29 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Karidor Penumpang Harus Diatur

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Seorang calon penumpang yang akan naik angkot depan pusat perbelanjaan jalan Iskandar Muda Medan,jumat (11/1).

SUMUTPOS.CO – PERSAINGAN mendapatkan penumpang antara angkutan kota (angkot) dan transportasi aplikasi online kian sengit. Bahkan, kehadiran transportasi aplikasi online menyebabkan penurunan jumlah angkot di Kota Medan, dari 10 ribu unit, menjadi 5.000 unit. Untuk itu harus diatur koridor serta akses untuk mengangkut penumpang.

Hal ini agar tidak terjadi tumpang tindih dengan transportasi berbasis aplikasi. Kemudian, dibutuhkan pengaturan jam operasional antara transportasi massal dengan berbasis aplikasi. Sedangkan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan dan pemerintah setempat dinilai harus kreatif dalam menentukan koridor serta akses untuk mengangkut penumpang. Hal ini dikatakan Pengamat Transportasi, Medis Sejahtera Surbakti.

“Makanya saya pikir, perlu kembali duduk bersama antara pemerintah daerah setempat dengan Organda dalam hal ini. Sehingga kepadatan volume kenderaan dan lalu lintas tidak terjadi terutama saat jam-jam sibuk,” kata pengamat transportasi Medis Sejahtera Surbakti kepada Sumut Pos, Jumat (12/1).

Medis mencontohkan, seperti pengaturan jam operasional kenderaan di Penang, Malaysia. Dikatakannya, saat jam-jam sibuk, Bus Rapid Penang itu jalannya bergandengan. Artinya ada banyak bus yang dioperasikan buat mengangkut penumpang.

“Ya, di sana di saat banyak orang, banyak bus yang lewat. Namun ketika di luar jam sibuk, hanya dua atau tiga bus saja yang beroperasi. Ada pengaturan operasional di situ. Kalau di kitakan tidak ada pengaturan operasional, hanya kuota saja. Jadi memang harus ada pengaturan operasional dalam rangka berkurangnya jumlah angkutan kota saat ini,” ujarnya.

Apalagi dengan kehadiran angkutan berbasis aplikasi, kata dia, yang tidak punya rute, jam tayang dan kapan mau pakai tinggal panggil (order) via aplikasi. “Seperti yang saya sebutkan tadi, bahwa harus ada kreativitas baru dari Organda dibantu pemerintah setempat dalam hal ini. Karena (kehadiran angkutan online) itu sesuatu yang sudah diprediksi sebelumnya,” Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU) ini menambahkan.

Sekaitan berkurangnya jumlah unit angkutan kota (angkot) di Medan seiring kehadiran angkutan online, Medis menyarankan butuh perhatian bersama antar stakeholder terkait. Dimana harus mendudukkan peraturan yang ada, dalam rangka azas keadilan bagi objek yang terkait pada regulasi dimaksud.

“Yang saya tahu sudah ada pembagian kuota (taksi online) per daerah di Indonesia. Seperti di Jawa Barat juga tiga hari lalu sudah tetapkan kuota. Kita pun di sini saya tahu sudah. Tapi bagaimana kita mengawasi itu (tak terjadi penambahan kuota),” sebutnya.

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Seorang calon penumpang yang akan naik angkot depan pusat perbelanjaan jalan Iskandar Muda Medan,jumat (11/1).

SUMUTPOS.CO – PERSAINGAN mendapatkan penumpang antara angkutan kota (angkot) dan transportasi aplikasi online kian sengit. Bahkan, kehadiran transportasi aplikasi online menyebabkan penurunan jumlah angkot di Kota Medan, dari 10 ribu unit, menjadi 5.000 unit. Untuk itu harus diatur koridor serta akses untuk mengangkut penumpang.

Hal ini agar tidak terjadi tumpang tindih dengan transportasi berbasis aplikasi. Kemudian, dibutuhkan pengaturan jam operasional antara transportasi massal dengan berbasis aplikasi. Sedangkan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan dan pemerintah setempat dinilai harus kreatif dalam menentukan koridor serta akses untuk mengangkut penumpang. Hal ini dikatakan Pengamat Transportasi, Medis Sejahtera Surbakti.

“Makanya saya pikir, perlu kembali duduk bersama antara pemerintah daerah setempat dengan Organda dalam hal ini. Sehingga kepadatan volume kenderaan dan lalu lintas tidak terjadi terutama saat jam-jam sibuk,” kata pengamat transportasi Medis Sejahtera Surbakti kepada Sumut Pos, Jumat (12/1).

Medis mencontohkan, seperti pengaturan jam operasional kenderaan di Penang, Malaysia. Dikatakannya, saat jam-jam sibuk, Bus Rapid Penang itu jalannya bergandengan. Artinya ada banyak bus yang dioperasikan buat mengangkut penumpang.

“Ya, di sana di saat banyak orang, banyak bus yang lewat. Namun ketika di luar jam sibuk, hanya dua atau tiga bus saja yang beroperasi. Ada pengaturan operasional di situ. Kalau di kitakan tidak ada pengaturan operasional, hanya kuota saja. Jadi memang harus ada pengaturan operasional dalam rangka berkurangnya jumlah angkutan kota saat ini,” ujarnya.

Apalagi dengan kehadiran angkutan berbasis aplikasi, kata dia, yang tidak punya rute, jam tayang dan kapan mau pakai tinggal panggil (order) via aplikasi. “Seperti yang saya sebutkan tadi, bahwa harus ada kreativitas baru dari Organda dibantu pemerintah setempat dalam hal ini. Karena (kehadiran angkutan online) itu sesuatu yang sudah diprediksi sebelumnya,” Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU) ini menambahkan.

Sekaitan berkurangnya jumlah unit angkutan kota (angkot) di Medan seiring kehadiran angkutan online, Medis menyarankan butuh perhatian bersama antar stakeholder terkait. Dimana harus mendudukkan peraturan yang ada, dalam rangka azas keadilan bagi objek yang terkait pada regulasi dimaksud.

“Yang saya tahu sudah ada pembagian kuota (taksi online) per daerah di Indonesia. Seperti di Jawa Barat juga tiga hari lalu sudah tetapkan kuota. Kita pun di sini saya tahu sudah. Tapi bagaimana kita mengawasi itu (tak terjadi penambahan kuota),” sebutnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/