26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Mulanya tak Diterge, Lama-lama Bikin Bangga

Keberadaan Distro-distro ala Medan

Medan dikenal dengan kulinernya. Karena itu tak heran jika buah tangan yang kerap dibawa dari Medan tak jauh dari kuliner. Bika Ambon, Pan cake durian, ikan teri Medan, bolu gulung dan lainnya adalah oleh-oleh yang kerap dibawa. Padahal di kota-kota lain identitas kota tersebut bisa hadir lewat kaos seperti Dagadu, Jogger dan Kaos Bandung.

DONI HERMAWAN, Medan

KAOS MEDAN: Anak-anak Medan memakai kaos bertuliskan kebanggaan terhadap Kota Medan.//donni/sumut pos
KAOS MEDAN: Anak-anak Medan memakai kaos bertuliskan kebanggaan terhadap Kota Medan.//donni/sumut pos

Kegelisahan itu yang direspon anak-anak Medan. Sejak tiga tahun terakhir, anak-anak Medan memakai kaos bertuliskan kebanggaan kepada kotanya merupakan pemandangan yang tak lagi jarang dilihatn

Kini, Medan punya sajian lain sebagai oleh-oleh. Ini tak lepas dari ide-ide yang bermunculan untuk  mengkampanyekan Medan lewat kaos-kaos-kaos maupun merchandise.

Karena itu industri kreatif yang memunculkan ide-ide kaos Medan semakin berkembang. Tauko Medan, Kaos Bah, Cemana Medan, Punya Medan dan banyak lagi yang menawarkan kaos-kaos asal Medan dengan ciri khasnya sendiri. Salah satunya Tauko Medan di Jalan Sei Batang Serangan No 39/54. Tau Ko Medan bisa terbilang inisiator dari distro-distro yang menjual kaos asal Medan.  Berdiri sejak 2006, Tauko Medan hadir dengan tag line Jangan Ngaku Tau Medan kalau nggak Tau Ko Medan.

Nama Tauko Medan berasal dari kata Tau ko Medan. Pertanyaan dengan logat Medan.

Tauko Medan berawal dari ide empat orang anak Medan yang ingin anak Medan punya kebanggaan terhadap kotanya sendiri. Adalah Fathraria Damanik (31) bersama ketiga temannya, Muhammad Anggia Muchtar (31), Rinaldi Rizal (32) dan Ramadhony Dwipaya (33) yang gelisah dengan tren anak muda yang gagah-gagahan dengan produk luar negeri dan kaos-kaos kota- kota lain di Indonesia.

Dengan modal patungan, Tau Ko Medan pun mengugah mind set anak Medan yang awalnya sulit menerima hal-hal baru.  Awalnya mereka membuka outlet Merdeka Walk. Namun tiga tahun berjalan, mereka pun mulai berpikir untuk mencari outlet.

“Tauko Medan lebih mengedepankan kebanggaan dan mengabadikan sebuah kota yang bernama Medan melalui desain pada kaos, jaket, asesoris lainnya. Kesulitan awalnya di situ. Orang Medan susah menerima yang  baru. Di awal-awal berdiri, orang Medan sendiri banyak yang bilang, ngapain pakai baju Medan,” katanya.

Berawal dari buka outlet di Merdeka Walk, tiga tahun berjalan di tahun 2009 Tauko Medan hijrah ke Jalan Sei Batang Serangan. Di sini, koleksi Tauko Medan juga mulai bertambah, tidak hanya kaos, ada sandal, pernak-pernik, tas juga jaket.  Kaos dijual mulai dari harga Rp55 ribu sampai Rp95 ribu, tas Rp130 sampai 150 ribu dan pernak pernik mulai dari Rp20 ribu sampai Rp50 ribuan. Tidak hanya untuk remaja, desain juga dibuat untuk anak-anak, dan orang dewasa.

“Sebulannya bisa 30-50 desain. Saya dan rekan-rekan yang menjadi inistiator,” katanya.

