25 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Lebih Baik Tembak Mati Saya…

Konflik Yayasan UISU vs Pemilik Warung Berlanjut

MEDAN-Konflik Yayasan UISU dengan pemilik warung terus berlanjut. Kemarin petang, Kamis (15/3), sekira pukul 17.30 WIB hingga 19.30 WIB, dua pemilik warung, Rusdi dan Elvhita, dikurung di dalam areal milik UISU yang mereka sewa sebesar Rp26 juta.

“Ini sudah sangat tidak manusiawi, kami masyarakat kecil yang mencoba untuk mencari makan. Buktinya, saya bersama istri dan karyawan semakin disiksa setiap harinya.

Kami dikurung di dalam lahan ini bersama puing-puing warung kami dengan pagar seng selama dua jam. Beruntung ada masyarakat yang membantu untuk membuka seng itu, baru kami bisa keluar dari siksaan itu,” kata Rusdi kepada wartawan koran ini.

Rusdi mengatakan, apa yang dialaminya juga dirasakan karyawannya yang sejak warung berdiri bulan lalu, belum menerima gaji. Mereka diusir pihak Yayasan UISU dengan alasan tidak boleh menempati warung yang tidak ada izinnya itu.

“Padahal karyawan terus bertahan untuk menjaga barang-barang yang ada. Kami berani menempati lahan ini karena sudah bayar sewa. Kemudian pihak yayasan melalui Helmi dan Iwan sudah memanggil pemilik warung yang saat itu berjumlah tiga orang menyewa lahan ini. Dalam pertemuan itu, Helmi dan Iwan meminta penjelasan kalau selama ini sewa menyewa lahan kepada siapa. Kami pedagang menjelaskan kalau membayar kepada pihak lain, yaitu Bu Haji melalui anaknya Muhfti SE dan pemuda setempat (PS) yang telah mendapat izin Yayasan UISU,” ucapnya.

Sementara, tambah Rusdi, pihak yayasan UISU sangat menyayangkan perjanjian sewa menyewa lahan tersebut kenapa tidak langsung ke yayasan. “Kami mengikuti aturan yang ada dan berlaku. Selama enam tahun, pemilik warung lainnya tak pernah membayar ke yayasan malah dibayarkan kepada Edi dan kawan-kawan yang merupakan PS ditunjuk sebagai kordinator,” ucapnya.

Dijelaskan Rusdi, sampai saat ini dirinya belum ada menemui pihak yayasan UISU untuk mempertanyakan nasibnya. “Pihak yayasan sudah sewenang-wenang. Dikarenakan saya tinggal sendiri mempertahankan warung yang sudah hancur. Saya juga sudah merasa dibunuh dengan disiksa secara perlahan-lahan. Secara tidak langsung, saya sudah diisolasi sepihak. Sementara, gaji karyawan belum dibayar dan masih terus bekerja menjaga barang-barang yang tinggal. Kalau barang hilang siapa yang bertanggungjawab?” tanyanya dengan kesal.

Menurutnya, jika menyewa lahan dan membangun warung tersebut menyalahi aturan, menapa saat dilakukan pembangunan tidak dilarang pihak yayasan. “Padahal jarak kantor yayasan dengan warung hanya beberapa meter saja, enggak mungkin mereka tidak tahu kalau di atas lahannya akan didirikan warung,” ucapnya.

Diharapkannya, pihak Kecamatan Medan Kota dan Kelurahan Teladan Barat serta Yayasan USIU memberikan ganti rugi yang disepakati dengan modal yang sudah keluar sebesar Rp40 juta. “Walau sedikit rugi tidak apalah, karena saya sudah habis Rp50 jutaan dari menyewa lahan sampai membangun dan membeli peralatan. Kalau tidak sanggup membayar segitu, lebih baik mereka menyewa aparat penegak hukum dengan membawa senjata api untuk menembak saya sampai mati di lokasi ini. Karena sampai kapanpun, warung ini tetap akan saya pertahankan,” bebernya.

