25.6 C
Medan
Tuesday, May 14, 2024

Ditindak Polisi Bila Ada Laporan

MEDAN-Penertiban terminal liar dan pengangkutan menggunakan plat hitam yang rencananya dilakukan secara gabungan, Dinas Perhubu-ngan, Satlantas Polresta Medan dan Pemko Medan hanya bisa dilakukan dalam sepekan saja. Padahal rencananya akan dilakukan dalam dua pekan.
Hal itu karenakan adanya kegiatan APEC di Medan pada 22 Juni mendatang.

“Karena ada kegiatan APEC, jadi razia yang direncanakan digelar selama 2 pekan terpaksa kita singkat menjadi satu pekan saja,” ujar Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Medan Kompol Budi Hendrawan, saat ditemui Sumut Pos di Polresta Medan, Jumat (13/6) siang.

Dikatakannya, bilausai kegiatan APEC, smaka razia akan dilanjutkan kembali bersama tim gabungan yang sudah dibentuk. Namun Budi enggan merinci kapan kepastian razia itu demi menjaga kerahasiaan agar razia tidak bocor.

“Sebenarnya, razia termimal liar pada dasarnya menjadi kewenangan Dinas Perhubungan. Tapi selaku lembaga penegak hukum, kami tetap bisa melakukan razia dan penertiban dan bergandengan bersama Dishub,” tambahnya.

Menurut Budi, pihak polisi bisa melakukan penindakan tanpa Dishub terhadap pengangkutan yang tidak memiliki izin atau ilegal, begitu juga parkir liar di areal yang bukan merupakan areal parkir maupun plat hitam yang mengakut penumpang. Penindakan itu bisa dilakukan bila ada laporan dari masyarakat. “Kami tunggu laporan, baru bisa ditindak,” tegas Budi lagi.

Setelah menerima laporan, lanjut Budi, maka aparat polisi kemudian menindaklanjuti laporan dengan melakukan pengintaian. Begitu diintai dan di lapangan mendapatkan bukti pelanggaran, maka langsung ditindak. “Biasanya kalau untuk angkutan berplat hitam, kita menyamar sebagai penumpang dan selanjutnya akan kita hentikan laju mereka untuk kita tinda. Kalau parkir liar dan terminal, akan langsung kita tindak begitu kedapatan tangan,” ujarnya lagi.

Menurut Budi, bukti nyata penindakan yang dilakukan polisi terhadap mobil plat hitam yang mengangkut penumpang, pihaknya sudah berhasil menindak 25 unit mobil beberapa waktu lalu atau selama dirinya menjabat sebagai Kasat Lantas Polresta Medan. “Penindakan itu kita lakukan dari kawasan Jalan SM Raja hingga ke Terminal Amplas. Kawasan ini merupakan kawasan paling marak parkir dan terminal liar,” pungkas Budi.

Terminal Liar Setor ke Petugas

Sementara itu, terminal liar yang banyak berdiri di kawasan terlarang, diduga memberikan setoran kepada petugas Dinas Perhubungan Kota Medan dan aparat kepolisian. Karena itu juga, terminal-terminal liar tersebut berkembang pesat tanpa ada gangguan.
Berdasarkan pengakuan seorang mandor bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) kepada Sumut Pos, Jumat (14/6), hampir setiap hari petugas dari Dinas Perhubungan dan Aparat Kepolisian datang untuk menagih setoran. Setoran tersebut didalihkan sebagai orang rokok, namun jumlahnya berkisar antara Rp 200 ribu. “Petugas itu datang, sampai di depan pool bus, mereka cukup membunyikan klakson. Kita sudah mengerti kalau mereka minta setoran,” ujar mandor tersebut.

Dijelaskannya, praktik pungutan liar tersebut sudah berlangsung lama. Kalau tidak diberikan, maka petugas tersebut mengancam akan melakukan penertiban. Karena malas untuk enggan terjadi keributan, mandor-manor bus ini pun memilih untuk memberikan setoran. “Kami enggak bisa mengelak, karena petugas itu mengancam akan melakukan razia. Daripada kami digusur, lebih baik bayar setoran,” ungkapnya.
Karena itu, dia juga heran mengapa tiba-tiba digelar penertiban liar. Padahal, bus-bus tersebut mengaku sudah memberilkan setoran kepada petugas. “Kami juga merasa heran, kenapa tiba-tiba dibuat penertiban liar, sementara ini kami juga bayar setoran. Apakah memang setoran kami kurang? Atau setoran tersebut tidak sampai ke pejabat? Kalau tidak sampai, itu bukan salah kami. Mungkin anggotanya yang memakan uang itu,” sebutnya.

