MEDAN, SUMUTPOS.CO – Isu ‘Kakek Sarung’ juga jadi perhatian pengamat sosial, Agus Suryadi. Dia menyarankan masyarakat tidak panik dan resah dengan isu itu. “Jadi kita meninggal karena Tuhan yang mengatur. Itu adalah ajal kita. Bukan karena kakek sarung itu,” ungkapnya, kemarin.
Agus mengatakan secara sosial semua informasi akan mempengaruhi masyarakat. Baik itu pesan negatif maupun positif. Apalagi pesan negatif yang diterima tanpa konfirmasi, tentu akan meresahkan masyarakat. Hal ini terjadi karena dua hal.
Pertama struktur pemikiran masyarakat masih dalam konteks tradisional. Sehingga di zaman modern ini mereka masih percaya dengan hal yang dianggap tahayul. Kedua, pemikiran masyarakat irasional. Sehingga sangat mudah menerima informasi tanpa penyaringan. Kedua hal tersebut terjadi tak terlepas karena banyaknya tontonan di media massa yang menampilkan hal-hal tabu. Itu seperti sugesti bagi masyarakat bahwa hal itu ada.
“Tontonan itu mempengaruhi pola pikir masyarakat. Sehingga gak lagi rasional. Itu biasa dalam masyarakat Infonesia karena memang struktur masyarakatnya seperti itu,” ungkapnya.
Di tengah zaman globalisasi aaat uni dimana teknologi komunikasi sudah begitu luas, masyarakat seharusnya menyaring setiap informasi. Isu tanpa kebenaran harusnya tidak boleh diterima. Jika dikaji, isu yang menyebar itu adalah isu yang basi. “Sekali lagi itu karena pola pikir masyarakat kita yang masih tradisional,” ungkapnya.
Agus juga tidak menyalahkan media yang mengangkat isu tersebut. Justru media harus mengangkat hal tersebut. Karena itu sebagai bentuk pelayanan kepada publik. Namun berita yang disampaikan haruslah berimbang dengan mengandung muatan edukasi.
Jika tidak maka berita yang disajikan bisa bersifat menyesatkan. “Lumrah kalau media mengangkat isu itu. Tapi harus disertai edukasi. Ada pembelajaran yang baik di dalam beritanya,” ujarnya.(win/trg)
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Isu ‘Kakek Sarung’ juga jadi perhatian pengamat sosial, Agus Suryadi. Dia menyarankan masyarakat tidak panik dan resah dengan isu itu. “Jadi kita meninggal karena Tuhan yang mengatur. Itu adalah ajal kita. Bukan karena kakek sarung itu,” ungkapnya, kemarin.
Agus mengatakan secara sosial semua informasi akan mempengaruhi masyarakat. Baik itu pesan negatif maupun positif. Apalagi pesan negatif yang diterima tanpa konfirmasi, tentu akan meresahkan masyarakat. Hal ini terjadi karena dua hal.
Pertama struktur pemikiran masyarakat masih dalam konteks tradisional. Sehingga di zaman modern ini mereka masih percaya dengan hal yang dianggap tahayul. Kedua, pemikiran masyarakat irasional. Sehingga sangat mudah menerima informasi tanpa penyaringan. Kedua hal tersebut terjadi tak terlepas karena banyaknya tontonan di media massa yang menampilkan hal-hal tabu. Itu seperti sugesti bagi masyarakat bahwa hal itu ada.
“Tontonan itu mempengaruhi pola pikir masyarakat. Sehingga gak lagi rasional. Itu biasa dalam masyarakat Infonesia karena memang struktur masyarakatnya seperti itu,” ungkapnya.
Di tengah zaman globalisasi aaat uni dimana teknologi komunikasi sudah begitu luas, masyarakat seharusnya menyaring setiap informasi. Isu tanpa kebenaran harusnya tidak boleh diterima. Jika dikaji, isu yang menyebar itu adalah isu yang basi. “Sekali lagi itu karena pola pikir masyarakat kita yang masih tradisional,” ungkapnya.
Agus juga tidak menyalahkan media yang mengangkat isu tersebut. Justru media harus mengangkat hal tersebut. Karena itu sebagai bentuk pelayanan kepada publik. Namun berita yang disampaikan haruslah berimbang dengan mengandung muatan edukasi.
Jika tidak maka berita yang disajikan bisa bersifat menyesatkan. “Lumrah kalau media mengangkat isu itu. Tapi harus disertai edukasi. Ada pembelajaran yang baik di dalam beritanya,” ujarnya.(win/trg)