan penyelenggara aplikasi bisa duduk bersama dan bersepakat,” katanya.

Atas dasar itu pula, Medis kembali menyarankan kiranya Organda di wilayah ini perlu menghitung ulang armada yang aktif. Kemudian memahami betul pada saat jam-jam sibuk berapa unit angkutan yang mesti dioperasikan. “Tapi di luar itukan paling 20 sampai 30 persen saja ada penumpang (terisi). Jadi sebetulnya tidak efektif angkutan kota kita ini,” katanya.

Artinya harus ada penataan terhadap itu supaya lebih efektif dan optimal. Apakah memang dibutuhkan koridor-koridor baru, seperti tempo hari pernah di atur angkutan online tidak boleh mengambil penumpang di depan pasar tradisional dan semacamnya. Sehingga akses-akses bagi driver taksi online ini diatur ke depan, dan semata-mata tidak ‘menghabisi’ angkutan konvensional.  “Supaya adil memang harus duduk bersama, menjamin semua angkutan mendapat penumpang atau sewa. Padahal kalau mau mengatur kota ini, bukan mengatur pergerakan kenderaan melainkan pergerakan orang. Makanya, dibutuhkan angkutan massal. Itu pun kalau pemerintah serius mau membenahi angkutan massal,” tegasnya.

Ketua Organda Kota Medan, Mont Gomery Munthe sebelumnya mengungkapkan, jumlah angkot di Medan menurun drastis paskakehadiran transportasi berbasis aplikasi. Dimana dari sepuluh ribuan angkot yang sebelumnya beroperasi, kini jumlahnya tidak sampai 5.000 unit. (prn/ila)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/