Lantas, mengapa memilih mendirikan pool di zona terlarang dan tidak masuk terminal? Mandor mini bus itu berkilah kalau mereka masuk terminal, penumpang juga tidak ada. Para penumpang dikatakan enggan naik bus di terminal, karena di mata masyarakat terminal itu marak copet. “Penumpang di terminal juga tidak ada, jadi untuk apa kita masuk ke terminal. Lebih banyak penumpang dengan membuat pool di pinggir jalan ini,” ungkapnya.

Kepala Bidang Lalulintas Angkutan Darat Dishub Kota Medan, Surino tidak membantah adanya pungli yang dilakukan oknum-oknum tertentu. Dia bahkan menyebut kalau keberadaan terminal liar ini seperti ‘Lingkaran Setan’. “Keberadaan terminal liar ini seperti lingkaran setan. Banyak yang terlibat, sehingga terminal-terminal illegal itu bisa terus berkembang,” katanya di Balai Kota.

Dia menyarankan kepada mandor-mandor bus untuk tidak memberikan setoran kepada petugas Dishub atau aparat keamanan. Ditambahkan, bila ada petugas Dishub yang meminta setoran, silahkan melaporkan kedapanya, dijamin petugas itu akan ditindak. “Kalau ada yang meminta setoran, catat namanya dan laporkan kepada kami. Kita akan menindak petugas itu,” tegasnya.

Pantuan Sumut Pos pada penertiban terminal liar yang dilakukan, Kamis (13/6) lalu, tim sepertinya tidak serius. Ketika melewati Jalan Sisingamaraja, dua unit mobil masih ada menaikkan penumpang di Pool Bus CV Sartika. Namun, tim tersebut bukannya berhenti, mereka terus melaju dan memutar di Simpang Tritura. Baru kemudian, kembali dan mendatangi pool CV Sartika. Namun, dua unit mobil itu telah pergi. Dishub Medan pun mengklaim informasi razia telah bocor.

Anehnya, dari sekian pool bus yang ada di sepanjang Jalan Sisingamangaraja, hanya pool bus CV Sartika yang didatangi. Sementara, pool-pool bus yang lain dilewati saja. Padahal, ketika didatangi pool bus CV Sartika juga tanpa mobil. (mag-10/mag-7)

MEDAN-Penertiban terminal liar dan pengangkutan menggunakan plat hitam yang rencananya dilakukan secara gabungan, Dinas Perhubu-ngan, Satlantas Polresta Medan dan Pemko Medan hanya bisa dilakukan dalam sepekan saja. Padahal rencananya akan dilakukan dalam dua pekan.
Hal itu karenakan adanya kegiatan APEC di Medan pada 22 Juni mendatang.

“Karena ada kegiatan APEC, jadi razia yang direncanakan digelar selama 2 pekan terpaksa kita singkat menjadi satu pekan saja,” ujar Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Medan Kompol Budi Hendrawan, saat ditemui Sumut Pos di Polresta Medan, Jumat (13/6) siang.

Dikatakannya, bilausai kegiatan APEC, smaka razia akan dilanjutkan kembali bersama tim gabungan yang sudah dibentuk. Namun Budi enggan merinci kapan kepastian razia itu demi menjaga kerahasiaan agar razia tidak bocor.

“Sebenarnya, razia termimal liar pada dasarnya menjadi kewenangan Dinas Perhubungan. Tapi selaku lembaga penegak hukum, kami tetap bisa melakukan razia dan penertiban dan bergandengan bersama Dishub,” tambahnya.

Menurut Budi, pihak polisi bisa melakukan penindakan tanpa Dishub terhadap pengangkutan yang tidak memiliki izin atau ilegal, begitu juga parkir liar di areal yang bukan merupakan areal parkir maupun plat hitam yang mengakut penumpang. Penindakan itu bisa dilakukan bila ada laporan dari masyarakat. “Kami tunggu laporan, baru bisa ditindak,” tegas Budi lagi.

Setelah menerima laporan, lanjut Budi, maka aparat polisi kemudian menindaklanjuti laporan dengan melakukan pengintaian. Begitu diintai dan di lapangan mendapatkan bukti pelanggaran, maka langsung ditindak. “Biasanya kalau untuk angkutan berplat hitam, kita menyamar sebagai penumpang dan selanjutnya akan kita hentikan laju mereka untuk kita tinda. Kalau parkir liar dan terminal, akan langsung kita tindak begitu kedapatan tangan,” ujarnya lagi.

