27.8 C
Medan
Tuesday, May 28, 2024

Takut Ricuh, Eksekusi Tanah Jalan Jati Batal

MEDAN-Rencana eksekusi lahan seluas 70.506,45 M2 di Jalan Jati, Kelurahan Pulo Brayan Bengkel, Kecamatan Medan Timur, yang dilakukan Pengadilan Negeri Medan, Rabu (16/11), ditunda. Pasalnya, Polresta Medan tidak mengeluarkan surat pengamanan eksekusi karena takut terjadi kericuhan.

Kapolresta Medan Kombes Pol Tagam Sinaga melalui Kabag Ops Kompol Yushfi Nasution mengatakan, rencana polisi akan melakukan mediasi lagi dengan memanggil kedua bela pihak baik itu PN Medan dan warga Jalan Jati di Mapolresta Medan.

“Kita akan memanggil kedua bela pihak untuk membicarkan kembali permasalahan ini secara mediasi yang akan kita lakukan di Mapolresta Medan kalau tak Kamis (17/11) mungkin Jumat (18/11),” ungkap Yushfi.

Mantan Kapolsekta Medan Baru ini menjelaskan sebelumnya pihak PN Medan sudah melampirkan surat pengaman eksekusi kepada polisi, namun surat pengaman itu tidak dikeluarkan karena polisi tidak mau menimbulkan gejolak di tengah masyarakat yang sedang bertikai.

“PN Medan sudah melampirkan surat bahwa Rabu (16/11) akan dilakukan eksekusi di lokasi tersebut. Kita melihat kondisi kurang kondusif dan polisi tidak mau menimbulkan gejolak di tengah masyarakat akibat eksekusi itu. Jadi Polresta Medan tidak membalas surat tersebut hanya kita lampirakan kembali ke PN Medan untuk menunda dilakukannya eksekusi,” beber Yushfi.

Saat disinggung sampai kapan waktu penundaan eksekusi, Yusfhi mengungkapkan belum tahu. “Belum tahu sampai kapan dan kapan. Kita lihat saja kapan lokasi aman untuk dilakukan eksekusi,” kata Yusfhi.

Sementara itu kuasa hukum warga Jalan Jati, Djonggi M Simorangkir saat di hubungi Sumut Pos mengungkapkan pihaknya  sudah mengethaui eksekusi ditunda oleh PN Medan. Namun dirinya bersama warga tetap mempertahankan rumah yang berdiri di atas tanah sengketa tersebut.

“Saya sudah mengetahui eksekusi batal dilakukan, namun saya dan warga tetap mempertahankan tanah tersebut dengan menempuh jalur hukum kembali sehingga hak-hak dan harta warga tidak dirampas oleh orang-orang yang mengaku-mengaku sebagai pemilik tanah,” ungkap Djonggi.

Dirinya menyambut baik mediasi kembali dilakukan oleh Polresta Medan, namun sampai saat ini dirinya maupun warga belum mendapat udangan mediasi dari Polresta Medan.

“Saya menyambut baik mediasi yang dilakukan pihak kepolisian kembali yang akan mempertemukan kita bersama PN Medan, menurut saya itu bagus kita akan membicarakan kembali duduk dari permasalahan awal sehingga polisi mengerti apa yang menjadi ketakutan masyarakat selama ini atas permasalahan ini,” ujar Djonggi.

Marice Siahaan (67), warga Jalan Jati yang ditemui di lokasi mengatakan sudah tinggal di lokasi itu sejak tahun 1975 dan tahun 1979 telah memiliki sertifikat tanah yang dikeluarkan resmi oleh BPN. Bahkan, sertifikat tersebut sudah digunakannya ke Bank Mandiri untuk meminjam uang dan tidak bermasalah.

“Kalau lahan yang kami miliki ini bermasalah, mana mungkin pihak BPN mau mengeluarkan sertifikat dan pihak bank mau memberikan pinjaman kepada kami. Ini karena lahan yang kami miliki sah secara hukum milik kami dan semua warga di sini,” tandasnya.

Terpisah, puluhan massa yang mengatasnamakan Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Pelindung Tanah Rakyat (GEMPITA) menggelar aksi demo di depan gedung Pengadilan Negeri Medan Selasa (15/11). Dalam aksinya, massa menuding hakim di Pengadilan Negeri (PN) Medan telah bekerjasama dengan mafia tanah. “Nggak mungkin kami kalah, karena kami pemegang sertifikat tanah tersebut,”ujar koordinator aksi, Febriandi Ginting.

Kedatangan massa Gempita ini, untuk menggelar orasinya dan protes terhadap PN Medan, yang akan melakukan eksekusi tanah di Jalan Jati Krakatau Medan. Massa yang berkeinginan bertemu dengan Ketua PN Medan tak ditanggapi hingga akhirnya massa meninggalkan PN Medan dengan rasa kekecewaan.

Sekadar diketahui, perseteruan persoalan tanah antara Abdul Kiram Cs yang menggugat Ruslim Lugianto. Setelah melalui proses persidangan, majelis hakim yang diketuai Dolman Sinaga SH memenangkan Abdul Kiram sesuai dengan  perkara No 113/Pdt.G/2006/PNMedan. Dilanjutkan pada tanggal 27 Juni 2011 pengadilan melakukan eksekusi  tanah seluas 70.506, 45 M2 berdasarkan penetapan eksekusi No 20/Eks/2010/113/Pdt.C/2006/PN Medan.(mag-7)

MEDAN-Rencana eksekusi lahan seluas 70.506,45 M2 di Jalan Jati, Kelurahan Pulo Brayan Bengkel, Kecamatan Medan Timur, yang dilakukan Pengadilan Negeri Medan, Rabu (16/11), ditunda. Pasalnya, Polresta Medan tidak mengeluarkan surat pengamanan eksekusi karena takut terjadi kericuhan.

