31.7 C
Medan
Wednesday, May 1, 2024

Izin Hotel jadi Kos-kosan

Triadi Wibowo/Sumut Pos_
Pengendara sepeda motor melintas di depan sebuah bangunan kok-kosan yang terbilang mewah di Jalan Harmonika Medan, Minggu (12/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Medan,Zulkarnain mengatakan, salah satu kendala sulitnya menghimpun pajak kos-kosan karena antara permohonan perizinan untuk hotel tidak sesuai fakta di lapangan yang ternyata dijadikan kos-kosan.

Atas dasar itu, pihaknya pun saat ini melakukan pendataan untuk hotel jenis rumah kos-kosan yang memenuhi sarat sebagai objek pajak. “Memang sekarang ini sedang dilakukan pendataan objek pajak untuk itu. Kami akan cek lagi sejauh mana hasilnya,” katanya, Minggu (12/11).

Dirinya mengklaim, pihaknya sudah membentuk tim terpadu pajak daerah guna mengejar target capaian pajak daerah di tahun ini. Tidak hanya pajak hunian kos-kosan dan hotel saja, melainkan pajak bumi dan bangunan (PBB), BPHTB, pajak restoran, serta pajak hiburan.

Berdasarkan data di triwulan III, BPPRD mengaku sudah menghimpun sebesar 72,02 persen atau Rp997,6 miliar dari sektor pajak daerah. Realisasi ini lebih tinggi 7,4 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama di 2016. “Ada peningkatan 64,6 persen,” sebutnya.

Bicara sektor pajak hunian kos-kosan, mantan kepala Bappeda Medan itu mengungkapkan tidak semua kos-kosan bisa menjadi objek pajak daerah. Apalagi sudah ada ketentuan berlaku berdasarkan Perda No 4/2011 tentang Pajak Hotel. Sayangnya, besaran total capaian PAD pajak daerah di sektor hunian kos-kosan belum bisa pihaknya sampaikan. “Senin (hari ini, Red) akan saya cek lagi ya,” katanya.

Sekretaris BPPRD Kota Medan, Yusdarlina juga mengungkapkan hal senada. Meski setiap tahun pembangunan rumah kos-kosan ini tumbuh di Medan, tetapi pihaknya masih kesulitan menghimpun PAD di sektor tersebut.”Untuk pajak kosan-kosan ini di atas sepuluh kamar (pintu) baru bisa kita tarik pajaknya. Terkadang pemiliknya hanya membangun tujuh kamar saja, ya gak bisalah,” katanya.

Akademisi hukum asal Univa Medan Ismed Batubara sebelumnya menilai, kesulitan Pemko menghimpun pajak kos-kosan sesuai Perda No 4/2011 tentang Pajak Hotel, dikarenakan banyak faktor. Antara lain adanya dugaan ‘main-mata’ oknum petugas pajak dengan pemilik kos-kosan, serta permohonan perizinan yang berbeda dengan fakta di lapangan. Artinya, izin yang dimohonkan adalah untuk hotel tetapi kenyataan yang dibangun justru rumah kos.

Untuk itu ia menyarankan agar dibentuk tim independen di luar instansi terkait, guna mengawasi kinerja para oknum petugas pajak daerah. “Boleh dicek berapa sebenarnya pajak yang terhimpun dari sektor tersebut dari instansi terkait. Kemudian bandingkan berapa banyak pembangunan hunian kos-kosan yang ada di Medan,” katanya.