Camat Medan Kota, Parlindungan Nasution yang dikonfirmasi wartawan, menyerahkannya persoalan itu ke Yayasan UISU. “Kalau itu, langsung saja tanya kepada pihak yayasan UISU. Maaf ya, saya lagi rapat,” jelasnya. (adl)

Konflik Yayasan UISU vs Pemilik Warung Berlanjut

MEDAN-Konflik Yayasan UISU dengan pemilik warung terus berlanjut. Kemarin petang, Kamis (15/3), sekira pukul 17.30 WIB hingga 19.30 WIB, dua pemilik warung, Rusdi dan Elvhita, dikurung di dalam areal milik UISU yang mereka sewa sebesar Rp26 juta.

“Ini sudah sangat tidak manusiawi, kami masyarakat kecil yang mencoba untuk mencari makan. Buktinya, saya bersama istri dan karyawan semakin disiksa setiap harinya.

Kami dikurung di dalam lahan ini bersama puing-puing warung kami dengan pagar seng selama dua jam. Beruntung ada masyarakat yang membantu untuk membuka seng itu, baru kami bisa keluar dari siksaan itu,” kata Rusdi kepada wartawan koran ini.

Rusdi mengatakan, apa yang dialaminya juga dirasakan karyawannya yang sejak warung berdiri bulan lalu, belum menerima gaji. Mereka diusir pihak Yayasan UISU dengan alasan tidak boleh menempati warung yang tidak ada izinnya itu.

“Padahal karyawan terus bertahan untuk menjaga barang-barang yang ada. Kami berani menempati lahan ini karena sudah bayar sewa. Kemudian pihak yayasan melalui Helmi dan Iwan sudah memanggil pemilik warung yang saat itu berjumlah tiga orang menyewa lahan ini. Dalam pertemuan itu, Helmi dan Iwan meminta penjelasan kalau selama ini sewa menyewa lahan kepada siapa. Kami pedagang menjelaskan kalau membayar kepada pihak lain, yaitu Bu Haji melalui anaknya Muhfti SE dan pemuda setempat (PS) yang telah mendapat izin Yayasan UISU,” ucapnya.

Sementara, tambah Rusdi, pihak yayasan UISU sangat menyayangkan perjanjian sewa menyewa lahan tersebut kenapa tidak langsung ke yayasan. “Kami mengikuti aturan yang ada dan berlaku. Selama enam tahun, pemilik warung lainnya tak pernah membayar ke yayasan malah dibayarkan kepada Edi dan kawan-kawan yang merupakan PS ditunjuk sebagai kordinator,” ucapnya.

Dijelaskan Rusdi, sampai saat ini dirinya belum ada menemui pihak yayasan UISU untuk mempertanyakan nasibnya. “Pihak yayasan sudah sewenang-wenang. Dikarenakan saya tinggal sendiri mempertahankan warung yang sudah hancur. Saya juga sudah merasa dibunuh dengan disiksa secara perlahan-lahan. Secara tidak langsung, saya sudah diisolasi sepihak. Sementara, gaji karyawan belum dibayar dan masih terus bekerja menjaga barang-barang yang tinggal. Kalau barang hilang siapa yang bertanggungjawab?” tanyanya dengan kesal.

Menurutnya, jika menyewa lahan dan membangun warung tersebut menyalahi aturan, menapa saat dilakukan pembangunan tidak dilarang pihak yayasan. “Padahal jarak kantor yayasan dengan warung hanya beberapa meter saja, enggak mungkin mereka tidak tahu kalau di atas lahannya akan didirikan warung,” ucapnya.

Diharapkannya, pihak Kecamatan Medan Kota dan Kelurahan Teladan Barat serta Yayasan USIU memberikan ganti rugi yang disepakati dengan modal yang sudah keluar sebesar Rp40 juta. “Walau sedikit rugi tidak apalah, karena saya sudah habis Rp50 jutaan dari menyewa lahan sampai membangun dan membeli peralatan. Kalau tidak sanggup membayar segitu, lebih baik mereka menyewa aparat penegak hukum dengan membawa senjata api untuk menembak saya sampai mati di lokasi ini. Karena sampai kapanpun, warung ini tetap akan saya pertahankan,” bebernya.

Camat Medan Kota, Parlindungan Nasution yang dikonfirmasi wartawan, menyerahkannya persoalan itu ke Yayasan UISU. “Kalau itu, langsung saja tanya kepada pihak yayasan UISU. Maaf ya, saya lagi rapat,” jelasnya. (adl)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/