26 C
Medan
Wednesday, May 15, 2024

DPR Giring KPK Ambil Alih Kasus Rahudman

JAKARTA-Komisi III DPR mengkritisi lambannya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut menangani perkara korupsi. Ini terkait status Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang sudah menjadi tersangka dalam perkara dugaan korupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Tapsel tahun 2005, namun hingga sekarang tidak ada progres atas penanganan kasus itu.

Anggota Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahendra menegaskan, dia sudah sering meminta Jaksa Agung agar melimpahkan penanganan perkara korupsi yang jalan di tempat itu kepada KPK. “Kalau sudah begini, Kejaksaan Tinggi Sumut harus berkoordinasi dengan KPK. Terhadap perkara yang tidak jalan, ya harus cepat diserahkan ke KPK,” ujar vokalis di komisi yang membidangi hukum itu kepada koran ini di Jakarta, kemarin (13/6).

Apakah desakan ini akan disampaikan ke KPK? Politisi muda dari Partai Gerindra itu dengan tegas menyatakan, iya. “Itu pasti. Terhadap perkara korupsi yang lambat seperti kasus Rahudman, harus ditarik ke KPK,” cetus mantan aktivis itu.

Jika ada dalih proses belum dapat dilanjutkan gara-gara belum ada izin pemeriksaan dari presiden Desmond menilai itu alasan klasik. “Itu alasan-alasan saja,” katanya. Sebab, berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ketika dalam waktu 60 hari izin dari presiden belum juga keluar, maka pihak kejaksaan bisa langsung melakukan proses pemeriksaan.
Desmond mengatakan, dalam forum rapat kerja Komisi III DPR dengan pihak Kejaksaan Agung nantinya, akan dipertanyakan mengenai penanganan perkara dengan tersangka Rahudman Harahap ini.
“Kepada KPK nantinya juga akan kita sampaikan. Kita dorong agar KPK mengambil alih.

Ini demi penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi,” bebernya.
Seperti diketahui, Rahudman yang tersandung kasus dugaan korupsi TPAPBD Tapsel sewaktu menjabat Sekda di sana dengan kerugian negara Rp13 miliar lebih. Dalam perkara ini, Amrin Siregar, pemegang kas daerah Setda Tapsel, telah disidangkan dan divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta. (sam)

JAKARTA-Komisi III DPR mengkritisi lambannya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut menangani perkara korupsi. Ini terkait status Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang sudah menjadi tersangka dalam perkara dugaan korupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Tapsel tahun 2005, namun hingga sekarang tidak ada progres atas penanganan kasus itu.

Anggota Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahendra menegaskan, dia sudah sering meminta Jaksa Agung agar melimpahkan penanganan perkara korupsi yang jalan di tempat itu kepada KPK. “Kalau sudah begini, Kejaksaan Tinggi Sumut harus berkoordinasi dengan KPK. Terhadap perkara yang tidak jalan, ya harus cepat diserahkan ke KPK,” ujar vokalis di komisi yang membidangi hukum itu kepada koran ini di Jakarta, kemarin (13/6).

Apakah desakan ini akan disampaikan ke KPK? Politisi muda dari Partai Gerindra itu dengan tegas menyatakan, iya. “Itu pasti. Terhadap perkara korupsi yang lambat seperti kasus Rahudman, harus ditarik ke KPK,” cetus mantan aktivis itu.

Jika ada dalih proses belum dapat dilanjutkan gara-gara belum ada izin pemeriksaan dari presiden Desmond menilai itu alasan klasik. “Itu alasan-alasan saja,” katanya. Sebab, berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ketika dalam waktu 60 hari izin dari presiden belum juga keluar, maka pihak kejaksaan bisa langsung melakukan proses pemeriksaan.
Desmond mengatakan, dalam forum rapat kerja Komisi III DPR dengan pihak Kejaksaan Agung nantinya, akan dipertanyakan mengenai penanganan perkara dengan tersangka Rahudman Harahap ini.
“Kepada KPK nantinya juga akan kita sampaikan. Kita dorong agar KPK mengambil alih.

Ini demi penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi,” bebernya.
Seperti diketahui, Rahudman yang tersandung kasus dugaan korupsi TPAPBD Tapsel sewaktu menjabat Sekda di sana dengan kerugian negara Rp13 miliar lebih. Dalam perkara ini, Amrin Siregar, pemegang kas daerah Setda Tapsel, telah disidangkan dan divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta. (sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/