Menurut dia, dengan perbandingan tersebut sebenarnya regulasi yang ada bisa diterapkan secara maksimal. Tidak menjadi alasan dari instansi terkait, bahwa di bawah sepuluh pintu tidak bisa diambil pajaknya. “Kalau memang petugas di lapangan bekerja maksimal, saya kira pajak kos-kosan itu akan terserap maksimal juga. Persoalannya tidak diawasi dengan seksama sehingga banyak terjadi kebocoran PAD di sektor itu,” pungkasnya. (prn/ila)

 

Triadi Wibowo/Sumut Pos_
Pengendara sepeda motor melintas di depan sebuah bangunan kok-kosan yang terbilang mewah di Jalan Harmonika Medan, Minggu (12/11).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Medan,Zulkarnain mengatakan, salah satu kendala sulitnya menghimpun pajak kos-kosan karena antara permohonan perizinan untuk hotel tidak sesuai fakta di lapangan yang ternyata dijadikan kos-kosan.

Atas dasar itu, pihaknya pun saat ini melakukan pendataan untuk hotel jenis rumah kos-kosan yang memenuhi sarat sebagai objek pajak. “Memang sekarang ini sedang dilakukan pendataan objek pajak untuk itu. Kami akan cek lagi sejauh mana hasilnya,” katanya, Minggu (12/11).

Dirinya mengklaim, pihaknya sudah membentuk tim terpadu pajak daerah guna mengejar target capaian pajak daerah di tahun ini. Tidak hanya pajak hunian kos-kosan dan hotel saja, melainkan pajak bumi dan bangunan (PBB), BPHTB, pajak restoran, serta pajak hiburan.

Berdasarkan data di triwulan III, BPPRD mengaku sudah menghimpun sebesar 72,02 persen atau Rp997,6 miliar dari sektor pajak daerah. Realisasi ini lebih tinggi 7,4 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama di 2016. “Ada peningkatan 64,6 persen,” sebutnya.

Bicara sektor pajak hunian kos-kosan, mantan kepala Bappeda Medan itu mengungkapkan tidak semua kos-kosan bisa menjadi objek pajak daerah. Apalagi sudah ada ketentuan berlaku berdasarkan Perda No 4/2011 tentang Pajak Hotel. Sayangnya, besaran total capaian PAD pajak daerah di sektor hunian kos-kosan belum bisa pihaknya sampaikan. “Senin (hari ini, Red) akan saya cek lagi ya,” katanya.

Sekretaris BPPRD Kota Medan, Yusdarlina juga mengungkapkan hal senada. Meski setiap tahun pembangunan rumah kos-kosan ini tumbuh di Medan, tetapi pihaknya masih kesulitan menghimpun PAD di sektor tersebut.”Untuk pajak kosan-kosan ini di atas sepuluh kamar (pintu) baru bisa kita tarik pajaknya. Terkadang pemiliknya hanya membangun tujuh kamar saja, ya gak bisalah,” katanya.

Akademisi hukum asal Univa Medan Ismed Batubara sebelumnya menilai, kesulitan Pemko menghimpun pajak kos-kosan sesuai Perda No 4/2011 tentang Pajak Hotel, dikarenakan banyak faktor. Antara lain adanya dugaan ‘main-mata’ oknum petugas pajak dengan pemilik kos-kosan, serta permohonan perizinan yang berbeda dengan fakta di lapangan. Artinya, izin yang dimohonkan adalah untuk hotel tetapi kenyataan yang dibangun justru rumah kos.

Untuk itu ia menyarankan agar dibentuk tim independen di luar instansi terkait, guna mengawasi kinerja para oknum petugas pajak daerah. “Boleh dicek berapa sebenarnya pajak yang terhimpun dari sektor tersebut dari instansi terkait. Kemudian bandingkan berapa banyak pembangunan hunian kos-kosan yang ada di Medan,” katanya.

Menurut dia, dengan perbandingan tersebut sebenarnya regulasi yang ada bisa diterapkan secara maksimal. Tidak menjadi alasan dari instansi terkait, bahwa di bawah sepuluh pintu tidak bisa diambil pajaknya. “Kalau memang petugas di lapangan bekerja maksimal, saya kira pajak kos-kosan itu akan terserap maksimal juga. Persoalannya tidak diawasi dengan seksama sehingga banyak terjadi kebocoran PAD di sektor itu,” pungkasnya. (prn/ila)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/