27.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Dua Pengurus Yayasan Belum Diperiksa

Sudah Ditetapkan sebagai Tersangka Korupsi Dana Bansos

MEDAN–Dua tersangka kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) di Sekretariat Pemprov Sumut Tahun 2011, Aidil Agus dan Imom Saleh Ritonga sampai saat ini belum diperiksa penyidik sebagai tersangka. Bahkan, keduanya belum ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka 9 November 2012.

Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut), Marcos Simaremare mengatakan, kedua tersangka sudah pernah datang untuk memenuhi panggilan. Namun, keduanya tidak jadi diperiksa lantaran tidak punya penasihat hukum yang mendampingi mereka saat pemeriksaan. Sementara sesuai peraturan, tersangka yang akan diperiksa, harus didampingi penasihat hukum.

“Bila tidak, penyidik dikatakan melanggar aturan. Saat itu, mereka hanya ditanyakan yang tidak menyangkut pokok materi perkara, sebab tidak didampingi penasihat hukum. Sampai saat ini mereka belum mendapatkan penasihat hukumnya. Apabila tidak dapat juga dalam beberapa hari ini, maka akan kami siapkan pengacara prodeo. Kami tidak mau menunggu dan pemeriksaan harus jalan,” kata Marcos.

Menurut Marcos, pemanggilan terhadap kedua tersangka yang merupakan pengurus yayasan ini sudah dua kali dilakukan. “Awalnya, alasannya sakit. Tapi hanya satu menyertakan surat sakit. Sedangkan satunya lagi tanpa ada surat sakit. Terkait apakah ditahan atau tidak, semua tergantung penyidik. Kita lihat saja nanti. Yang pasti pemeriksaan keduanya sebagai tersangka itu yang dilakukan terdahulu. Nanti penyidik akan memberikan pendapat apakah mereka ditahan atau tidak,” ucapnya.

Seperti diketahui, Aidil Agus dan Imom Saleh Ritonga ternyata berkali-kali membuat proposal fiktif dimana dana yang mereka terima sebagian besar tidak dipergunakan sebagaimana mestinya sehingga merugikan negara berkisar Rp2 miliar. Modus yang mereka lakukan adalah mengajukan proposal ke Pemprov Sumut dengan mengganti-ganti nama lembaga, seperti yayasan, LSM, dan lainnya. Tapi dana yang telah mereka peroleh sebagian besar tidak dipergunakan untuk kepentingan bansos.

Disebutkan Marcos, kedua tersangka masing-masing membuat sekitar empat proposal fiktif yang diajukan ke Pemprov Sumut. Saat disinggung yayasan yang dikelola kedua tersangka, Marcos enggan membeberkan lebih jauh. Begitu juga saat ditanyakan terkait penetapan kedua tersangka. Disebutkannya, keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan keterangan saksi lainnya yang didukung dokumen.

Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Calo Bansos tak Ditetapkan Sebagai Tersangka

Sementara nama Masrizal belakangan muncul dalam sidang perkara korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemprov Sumut Tahun 2009 di Pengadilan Tipikor Medan, Jumat (14/12), dengan terdakwa Syawaluddin, selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial Sekda Pemprov Sumut. Berdasarkan fakta di persidangan, terungkap bahwa Masrizal berperan sebagai perantara (calo) dalam pengurusan proposal sejumlah yayasan.

Meski dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Netty Silaen menyatakan bahwa terdakwa Syawaluddin yang bekerjasama dengan saksi Adi Sucipto (berkas terpisah) dan Masrizal mengurus 17 proposal yayasan lalu melakukan pemotongan dari bantuan yang diurusnya sebesar 50-65 persen, namun Masrizal hingga kini tidak ditetapkan sebagai tersangka sebagaimana calo bansos lainnya.

Dalam persidangan tersebut, empat orang saksi yang dihadirkan JPU untuk menerangkan seputar pemotongan dana bansos masing-masing Nur Salim selaku Ketua Yayasan Perguruan Al Jihad, Armiadi selaku Ketua Yayasan Al Jihad, Isnawati selaku Ketua Yayasan Khairani dan Ponijan selaku Ketua Al Hikmah.

“Memang kami ada menerima dua kali dana bansos. Pertama yayasan kami mendapat Rp70 juta, lalu yang kedua kami mendapat Rp52,5 juta. Seharusnya dana yang kami terima itu, tiap pencairan Rp350 juta. Tapi uang itu langsung dipotong oleh Adi Sucipto (berkas terpisah). Pada waktu pencairan, dia yang langsung mengambilnya,” ujar saksi Isnawati.