Menurut Budi, bukti nyata penindakan yang dilakukan polisi terhadap mobil plat hitam yang mengangkut penumpang, pihaknya sudah berhasil menindak 25 unit mobil beberapa waktu lalu atau selama dirinya menjabat sebagai Kasat Lantas Polresta Medan. “Penindakan itu kita lakukan dari kawasan Jalan SM Raja hingga ke Terminal Amplas. Kawasan ini merupakan kawasan paling marak parkir dan terminal liar,” pungkas Budi.

Terminal Liar Setor ke Petugas

Sementara itu, terminal liar yang banyak berdiri di kawasan terlarang, diduga memberikan setoran kepada petugas Dinas Perhubungan Kota Medan dan aparat kepolisian. Karena itu juga, terminal-terminal liar tersebut berkembang pesat tanpa ada gangguan.
Berdasarkan pengakuan seorang mandor bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) kepada Sumut Pos, Jumat (14/6), hampir setiap hari petugas dari Dinas Perhubungan dan Aparat Kepolisian datang untuk menagih setoran. Setoran tersebut didalihkan sebagai orang rokok, namun jumlahnya berkisar antara Rp 200 ribu. “Petugas itu datang, sampai di depan pool bus, mereka cukup membunyikan klakson. Kita sudah mengerti kalau mereka minta setoran,” ujar mandor tersebut.

Dijelaskannya, praktik pungutan liar tersebut sudah berlangsung lama. Kalau tidak diberikan, maka petugas tersebut mengancam akan melakukan penertiban. Karena malas untuk enggan terjadi keributan, mandor-manor bus ini pun memilih untuk memberikan setoran. “Kami enggak bisa mengelak, karena petugas itu mengancam akan melakukan razia. Daripada kami digusur, lebih baik bayar setoran,” ungkapnya.
Karena itu, dia juga heran mengapa tiba-tiba digelar penertiban liar. Padahal, bus-bus tersebut mengaku sudah memberilkan setoran kepada petugas. “Kami juga merasa heran, kenapa tiba-tiba dibuat penertiban liar, sementara ini kami juga bayar setoran. Apakah memang setoran kami kurang? Atau setoran tersebut tidak sampai ke pejabat? Kalau tidak sampai, itu bukan salah kami. Mungkin anggotanya yang memakan uang itu,” sebutnya.

Lantas, mengapa memilih mendirikan pool di zona terlarang dan tidak masuk terminal? Mandor mini bus itu berkilah kalau mereka masuk terminal, penumpang juga tidak ada. Para penumpang dikatakan enggan naik bus di terminal, karena di mata masyarakat terminal itu marak copet. “Penumpang di terminal juga tidak ada, jadi untuk apa kita masuk ke terminal. Lebih banyak penumpang dengan membuat pool di pinggir jalan ini,” ungkapnya.

Kepala Bidang Lalulintas Angkutan Darat Dishub Kota Medan, Surino tidak membantah adanya pungli yang dilakukan oknum-oknum tertentu. Dia bahkan menyebut kalau keberadaan terminal liar ini seperti ‘Lingkaran Setan’. “Keberadaan terminal liar ini seperti lingkaran setan. Banyak yang terlibat, sehingga terminal-terminal illegal itu bisa terus berkembang,” katanya di Balai Kota.

Dia menyarankan kepada mandor-mandor bus untuk tidak memberikan setoran kepada petugas Dishub atau aparat keamanan. Ditambahkan, bila ada petugas Dishub yang meminta setoran, silahkan melaporkan kedapanya, dijamin petugas itu akan ditindak. “Kalau ada yang meminta setoran, catat namanya dan laporkan kepada kami. Kita akan menindak petugas itu,” tegasnya.

Pantuan Sumut Pos pada penertiban terminal liar yang dilakukan, Kamis (13/6) lalu, tim sepertinya tidak serius. Ketika melewati Jalan Sisingamaraja, dua unit mobil masih ada menaikkan penumpang di Pool Bus CV Sartika. Namun, tim tersebut bukannya berhenti, mereka terus melaju dan memutar di Simpang Tritura. Baru kemudian, kembali dan mendatangi pool CV Sartika. Namun, dua unit mobil itu telah pergi. Dishub Medan pun mengklaim informasi razia telah bocor.

Anehnya, dari sekian pool bus yang ada di sepanjang Jalan Sisingamangaraja, hanya pool bus CV Sartika yang didatangi. Sementara, pool-pool bus yang lain dilewati saja. Padahal, ketika didatangi pool bus CV Sartika juga tanpa mobil. (mag-10/mag-7)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/