28.9 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Peradin: tak Perlu Izin Presiden

Kasus Dugaan  Korupsi Rahudman Rp13,8 Miliar

MEDAN-Meski dinilai lambat dalam penangan dugaan korupsi penyalahgunaan APBD Kabuapten Tapanuli Selatan tahun 2005 senilai Rp13,8 miliar dengan tersangka Drs Rahudman Harahap, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) mengaku terus berupaya menemukan bukti tambahan. Lembaga hukum itu berjani akan menuntaskan dugaankorupsi yang melibatkan mantan Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Tapsel itu.

“Berdasarkan informasi yang didapat dari Pidsus Kejatisu, hasil dari pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap pihak Bank Sumut Padang Sidimpuan, memang ditemukan kejanggalan aliran dana tersebut,” ujar Kasi Penkum Kejatisu Edi Irsan Kurniawan Tarigan SH, Minggu (12/6).

Namun saat disinggung berepa item apa saja yang melanggar aturan sehingga timbulnya penyimpangan, Kasi Penkum ini tidak mau menjabarkannya. “Item penyimpangan akan dibuka apabila kasus tersebut akan masuk persidangan. Sejauh ini penyidikan masih jalan terus, hanya untuk pemeriksaan terhadap tersangka Rahudman Harahap masih menunggu izin dari Presiden,” tegas Edi Irsan.

Salah satu item yang diduga bermasalah yakni penyimpangan di pos anggaran Tunjangan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Tapsel 2005. Dari hasil keterangan camat dan kepala desa di Tapsel, aliran dana TPAPD itu tidak sampai ke desa. “Berdasarkan hasil keterangan yang diperoleh dari beberapa saksi saat kita minta keterangan, di Tapsel maka kita menyimpulkan maka dana tersebut tidak sampai ke kecamatan dan desa,” ucap Edi Irsan Tarigan

Dari pemeriksaan tim Pidsus pada Kepala Bagian Keuangan Pemkab Tapsel, kas pemkab masih masih akibat dana tersebut belum dipulangkan. “Kas di Pemkab Tapsel masih kosong hal itu menunjukan adanya indikasi korupsi. Untuk melakukan pemeriksaan terhadap pejabat tersebut, Kejatisu sudah melayangkan surat izin pada presiden,’’ tegas Tarigan

Dalam meminta izin pemeriksaan tersebut, sambung Tarigan, pihaknya juga turut melampirkan lembaran kertas hasil audit BPKP. Sebelumnya Pidsus Kejati Sumut hanya menemukan dugaan korupsi dana TPAPD Tapsel 2005 senilai Rp1,5 miliar. Kasus itu terjadi saat Rahudman menjabat Sekdakab Tapsel.

Namun setelah dilakukan penyelidikan yang mendalam oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 27 Januari 2011, dana yang dikorupsi Rahudman Harahap menjadi membengkak mencapai Rp13,8 miliar yang berasal di pos sekretariat daerah kabupaten (setdakab).

Karena ditemukan adanya penyimpangan anggaran yang melibatkan langsung oleh Rahudman Harahap, dan berdasarkan pengakuan mantan bendahara Kas Setdakab Tapsel Amrin Tambunan, di Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan, akhirnya Walikota Medan ini ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejatisu pada 26 Oktober 2010.

Tak Perlu Izin Presiden
Walaupun Kejatisu sudah menetapkan tersangka, tapi Kejatisu masih dinilai lamban dalam mengusut tuntas kasus tersebut. Untukitu, Ketua Koordinator Wilayah Persatuan Advokat Indonesia (Korwil Peradin) Sumut, Bismar P Siregar SH menilai pantas bila Kejatisu menahan tersangkanya. Apalagi Amrin Tambunan, mantan pemegang uang kas Sekretaris Pemkab Tapsel, sudah dituntut 4 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp300 juta, subsider 4 bulan penjara.

“Amrin saja sudah dinyatakan telah terbukti secara sah melakukan tindakan pidana korupsi, melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Tipir jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana,”ungkap Bismar.
Bismar menjelaskan, Kejatisu tidak perlu lagi menunggu izin dari Presiden untuk menahan Rahudman.

“Berdasarkan Pasal 36 ayat 2 Undang-undang nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Kejatisu tidak perlu lagi menunggu izin dari presiden karena waktu 60 hari sudah lewat dalam melakukan penyelidikan, penyidikan serta penahanan. Sudah jelas dalam pasal tersebut, bila persetujuan tertulis Presiden belum ada, kejaksaan  dapat melakukan proses penyelidikan,” ujarnya.

