“Lapangan Merdeka apa tidak berhak punya monumen yang juga pantas dibanggakan? Tentu tidak harus berupa tugu berlapiskan emas. Tapi cukup pengakuan Lapangan Merdeka merupakan saksi dan bukti sejarah, dengan apa mengenangnya kita serahkan kepada Pemerintah Kota untuk memutuskannya,” cetus Ichwan.
Oleh karena itu, kata Ichwan, Pemerintah Kota Medan sudah seharusnya mengembalikan bentuk fisik Lapangan Merdeka. Salah satu caranya, dengan membangun replika yang meniru peristiwa rapat Samudera di dalam lapangan, yang dapat memberi arti dari keberadaan tugu kemerdekaan ini. Kemudian, membebaskan sebutan Merdeka Walk bagi Lapangan Merdeka.
“Tentunya penyebutan ini (Merdeka Walk) lebih mengarah kepada hiburan dan merubah identitas Proklamasi Kemerdekaan yang dikenal dengan Lapangan Merdeka. Kota-kota besar di Indonesia, seperti Surabaya dan Jakarta belakangan ini benar-benar fokus dalam menata tata kotanya. Walau kasusnya berbeda dari kedua kota tersebut, dengan wali kota Medan yang baru saja dilantik pasti bisa menempuhnya,” ujar Ichwan.
Dia menuturkan, Lapangan Merdeka juga digunakan sebagai pusat titik kilometer nol dari Kota Medan. Jadi, alangkah indahnya dan memperindah pemandangan jika pengenalan ornamen sejarah diletakkan untuk mengingatkan kembali akan sejarah Kota Medan. “Masyarakat akan ditegur dan diingatkan kembali akan nilai-nilai kebangsaan yang sejenak tertidur pulas diingatan mereka,” ucapnya.
Dia menegaskan, sejarah dan perkembangan sebuah daerah adalah dua komponen yang seharusnya tidak dilupakan begitu saja. Sebab, sejarah adalah mata pengingat dan pembelajaran bagi siapa saja, tidak hanya milik sejarawan tetapi milik setiap orang yang mengaku cinta terhadap daerahnya.
Berbagai peristiwa bersejarah pernah terjadi di Lapangan Merdeka, termasuk upacara penyambutan pilot pesawat yang mendarat pertama kali di Medan pada 22 November 1924. Sebelum Fukuraido, saat jaman Belanda, namanya adalah de Esplanade. Lalu pada tahun 1942, berubah menjadi Fukuraido yang juga bermakna “lapangan di tengah kota”. (ris/yaa)