30.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Tak Ada Izin Baru, Betor Bakal Habis

Dari Diskusi Mengurai Kemacetan Kota Medan

MEDAN-Mengurai kemacetan di Kota Medan tak bisa serta merta langsung berubah menjadi lancar. Pasalnya, pertumbuhan kendaraan dan penduduk serta tak bertambahnya jalan berdampak munculnya kemacetan.

PARKIR: Seorang polisi menunjukkan spanduk dilarang parkir kepada juru parkir  depan Prime One School Jalan AH Nasution Medan, kemarin.//andri ginting/sumut pos
PARKIR: Seorang polisi menunjukkan spanduk dilarang parkir kepada juru parkir di depan Prime One School Jalan AH Nasution Medan, kemarin.//andri ginting/sumut pos

Satu dari sekian solusi yang diambil adalah menghentikan pemberian izin terhadap becak motor (betor).

Demikian terungkap dalam diskusi terbatas antara Sumut Pos, Sat Lantas Polresta Medan, Sat Pol PP dan Dinas Perhubungan Kota Medan di kantor Harian Sumut Pos di Gedung Graha Pena, Jalan Sisingamangaraja Km 8,5 No. 134, Medan Amplas, Jumat (14/8).

Hadir dalam diskusi itu Kadis Perhubungan Kota Medan Renward Parapat ATD MT, Kasat Pol PP M Sofyan S Sos, Kasat Lantas Polresta Medan diwakili Kanit Lantas AKP Imam Arifuddin, serta dosen lalu-lintas UISU Gunawan Tarigan.

Dalam diskusi itu dibahas sejumlah jalan yang menjadi sumber kemacetan seperti di Jalan Sisingamangaraja mulai Simpanglimun hingga munculnya pool bus. Dampaknya muncul kemacetan yang memanjang. Tak hanya itu di Jalan Jamin Ginting serta ada dampak lainnya diakibatkan fasilitas jalan yang belum memadai.

Tak hanya itu, diskusi juga membahas tentang sejumlah sekolah yang menjadi sumber kemacetan di Kota Medan di antaranya Prime One School di Jalan Tritura, Methodist-2 Medan, YP Sutomo di Jalan Thamrin, serta YP Harapan di Jalan Imam Bonjol.

Pada kesempatan itu, Renward memaparkan, volume lalu-lintas mulai meningkat seiring jumlah kendaraan terus bertambah, mulai roda dua, tiga dan empat. Sementara jalan-jalan di Kota Medan tak bertambah.

“Solusinya, kita menyiapkan rencana jangka panjang. Satu di antaranya adalah Trans Medan dan beberapa jembatan layang seperti di Simpang Pos, Kampunglalang, Aksara, dan sebagainya,” jelas Renward.

Menyikapi pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi, Renward menjelaskan, idealnya ada pelebaran jalan dan penambahan jalan. Namun, hal itu berhubungan dengan anggaran. “Untuk program jarak pendek, program Area Traffic Control Sistem (ATCS) di sejumlah titik jalan protokol di Medan bisa diandalkan. Karena, alat itu mampu mengontrol lalu-lintas dan membantu petugas mengambil keputusan dengan cepat jika ada kemacetan,” terang Renward.

Hal lainnya, munculnya kemacetan di Kota Medan diakibatkan adanya sumber tarikan baru, yakni ada pusat-pusat kegiatan di inti Kota Medan atau pinggirannya. Di mana, dalam satu waktu masyarakat harus berkumpul di tempat yang sama. Akibatnya jumlah masyarakat tumpah ruah di satu tempat.
“Apalagi jumlah penduduk Kota Medan berubah pada siang hari dan malam hari, pada siang hari penduduk Deliserdang mencari makan di Kota Medan. Jadi jumlahnya bertambah padat. Apalagi banyak warga Deliserdang yang bekerja ke Kota Medan membawa kendaraannya sendiri,” ujarnya.

Selanjutnya, kemacetan muncul dikarenakan adanya prilaku warga yang memanfaatkan badan jalan sebagai tempat usaha, atau memfungsikan lainnya. Lalu bagaimana dengan kendaraan umum yang siring dianggap sebagai pemicu kemacetan? Misalnya, becak motor (betor) dan angkutan kota (Angkot). “Saya tidak ada menambah becak untuk beroperasional di masa mendatang. Soal trayek angkot, akan dikaji ulang,” sebutnya.