Menanggapi semakin banyaknya anak Medan yang mengembangkan bisnis dengan tema serupa, Fatharia dan rekan-rekannya menanggapinya positif.
“Sebenarnya bagus sih. Yang penting tujuan kita kan anak Medan bisa bangga dengan kaos Medan. Harapan kami, lebih banyak yang bisa kami kasih untuk orang Medan. Biar orang lebih bangga untuk Medan terhadap nilai-nilainya. Entah itu museum atau apalah. Itu harapan ke depan,” tuturnya.
Lain lagi Kaos Bah. Outlet yang terletak di Jalan Abdullah Lubis depan Masjid AL Jihad ini hadir dengan konsepnya parodi. Desain-desain yang cukup kreatif dengan plesetan dari merek-merek terkenal dengan menonjolkan Medan membuat Kaos Bah mulai diminati.

Fauzan owner Kaos Bah melihat masih banyak yang bisa digali dari Medan.  Kaos Bah yang masih seumur jagung sudah mampu meraup omset dengan rata-rata 40 juta sebulan. “Idenya sudah lama. Tapi baru terealisasi lima bulan ini. Konsepnya untuk setahun ini memang Parodi. Jadi kita masih lebih mencoba menjual brand. Ke depannya kita akan mencoba menggali Medan lebih dalam. Seperti apa kebiasaan orang-orang Medan idiom orang Medan. Dan banyak lagi yang bisa digali. Semakin banyaknya bermunculan usaha-usaha merchandise asal Medan menurut Fauzan sangat positif untuk perkembangan Medan menjadi industri kreatif.  Saya berharap Medan ke depannya benar-benar bisa jadi industri kreatif. Seperti di kota-kota lain seperti Bandung. Medan harusnya mampu karena kita kan kota terbesar nomor tiga,” pungkasnya.

Perkembangan bisnis kaos Medan secara tidak sengaja turut mengkampanyekan program Visit Medan Year yang merupakan agenda tahunan Pemerintah Kota Medan. Tak perlu diragukan Anak Medan sudah bangga akan kotanya. (*)

Keberadaan Distro-distro ala Medan

Medan dikenal dengan kulinernya. Karena itu tak heran jika buah tangan yang kerap dibawa dari Medan tak jauh dari kuliner. Bika Ambon, Pan cake durian, ikan teri Medan, bolu gulung dan lainnya adalah oleh-oleh yang kerap dibawa. Padahal di kota-kota lain identitas kota tersebut bisa hadir lewat kaos seperti Dagadu, Jogger dan Kaos Bandung.

DONI HERMAWAN, Medan

KAOS MEDAN: Anak-anak Medan memakai kaos bertuliskan kebanggaan terhadap Kota Medan.//donni/sumut pos
KAOS MEDAN: Anak-anak Medan memakai kaos bertuliskan kebanggaan terhadap Kota Medan.//donni/sumut pos

Kegelisahan itu yang direspon anak-anak Medan. Sejak tiga tahun terakhir, anak-anak Medan memakai kaos bertuliskan kebanggaan kepada kotanya merupakan pemandangan yang tak lagi jarang dilihatn

Kini, Medan punya sajian lain sebagai oleh-oleh. Ini tak lepas dari ide-ide yang bermunculan untuk  mengkampanyekan Medan lewat kaos-kaos-kaos maupun merchandise.

Karena itu industri kreatif yang memunculkan ide-ide kaos Medan semakin berkembang. Tauko Medan, Kaos Bah, Cemana Medan, Punya Medan dan banyak lagi yang menawarkan kaos-kaos asal Medan dengan ciri khasnya sendiri. Salah satunya Tauko Medan di Jalan Sei Batang Serangan No 39/54. Tau Ko Medan bisa terbilang inisiator dari distro-distro yang menjual kaos asal Medan.  Berdiri sejak 2006, Tauko Medan hadir dengan tag line Jangan Ngaku Tau Medan kalau nggak Tau Ko Medan.

Nama Tauko Medan berasal dari kata Tau ko Medan. Pertanyaan dengan logat Medan.