Isnawati juga menjelaskan, bahwa dalam melakukan pengurusan proposal pengajuan dana bansos, Adi Sucipto dibantu oleh Masrizal. Bahkan nama Masrizal kerap disebut-sebut oleh keempat saksi sebagai pihak yang turut melakukan pemotongan dana bansos bersama Adi Sucipto. Merasa penasaran, Majelis Hakim yang diketuai Jhony Sitohang lantas menanyakan kenapa mereka percaya dengan Adi Sucipto dan Masrizal.
“Kalau tahu ini (dana bansos) bermasalah, kenapa kalian mau dananya dipotong?” tanya Jonny kepada keempat saksi.

Mendengar pertanyaan Majelis Hakim, keempat saksi mengaku bahwa Adi Sucipto dan Masrizal waktu itu mengatakan pemotongan dana bansos dilakukan agar semuanya berjalan lancar tanpa ada masalah. “Mereka menjanjikan bila dananya di potong semuanya bakal aman, dan tidak akan bermasalah,” terang saksi Isnawati yang kemudian ditambahkan oleh saksi Armiadi bahwa saat itu Adi Sucipto bersama Masrizal pernah bersumpah akan memotong telinganya bila masalah ini bisa sampai ke ranah hukum seperti saat ini.

“Yang kalian lihat aman tidak sekarang? Nah, si Masrizal nya itu sampai saat ini kalian pernah jumpa tidak? Kemana dia?” ucap Jonny Sitohang. Keempat saksi yang ditanyai prihal keberadaan Masrizal mengaku tidak mengetahuinya. Namun saksi Armiadi mengaku pernah sekali bertemu Masrizal saat diperiksa oleh tim penyidik Kejati Sumut pada pertengahan April 2012. “Saya pernah jumpa dengan Masrizal di Kejati waktu kami sama-sama diperiksa. Tapi setelah itu, dia tidak pernah nampak lagi pak sampai sekarang,” terang saksi Armiadi.

Dari pernyataan saksi Armiadi terkuak, bahwa penyidik pidsus Kejati Sumut yang menagani kasus ini masih menerapkan sistim ‘tebang pilih’. Padahal dari keterangan sejumlah saksi dipersidangan diketahui bahwa Masrizal turut berperan melakukan pemotongan dana bansos, tapi tidak dijadikan tersangka. Bahkan yang sangat disayangkan, Masrizal juga tidak diketahui lagi keberadaannya.

Usai mendengarkan keterangan saksi-saksi, Majelis Hakim kemudian menunda persidangan hingga Kamis pekan depan dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi lainnya. Sementara itu, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai oleh Nety Silaen saat dikonfirmasi soal tidak ditetapkannya Masrizal sebagai tersangka meminta agar sejumlah awak media mempertanyakannya kepada tim penyidik. “Jangan tanya sama kami lah. Tanya sama penyidik. Kami kan hanya penuntut umum saja,” ujar Nety sambil tersenyum.

Terpisah, Kasi Penkum Kejati Sumut, Marcos Simaremare saat dikonfirmasi mengenai tidak ditetapkannya Masrizal sebagai tersangka, mengatakan bahwa untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka harus didukung sejumlah bukti.

“Tidak cukup menetapkan seseorang sebagai tersangka hanya dari keterangan saksi, tapi juga harus ada bukti-bukti atau dokumen pendukungnya,” ujar Marcos.

Saat disinggung bahwa berdasarkan dakwaan jaksa, nama Masrizal juga masuk sebagai perantara dana bansos, Marcos mengaku hal tersebut akan menjadi bahan masukan bagi tim penyidik. Begitu pula saat disinggung apakah Masrizal memiliki yayasan atau memiliki jabatan penting di Pemprov Sumut, Marcos juga mengatakan akan men-cek-nya kepada tim penyidik.

“Bisa saja dia pernah diperiksa di Kejati, tapi nanti akan saya tanyakan kepada penyidik. Saya juga kurang tau apa jabatannya dan bagaimana peranannya, nanti saya cek ya. Tapi ini akan menjadi bahan masukan bagi kami. Dalam persidangan itu ada fakta baru, berarti ada masukan pada kami. Dalam penyidikan memang tidak terungkap. Tapi kalau alat buktinya memang kuat, bisa ditetapkan sebagai tersangka,” bebernya. (far)

Sudah Ditetapkan sebagai Tersangka Korupsi Dana Bansos

MEDAN–Dua tersangka kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) di Sekretariat Pemprov Sumut Tahun 2011, Aidil Agus dan Imom Saleh Ritonga sampai saat ini belum diperiksa penyidik sebagai tersangka. Bahkan, keduanya belum ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka 9 November 2012.

Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut), Marcos Simaremare mengatakan, kedua tersangka sudah pernah datang untuk memenuhi panggilan. Namun, keduanya tidak jadi diperiksa lantaran tidak punya penasihat hukum yang mendampingi mereka saat pemeriksaan. Sementara sesuai peraturan, tersangka yang akan diperiksa, harus didampingi penasihat hukum.

“Bila tidak, penyidik dikatakan melanggar aturan. Saat itu, mereka hanya ditanyakan yang tidak menyangkut pokok materi perkara, sebab tidak didampingi penasihat hukum. Sampai saat ini mereka belum mendapatkan penasihat hukumnya. Apabila tidak dapat juga dalam beberapa hari ini, maka akan kami siapkan pengacara prodeo. Kami tidak mau menunggu dan pemeriksaan harus jalan,” kata Marcos.

Menurut Marcos, pemanggilan terhadap kedua tersangka yang merupakan pengurus yayasan ini sudah dua kali dilakukan. “Awalnya, alasannya sakit. Tapi hanya satu menyertakan surat sakit. Sedangkan satunya lagi tanpa ada surat sakit. Terkait apakah ditahan atau tidak, semua tergantung penyidik. Kita lihat saja nanti. Yang pasti pemeriksaan keduanya sebagai tersangka itu yang dilakukan terdahulu. Nanti penyidik akan memberikan pendapat apakah mereka ditahan atau tidak,” ucapnya.

Seperti diketahui, Aidil Agus dan Imom Saleh Ritonga ternyata berkali-kali membuat proposal fiktif dimana dana yang mereka terima sebagian besar tidak dipergunakan sebagaimana mestinya sehingga merugikan negara berkisar Rp2 miliar. Modus yang mereka lakukan adalah mengajukan proposal ke Pemprov Sumut dengan mengganti-ganti nama lembaga, seperti yayasan, LSM, dan lainnya. Tapi dana yang telah mereka peroleh sebagian besar tidak dipergunakan untuk kepentingan bansos.

Disebutkan Marcos, kedua tersangka masing-masing membuat sekitar empat proposal fiktif yang diajukan ke Pemprov Sumut. Saat disinggung yayasan yang dikelola kedua tersangka, Marcos enggan membeberkan lebih jauh. Begitu juga saat ditanyakan terkait penetapan kedua tersangka. Disebutkannya, keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan keterangan saksi lainnya yang didukung dokumen.

Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Calo Bansos tak Ditetapkan Sebagai Tersangka

Sementara nama Masrizal belakangan muncul dalam sidang perkara korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemprov Sumut Tahun 2009 di Pengadilan Tipikor Medan, Jumat (14/12), dengan terdakwa Syawaluddin, selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial Sekda Pemprov Sumut. Berdasarkan fakta di persidangan, terungkap bahwa Masrizal berperan sebagai perantara (calo) dalam pengurusan proposal sejumlah yayasan.

Meski dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Netty Silaen menyatakan bahwa terdakwa Syawaluddin yang bekerjasama dengan saksi Adi Sucipto (berkas terpisah) dan Masrizal mengurus 17 proposal yayasan lalu melakukan pemotongan dari bantuan yang diurusnya sebesar 50-65 persen, namun Masrizal hingga kini tidak ditetapkan sebagai tersangka sebagaimana calo bansos lainnya.

Dalam persidangan tersebut, empat orang saksi yang dihadirkan JPU untuk menerangkan seputar pemotongan dana bansos masing-masing Nur Salim selaku Ketua Yayasan Perguruan Al Jihad, Armiadi selaku Ketua Yayasan Al Jihad, Isnawati selaku Ketua Yayasan Khairani dan Ponijan selaku Ketua Al Hikmah.

“Memang kami ada menerima dua kali dana bansos. Pertama yayasan kami mendapat Rp70 juta, lalu yang kedua kami mendapat Rp52,5 juta. Seharusnya dana yang kami terima itu, tiap pencairan Rp350 juta. Tapi uang itu langsung dipotong oleh Adi Sucipto (berkas terpisah). Pada waktu pencairan, dia yang langsung mengambilnya,” ujar saksi Isnawati.