Sementara, Sofyan mengakui selama ini Pasar Melati,  Sukaramai, Palapa, Simpang Limun dan Sei Sikambing selalu menjadi sumber kemacetan. Sebenarnya ada posisi yang masih perlu diperbincangkan kembali karena bila dipandang dari penegakkan aturan layak ditertibkan.

Di sisi lainnya, ketika disinggung hak pedagang di atas trotoar dan badan jalan tetap ada dikarenakan pemerintah belum memberikan fasilitas bagi pedagang. “Inilah yang semestinya tetap menjadi perhatian bersama, bagi saya tetap juga melakukan pendidikan sepanjang ada dalam aturan,” tegasnya.
Sedangkan AKP Imam menyampaikan, pola penindakan tetap dilakukan kepada pengendara yang melanggar rambu. Namun, sebelum diberikan penindakan polisi aktif mengimbau pengendara mobil untuk mematuhi aturan yang ada.

Imam menyebutkan, selama ini pihaknya juga bersama Dinas Perhubungan melakukan sosialisasi kepada siswa SD hingga SMA agar tetap tertib berlalu-lintas.

Pada kesempatan itu, Gunawan Tarigan menegaskan, persoalan di Kota Medan belum terlalu parah seperti status Kota Metropolitan lainnya. Bila melihat kondisi Kota Medan kemacetan dikarenakan ada tindakan yang dibuat-buat, baik itu dari masyarakat yang menganggap haknya menggunakan jalan untuk berdagang.

Mengantisipasi pertumbuhan kendaraan dan jumlah jalan yang tak berubah, ada baiknya Pemko Medan melalui Dinas Perhubungan segera melakukan atau menerbitkan angkutan massal. Karena bila dibandingkan, angkutan massal bisa mengangkut 60 orang sekali jalan. Tapi, bila dibandingkan dengan warga yang menumpangi mobilnya sendiri hanya dihuni 2 hingga 3 orang. Bila dibagikan angkutan, maka hasilnya bisa lebih baik karena kemacetan Kota Medan masih berpeluang dituntaskan.

“Pemko Medan jangan lupa, Kota Medan dikelilingi areal perkebunan. Jadi wajar saja kalau Kota Medan mengusulkan pertambahan wilayah untuk menciptakan kota metropolis,” kata alumni Srata 2 ITB. (ril)

Dari Diskusi Mengurai Kemacetan Kota Medan

MEDAN-Mengurai kemacetan di Kota Medan tak bisa serta merta langsung berubah menjadi lancar. Pasalnya, pertumbuhan kendaraan dan penduduk serta tak bertambahnya jalan berdampak munculnya kemacetan.

PARKIR: Seorang polisi menunjukkan spanduk dilarang parkir kepada juru parkir  depan Prime One School Jalan AH Nasution Medan, kemarin.//andri ginting/sumut pos
PARKIR: Seorang polisi menunjukkan spanduk dilarang parkir kepada juru parkir di depan Prime One School Jalan AH Nasution Medan, kemarin.//andri ginting/sumut pos

Satu dari sekian solusi yang diambil adalah menghentikan pemberian izin terhadap becak motor (betor).

Demikian terungkap dalam diskusi terbatas antara Sumut Pos, Sat Lantas Polresta Medan, Sat Pol PP dan Dinas Perhubungan Kota Medan di kantor Harian Sumut Pos di Gedung Graha Pena, Jalan Sisingamangaraja Km 8,5 No. 134, Medan Amplas, Jumat (14/8).

Hadir dalam diskusi itu Kadis Perhubungan Kota Medan Renward Parapat ATD MT, Kasat Pol PP M Sofyan S Sos, Kasat Lantas Polresta Medan diwakili Kanit Lantas AKP Imam Arifuddin, serta dosen lalu-lintas UISU Gunawan Tarigan.

Dalam diskusi itu dibahas sejumlah jalan yang menjadi sumber kemacetan seperti di Jalan Sisingamangaraja mulai Simpanglimun hingga munculnya pool bus. Dampaknya muncul kemacetan yang memanjang. Tak hanya itu di Jalan Jamin Ginting serta ada dampak lainnya diakibatkan fasilitas jalan yang belum memadai.

Tak hanya itu, diskusi juga membahas tentang sejumlah sekolah yang menjadi sumber kemacetan di Kota Medan di antaranya Prime One School di Jalan Tritura, Methodist-2 Medan, YP Sutomo di Jalan Thamrin, serta YP Harapan di Jalan Imam Bonjol.

