MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merilis harta kekayaan penyelenggara negara baru-baru ini. Khusus Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Edy Rahmayadi, melalui situs e-LHKPN KPK, Jumat (10/9), diketahui mengalami penurunan usai menjadi Gubsu sejak 2018. Penurunan tercatat hingga Rp8 miliar.
Berdasarkan situs e-LHKPN KPK, Edy Rahmayadi pertama kali melaporkan hartanya sebagai Gubsu pada 5 Maret 2019. Harta yang dilaporkan merupakan kekayaan Edy pada 2018.
Dalam LHKPN periodik 2018, Edy tercatat memiliki 15 bidang tanah dan bangunan dengan total nilai Rp15,9 miliar. Tanah tersebut tersebar di Medan, Bogor, Delisedang, Binjai, serta Kampar, Riau.
Edy juga tercatat memiliki harta berupa dua unit mobil yakni Honda Jazz 2011 dan Honda Jazz 2015. Totalnya berjumlah Rp360 juta. Dia tercatat memiliki harta bergerak lain Rp193 juta serta kas dan setara kas Rp7,1 miliar. Hartanya berjumlah Rp23.631.963.468 (Rp23,6 miliar).
Pada LHKPN periodik 2019, Edy tercatat memiliki 15 bidang tanah dan bangunan bernilai Rp15,9 miliar. Edy juga tercatat masih memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp193 juta.
Edy tercatat tak lagi memiliki kendaraan pada LHKPN 2019. Selain itu, harta berupa kas dan setara kas Edy tercatat berkurang menjadi Rp 645 juta. Dia tercatat tak memiliki utang. Total harta Edy pada 2019 berjumlah Rp16.743.729.194 (Rp16,7 miliar).
Selanjutnya Edy tercatat menyerahkan LHKPN periodik 2020 pada 1 Februari 2021. Pada tahun ini, harta Edy yang dilaporkan juga berkurang. Dia melaporkan memiliki 12 bidang tanah dan bangunan pada 2020. Total nilainya berjumlah Rp12,1 miliar.
Bahkan mantan Pangkostrad itu tetap tak memiliki alat transportasi pada LHKPN 2020. Dia tercatat masih memiliki harta bergerak Rp193 juta. Edy tercatat memiliki kas dan setara kas Rp3 miliar dan tak memiliki utang. Total harta Edy pada 2020 berjumlah Rp15.396.212.690 (Rp15,3 miliar).
Lantas seperti apa persepsi publik atas kabar tersebut? Dari aspek politik, menurut pengamat politik, Faisal Riza, masyarakat tidak perlu mengalihkan perhatian soal berkurangnya harta Gubsu Edy. Melainkan tetap fokus mengawasi dan menuntut kinerja, apa lagi sekarang pengendalian pandemi ini serius harus ditangani.
“Saya melihatnya begini. Pertama, kita apresiasi laporan soal harta kekayaan Gubsu ini. Yang penting, kurangnya harta tidak mengurangi konsentrasi bekerja untuk masyarakat,” katanya menjawab Sumut Pos, Rabu (15/9).
Kata Riza, paling terpenting lagi adalah, kinerja Gubsu Edy harus terus meningkat guna mewujudkan visi misinya bersama wakilnya, Musa Rajekshah (Ijeck), yakni “Sumut Aman, Maju, dan Bermartabat”, sebagaimana pula sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Sumut 2018-2023. Apalagi, pasangan berakronim Eramas saat Pilgubsu 2018 lalu, memiliki sisa jabatan dua tahun lagi memimpin Provinsi Sumut.
“Ya (harus meningkatkan kinerjanya). Secara singkat memang bisa menuai simpati publik dan berpengaruh, (tapi) secara elektoral apa iya memang begitu? Belum tentu. Tergantung persepsi masing-masing orang. Kalau saya sih gak tertarik,” pungkas dosen Universitas Islam Negeri Sumut (UINSU) tersebut.
Sedangkan pemerhati transparansi keuangan di Sumut menilai, kabar berkurangnya harta kekayaan Gubsu Edy ini, cukup menarik. “Saya pikir ini cukup menarik. Apabila di daerah lain kekayaan (pejabat di daerah) bertambah, tapi untuk beliau (Edy Rahmayadi) justru berkurang,” ujar mantan sekretaris Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut, Elfenda Ananda.
Dari sisi operasional, menurut dia, kepala daerah punya biaya operasional yang jumlahnya besar. Terlebih semua kebutuhan kepala daerah ditanggung oleh dana APBD.
“Selain itu beliau punya pendapatan insentif dari PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang resmi diatur dalam Undang-undang. Akan tetapi mungkin saja, Gubsu punya kebutuhan pribadi yang tidak diketahui oleh publik selama tiga tahun ini,” tutup pria yang akrab disapa El tersebut. (prn)