Kapolresta Medan Kombes Pol Tagam Sinaga melalui Kabag Ops Kompol Yushfi Nasution mengatakan, rencana polisi akan melakukan mediasi lagi dengan memanggil kedua bela pihak baik itu PN Medan dan warga Jalan Jati di Mapolresta Medan.

“Kita akan memanggil kedua bela pihak untuk membicarkan kembali permasalahan ini secara mediasi yang akan kita lakukan di Mapolresta Medan kalau tak Kamis (17/11) mungkin Jumat (18/11),” ungkap Yushfi.

Mantan Kapolsekta Medan Baru ini menjelaskan sebelumnya pihak PN Medan sudah melampirkan surat pengaman eksekusi kepada polisi, namun surat pengaman itu tidak dikeluarkan karena polisi tidak mau menimbulkan gejolak di tengah masyarakat yang sedang bertikai.

“PN Medan sudah melampirkan surat bahwa Rabu (16/11) akan dilakukan eksekusi di lokasi tersebut. Kita melihat kondisi kurang kondusif dan polisi tidak mau menimbulkan gejolak di tengah masyarakat akibat eksekusi itu. Jadi Polresta Medan tidak membalas surat tersebut hanya kita lampirakan kembali ke PN Medan untuk menunda dilakukannya eksekusi,” beber Yushfi.

Saat disinggung sampai kapan waktu penundaan eksekusi, Yusfhi mengungkapkan belum tahu. “Belum tahu sampai kapan dan kapan. Kita lihat saja kapan lokasi aman untuk dilakukan eksekusi,” kata Yusfhi.

Sementara itu kuasa hukum warga Jalan Jati, Djonggi M Simorangkir saat di hubungi Sumut Pos mengungkapkan pihaknya  sudah mengethaui eksekusi ditunda oleh PN Medan. Namun dirinya bersama warga tetap mempertahankan rumah yang berdiri di atas tanah sengketa tersebut.

“Saya sudah mengetahui eksekusi batal dilakukan, namun saya dan warga tetap mempertahankan tanah tersebut dengan menempuh jalur hukum kembali sehingga hak-hak dan harta warga tidak dirampas oleh orang-orang yang mengaku-mengaku sebagai pemilik tanah,” ungkap Djonggi.

Dirinya menyambut baik mediasi kembali dilakukan oleh Polresta Medan, namun sampai saat ini dirinya maupun warga belum mendapat udangan mediasi dari Polresta Medan.

“Saya menyambut baik mediasi yang dilakukan pihak kepolisian kembali yang akan mempertemukan kita bersama PN Medan, menurut saya itu bagus kita akan membicarakan kembali duduk dari permasalahan awal sehingga polisi mengerti apa yang menjadi ketakutan masyarakat selama ini atas permasalahan ini,” ujar Djonggi.

Marice Siahaan (67), warga Jalan Jati yang ditemui di lokasi mengatakan sudah tinggal di lokasi itu sejak tahun 1975 dan tahun 1979 telah memiliki sertifikat tanah yang dikeluarkan resmi oleh BPN. Bahkan, sertifikat tersebut sudah digunakannya ke Bank Mandiri untuk meminjam uang dan tidak bermasalah.

“Kalau lahan yang kami miliki ini bermasalah, mana mungkin pihak BPN mau mengeluarkan sertifikat dan pihak bank mau memberikan pinjaman kepada kami. Ini karena lahan yang kami miliki sah secara hukum milik kami dan semua warga di sini,” tandasnya.

Terpisah, puluhan massa yang mengatasnamakan Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Pelindung Tanah Rakyat (GEMPITA) menggelar aksi demo di depan gedung Pengadilan Negeri Medan Selasa (15/11). Dalam aksinya, massa menuding hakim di Pengadilan Negeri (PN) Medan telah bekerjasama dengan mafia tanah. “Nggak mungkin kami kalah, karena kami pemegang sertifikat tanah tersebut,”ujar koordinator aksi, Febriandi Ginting.

Kedatangan massa Gempita ini, untuk menggelar orasinya dan protes terhadap PN Medan, yang akan melakukan eksekusi tanah di Jalan Jati Krakatau Medan. Massa yang berkeinginan bertemu dengan Ketua PN Medan tak ditanggapi hingga akhirnya massa meninggalkan PN Medan dengan rasa kekecewaan.

Sekadar diketahui, perseteruan persoalan tanah antara Abdul Kiram Cs yang menggugat Ruslim Lugianto. Setelah melalui proses persidangan, majelis hakim yang diketuai Dolman Sinaga SH memenangkan Abdul Kiram sesuai dengan  perkara No 113/Pdt.G/2006/PNMedan. Dilanjutkan pada tanggal 27 Juni 2011 pengadilan melakukan eksekusi  tanah seluas 70.506, 45 M2 berdasarkan penetapan eksekusi No 20/Eks/2010/113/Pdt.C/2006/PN Medan.(mag-7)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/