Isnawati juga menjelaskan, bahwa dalam melakukan pengurusan proposal pengajuan dana bansos, Adi Sucipto dibantu oleh Masrizal. Bahkan nama Masrizal kerap disebut-sebut oleh keempat saksi sebagai pihak yang turut melakukan pemotongan dana bansos bersama Adi Sucipto. Merasa penasaran, Majelis Hakim yang diketuai Jhony Sitohang lantas menanyakan kenapa mereka percaya dengan Adi Sucipto dan Masrizal.
“Kalau tahu ini (dana bansos) bermasalah, kenapa kalian mau dananya dipotong?” tanya Jonny kepada keempat saksi.

Mendengar pertanyaan Majelis Hakim, keempat saksi mengaku bahwa Adi Sucipto dan Masrizal waktu itu mengatakan pemotongan dana bansos dilakukan agar semuanya berjalan lancar tanpa ada masalah. “Mereka menjanjikan bila dananya di potong semuanya bakal aman, dan tidak akan bermasalah,” terang saksi Isnawati yang kemudian ditambahkan oleh saksi Armiadi bahwa saat itu Adi Sucipto bersama Masrizal pernah bersumpah akan memotong telinganya bila masalah ini bisa sampai ke ranah hukum seperti saat ini.

“Yang kalian lihat aman tidak sekarang? Nah, si Masrizal nya itu sampai saat ini kalian pernah jumpa tidak? Kemana dia?” ucap Jonny Sitohang. Keempat saksi yang ditanyai prihal keberadaan Masrizal mengaku tidak mengetahuinya. Namun saksi Armiadi mengaku pernah sekali bertemu Masrizal saat diperiksa oleh tim penyidik Kejati Sumut pada pertengahan April 2012. “Saya pernah jumpa dengan Masrizal di Kejati waktu kami sama-sama diperiksa. Tapi setelah itu, dia tidak pernah nampak lagi pak sampai sekarang,” terang saksi Armiadi.

Dari pernyataan saksi Armiadi terkuak, bahwa penyidik pidsus Kejati Sumut yang menagani kasus ini masih menerapkan sistim ‘tebang pilih’. Padahal dari keterangan sejumlah saksi dipersidangan diketahui bahwa Masrizal turut berperan melakukan pemotongan dana bansos, tapi tidak dijadikan tersangka. Bahkan yang sangat disayangkan, Masrizal juga tidak diketahui lagi keberadaannya.

Usai mendengarkan keterangan saksi-saksi, Majelis Hakim kemudian menunda persidangan hingga Kamis pekan depan dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi lainnya. Sementara itu, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai oleh Nety Silaen saat dikonfirmasi soal tidak ditetapkannya Masrizal sebagai tersangka meminta agar sejumlah awak media mempertanyakannya kepada tim penyidik. “Jangan tanya sama kami lah. Tanya sama penyidik. Kami kan hanya penuntut umum saja,” ujar Nety sambil tersenyum.

Terpisah, Kasi Penkum Kejati Sumut, Marcos Simaremare saat dikonfirmasi mengenai tidak ditetapkannya Masrizal sebagai tersangka, mengatakan bahwa untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka harus didukung sejumlah bukti.

“Tidak cukup menetapkan seseorang sebagai tersangka hanya dari keterangan saksi, tapi juga harus ada bukti-bukti atau dokumen pendukungnya,” ujar Marcos.

Saat disinggung bahwa berdasarkan dakwaan jaksa, nama Masrizal juga masuk sebagai perantara dana bansos, Marcos mengaku hal tersebut akan menjadi bahan masukan bagi tim penyidik. Begitu pula saat disinggung apakah Masrizal memiliki yayasan atau memiliki jabatan penting di Pemprov Sumut, Marcos juga mengatakan akan men-cek-nya kepada tim penyidik.

“Bisa saja dia pernah diperiksa di Kejati, tapi nanti akan saya tanyakan kepada penyidik. Saya juga kurang tau apa jabatannya dan bagaimana peranannya, nanti saya cek ya. Tapi ini akan menjadi bahan masukan bagi kami. Dalam persidangan itu ada fakta baru, berarti ada masukan pada kami. Dalam penyidikan memang tidak terungkap. Tapi kalau alat buktinya memang kuat, bisa ditetapkan sebagai tersangka,” bebernya. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/