Tauko Medan berawal dari ide empat orang anak Medan yang ingin anak Medan punya kebanggaan terhadap kotanya sendiri. Adalah Fathraria Damanik (31) bersama ketiga temannya, Muhammad Anggia Muchtar (31), Rinaldi Rizal (32) dan Ramadhony Dwipaya (33) yang gelisah dengan tren anak muda yang gagah-gagahan dengan produk luar negeri dan kaos-kaos kota- kota lain di Indonesia.

Dengan modal patungan, Tau Ko Medan pun mengugah mind set anak Medan yang awalnya sulit menerima hal-hal baru.  Awalnya mereka membuka outlet Merdeka Walk. Namun tiga tahun berjalan, mereka pun mulai berpikir untuk mencari outlet.

“Tauko Medan lebih mengedepankan kebanggaan dan mengabadikan sebuah kota yang bernama Medan melalui desain pada kaos, jaket, asesoris lainnya. Kesulitan awalnya di situ. Orang Medan susah menerima yang  baru. Di awal-awal berdiri, orang Medan sendiri banyak yang bilang, ngapain pakai baju Medan,” katanya.

Berawal dari buka outlet di Merdeka Walk, tiga tahun berjalan di tahun 2009 Tauko Medan hijrah ke Jalan Sei Batang Serangan. Di sini, koleksi Tauko Medan juga mulai bertambah, tidak hanya kaos, ada sandal, pernak-pernik, tas juga jaket.  Kaos dijual mulai dari harga Rp55 ribu sampai Rp95 ribu, tas Rp130 sampai 150 ribu dan pernak pernik mulai dari Rp20 ribu sampai Rp50 ribuan. Tidak hanya untuk remaja, desain juga dibuat untuk anak-anak, dan orang dewasa.

“Sebulannya bisa 30-50 desain. Saya dan rekan-rekan yang menjadi inistiator,” katanya.

Menanggapi semakin banyaknya anak Medan yang mengembangkan bisnis dengan tema serupa, Fatharia dan rekan-rekannya menanggapinya positif.
“Sebenarnya bagus sih. Yang penting tujuan kita kan anak Medan bisa bangga dengan kaos Medan. Harapan kami, lebih banyak yang bisa kami kasih untuk orang Medan. Biar orang lebih bangga untuk Medan terhadap nilai-nilainya. Entah itu museum atau apalah. Itu harapan ke depan,” tuturnya.
Lain lagi Kaos Bah. Outlet yang terletak di Jalan Abdullah Lubis depan Masjid AL Jihad ini hadir dengan konsepnya parodi. Desain-desain yang cukup kreatif dengan plesetan dari merek-merek terkenal dengan menonjolkan Medan membuat Kaos Bah mulai diminati.

Fauzan owner Kaos Bah melihat masih banyak yang bisa digali dari Medan.  Kaos Bah yang masih seumur jagung sudah mampu meraup omset dengan rata-rata 40 juta sebulan. “Idenya sudah lama. Tapi baru terealisasi lima bulan ini. Konsepnya untuk setahun ini memang Parodi. Jadi kita masih lebih mencoba menjual brand. Ke depannya kita akan mencoba menggali Medan lebih dalam. Seperti apa kebiasaan orang-orang Medan idiom orang Medan. Dan banyak lagi yang bisa digali. Semakin banyaknya bermunculan usaha-usaha merchandise asal Medan menurut Fauzan sangat positif untuk perkembangan Medan menjadi industri kreatif.  Saya berharap Medan ke depannya benar-benar bisa jadi industri kreatif. Seperti di kota-kota lain seperti Bandung. Medan harusnya mampu karena kita kan kota terbesar nomor tiga,” pungkasnya.

Perkembangan bisnis kaos Medan secara tidak sengaja turut mengkampanyekan program Visit Medan Year yang merupakan agenda tahunan Pemerintah Kota Medan. Tak perlu diragukan Anak Medan sudah bangga akan kotanya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/