Apabila ini juga tidak dilakukan oleh Kejatisu, diharapkannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus tersebut. “Kalau Kejatisu tidak berani maka diharapkan KPK mengambil alih kasus tersebut,” pintanya.(rud/sal/smg)

Kasus Dugaan  Korupsi Rahudman Rp13,8 Miliar

MEDAN-Meski dinilai lambat dalam penangan dugaan korupsi penyalahgunaan APBD Kabuapten Tapanuli Selatan tahun 2005 senilai Rp13,8 miliar dengan tersangka Drs Rahudman Harahap, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) mengaku terus berupaya menemukan bukti tambahan. Lembaga hukum itu berjani akan menuntaskan dugaankorupsi yang melibatkan mantan Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Tapsel itu.

“Berdasarkan informasi yang didapat dari Pidsus Kejatisu, hasil dari pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap pihak Bank Sumut Padang Sidimpuan, memang ditemukan kejanggalan aliran dana tersebut,” ujar Kasi Penkum Kejatisu Edi Irsan Kurniawan Tarigan SH, Minggu (12/6).

Namun saat disinggung berepa item apa saja yang melanggar aturan sehingga timbulnya penyimpangan, Kasi Penkum ini tidak mau menjabarkannya. “Item penyimpangan akan dibuka apabila kasus tersebut akan masuk persidangan. Sejauh ini penyidikan masih jalan terus, hanya untuk pemeriksaan terhadap tersangka Rahudman Harahap masih menunggu izin dari Presiden,” tegas Edi Irsan.

Salah satu item yang diduga bermasalah yakni penyimpangan di pos anggaran Tunjangan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Tapsel 2005. Dari hasil keterangan camat dan kepala desa di Tapsel, aliran dana TPAPD itu tidak sampai ke desa. “Berdasarkan hasil keterangan yang diperoleh dari beberapa saksi saat kita minta keterangan, di Tapsel maka kita menyimpulkan maka dana tersebut tidak sampai ke kecamatan dan desa,” ucap Edi Irsan Tarigan

Dari pemeriksaan tim Pidsus pada Kepala Bagian Keuangan Pemkab Tapsel, kas pemkab masih masih akibat dana tersebut belum dipulangkan. “Kas di Pemkab Tapsel masih kosong hal itu menunjukan adanya indikasi korupsi. Untuk melakukan pemeriksaan terhadap pejabat tersebut, Kejatisu sudah melayangkan surat izin pada presiden,’’ tegas Tarigan

Dalam meminta izin pemeriksaan tersebut, sambung Tarigan, pihaknya juga turut melampirkan lembaran kertas hasil audit BPKP. Sebelumnya Pidsus Kejati Sumut hanya menemukan dugaan korupsi dana TPAPD Tapsel 2005 senilai Rp1,5 miliar. Kasus itu terjadi saat Rahudman menjabat Sekdakab Tapsel.

Namun setelah dilakukan penyelidikan yang mendalam oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 27 Januari 2011, dana yang dikorupsi Rahudman Harahap menjadi membengkak mencapai Rp13,8 miliar yang berasal di pos sekretariat daerah kabupaten (setdakab).

Karena ditemukan adanya penyimpangan anggaran yang melibatkan langsung oleh Rahudman Harahap, dan berdasarkan pengakuan mantan bendahara Kas Setdakab Tapsel Amrin Tambunan, di Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan, akhirnya Walikota Medan ini ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejatisu pada 26 Oktober 2010.

Tak Perlu Izin Presiden
Walaupun Kejatisu sudah menetapkan tersangka, tapi Kejatisu masih dinilai lamban dalam mengusut tuntas kasus tersebut. Untukitu, Ketua Koordinator Wilayah Persatuan Advokat Indonesia (Korwil Peradin) Sumut, Bismar P Siregar SH menilai pantas bila Kejatisu menahan tersangkanya. Apalagi Amrin Tambunan, mantan pemegang uang kas Sekretaris Pemkab Tapsel, sudah dituntut 4 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp300 juta, subsider 4 bulan penjara.

“Amrin saja sudah dinyatakan telah terbukti secara sah melakukan tindakan pidana korupsi, melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Tipir jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana,”ungkap Bismar.
Bismar menjelaskan, Kejatisu tidak perlu lagi menunggu izin dari Presiden untuk menahan Rahudman.

“Berdasarkan Pasal 36 ayat 2 Undang-undang nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Kejatisu tidak perlu lagi menunggu izin dari presiden karena waktu 60 hari sudah lewat dalam melakukan penyelidikan, penyidikan serta penahanan. Sudah jelas dalam pasal tersebut, bila persetujuan tertulis Presiden belum ada, kejaksaan  dapat melakukan proses penyelidikan,” ujarnya.

Apabila ini juga tidak dilakukan oleh Kejatisu, diharapkannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus tersebut. “Kalau Kejatisu tidak berani maka diharapkan KPK mengambil alih kasus tersebut,” pintanya.(rud/sal/smg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/