Pada kesempatan itu, Renward memaparkan, volume lalu-lintas mulai meningkat seiring jumlah kendaraan terus bertambah, mulai roda dua, tiga dan empat. Sementara jalan-jalan di Kota Medan tak bertambah.

“Solusinya, kita menyiapkan rencana jangka panjang. Satu di antaranya adalah Trans Medan dan beberapa jembatan layang seperti di Simpang Pos, Kampunglalang, Aksara, dan sebagainya,” jelas Renward.

Menyikapi pertumbuhan kendaraan yang cukup tinggi, Renward menjelaskan, idealnya ada pelebaran jalan dan penambahan jalan. Namun, hal itu berhubungan dengan anggaran. “Untuk program jarak pendek, program Area Traffic Control Sistem (ATCS) di sejumlah titik jalan protokol di Medan bisa diandalkan. Karena, alat itu mampu mengontrol lalu-lintas dan membantu petugas mengambil keputusan dengan cepat jika ada kemacetan,” terang Renward.

Hal lainnya, munculnya kemacetan di Kota Medan diakibatkan adanya sumber tarikan baru, yakni ada pusat-pusat kegiatan di inti Kota Medan atau pinggirannya. Di mana, dalam satu waktu masyarakat harus berkumpul di tempat yang sama. Akibatnya jumlah masyarakat tumpah ruah di satu tempat.
“Apalagi jumlah penduduk Kota Medan berubah pada siang hari dan malam hari, pada siang hari penduduk Deliserdang mencari makan di Kota Medan. Jadi jumlahnya bertambah padat. Apalagi banyak warga Deliserdang yang bekerja ke Kota Medan membawa kendaraannya sendiri,” ujarnya.

Selanjutnya, kemacetan muncul dikarenakan adanya prilaku warga yang memanfaatkan badan jalan sebagai tempat usaha, atau memfungsikan lainnya. Lalu bagaimana dengan kendaraan umum yang siring dianggap sebagai pemicu kemacetan? Misalnya, becak motor (betor) dan angkutan kota (Angkot). “Saya tidak ada menambah becak untuk beroperasional di masa mendatang. Soal trayek angkot, akan dikaji ulang,” sebutnya.

Sementara, Sofyan mengakui selama ini Pasar Melati,  Sukaramai, Palapa, Simpang Limun dan Sei Sikambing selalu menjadi sumber kemacetan. Sebenarnya ada posisi yang masih perlu diperbincangkan kembali karena bila dipandang dari penegakkan aturan layak ditertibkan.

Di sisi lainnya, ketika disinggung hak pedagang di atas trotoar dan badan jalan tetap ada dikarenakan pemerintah belum memberikan fasilitas bagi pedagang. “Inilah yang semestinya tetap menjadi perhatian bersama, bagi saya tetap juga melakukan pendidikan sepanjang ada dalam aturan,” tegasnya.
Sedangkan AKP Imam menyampaikan, pola penindakan tetap dilakukan kepada pengendara yang melanggar rambu. Namun, sebelum diberikan penindakan polisi aktif mengimbau pengendara mobil untuk mematuhi aturan yang ada.

Imam menyebutkan, selama ini pihaknya juga bersama Dinas Perhubungan melakukan sosialisasi kepada siswa SD hingga SMA agar tetap tertib berlalu-lintas.

Pada kesempatan itu, Gunawan Tarigan menegaskan, persoalan di Kota Medan belum terlalu parah seperti status Kota Metropolitan lainnya. Bila melihat kondisi Kota Medan kemacetan dikarenakan ada tindakan yang dibuat-buat, baik itu dari masyarakat yang menganggap haknya menggunakan jalan untuk berdagang.

Mengantisipasi pertumbuhan kendaraan dan jumlah jalan yang tak berubah, ada baiknya Pemko Medan melalui Dinas Perhubungan segera melakukan atau menerbitkan angkutan massal. Karena bila dibandingkan, angkutan massal bisa mengangkut 60 orang sekali jalan. Tapi, bila dibandingkan dengan warga yang menumpangi mobilnya sendiri hanya dihuni 2 hingga 3 orang. Bila dibagikan angkutan, maka hasilnya bisa lebih baik karena kemacetan Kota Medan masih berpeluang dituntaskan.

“Pemko Medan jangan lupa, Kota Medan dikelilingi areal perkebunan. Jadi wajar saja kalau Kota Medan mengusulkan pertambahan wilayah untuk menciptakan kota metropolis,” kata alumni Srata 2 ITB. (ril)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/