25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Pelamar Berharap Sistem Rangking

Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ujian Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2018 yang dilaksanakan mulai 26 Oktober 2018 hingga 17 November 2018 menuai banyak protes dari para peserta SKD CPNS 2018. Banyak peserta yang gugur di tahap ini dan harus merelakan impiannya untuk menjadi ASN 2019 karena nilai Tes Kepribadian Pribadi (TKP) tidak memenuhi nilai ambang batas (passing grade).

CASN yang mengikuti ujian seleksi kompetensi dasar (SKD) namun kalah, sangat berharap agar kebijakan sistem perangkingan dapat diberlakukan pemerintah. Sebab, dari tiga bagian mengikuti tes SKD, passing grade atau ambang batas penilaian terendah hanya di tes karakteristik pribadi (TKP).

“Dari berita yang saya baca, pemerintah sedang menggodok kebijakan baru ini. Ya, harapannya semoga saja memakai sistem rangking atau peringkat dibanding menurunkan passing grade,” kata Andri Kurniawan, seorang pelamar CASN 2018 kepada Sumut Pos, Kamis (15/11).

Dia menceritakan, dari tiga bidang tes yang diujikan saat SKD, hanya TKP yang tidak mampu melewati passing grade. Untuk kerumitan soalnya, menurut dia tidak begitu sulit, hanya saja ambang batas nilai yang diminta yakni 143. “Saya dapatnya cuma 133 (skor TKP).

Kalau dihitung total mudah-mudahan bisa lolos. Karena dua bidang lain (TIU dan TKW) nilai saya tinggi. Keduanya itu saya dapat masing-masing 110. Bahkan dari nilai total cuma diminta 298. Jika dihitung skor saya dari ketiga tes itu, kan tentu sudah lebih,” katanya.

Andri sendiri mencoba peruntungan pada formasi apoteker di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa, Provinsi Aceh. Ia optimis jika akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan memakai sistem ranking berdasarkan skor dari ketiga tes tersebut, kansnya lolos ke tahap seleksi kompetensi bidang (SKB) terbuka lebar.

“Itulah harapannya. Apalagi kan katanya terlalu rendah tingkat kelulusan (ujian SKD) akibat tingginya passing grade. Dan memang rata-rata banyak kalah di TKP itu. Kawan saya yang satu rumah saja mengalami nasib kayak saya. Jika ditotal dia punya nilai 332 tapi kalah dua poin saja di TKP, dan gugur,” kata warga Sumatera Barat itu.

“Dibilang sulit sih enggak juga ya, cuma kan waktunya (menjawab 100 soal) hanya 90 menit. Udah gitu soalnya itu panjang. Membutuhkan analisa kita sebelum menjawab. Seperti kalau Anda jadi ini, apa yang harus Anda lakukan. Jadi kita harus membaca dulu semua pilihannya,” katanya.

Senasib dengan Andri, Joandro Parulian Lubis juga mengungkapkan asa supaya pemerintah mengambil kebijakan dalam sistem perangkingan bagi peserta yang gagal ujian SKD, lantaran kalah di passing grade TKP. “Nilai TKP-ku cuma dapat 130-an, dari 143 ambang batas yang ditetapkan. Yang dua lagi, TWK aku dapat 200 dan TIU dapat 80,” katanya.

Dia menuturkan soal-soal di TKP banyak yang menjebak dan ada kriteria khusus dari panitia atas jawaban yang dipilih peserta. Dalam satu soal itu pun, sebut pria yang akrab disapa Jo, biasa terdapat dua masalah. “Contohnya begini, ‘bos kamu menyuruh kamu mengerjakan tugas sampai sore nanti, dan harus selesai hari itu juga. Setengah jam kemudian istri kamu menelepon bilang anak kamu sakit, lantas apa yang kamu lakukan’?

Lalu kita pilihlah ada lima opsi jawaban dibawah. Aku pilih yang lebih utamakan anak sakit, tapi malah salah. Dijawabnya sebagai pegawai profesional harus mengutamakan pekerjaan daripada anak,” katanya yang mencoba formasi sebagai CASN di Badan Ekonomi Kreatif di bawah Kementerian Perekonomian. “Soal-soalnya banyak yang menjebak. Udah gitu kriteria jawabannya kita gak tahu seperti apa,” imbuh Jo.

Saat ini dirinya mengaku masih menunggu pemerintah yang tengah menggodok kebijakan baru atas banyaknya peserta ujian SKD yang gagal. Apalagi jika dilihat dari skor yang ia peroleh dari ketiga tes, berada diangka yang lumayan tinggi. “Sekitar 300 lebih jugalah skor yang kudapat. Aku optimis bisa masuk jika pakai sistem ranking nanti. Tapi kitakan masih menunggu juga sampai saat ini. Bisa saja yang sudah lulus malah berontak kalau nanti diberlakukan perankingan,” katanya.

Agnesia, pelamar lainnya mengaku kesulitan dalam menjawab soal yang berkaitan dengan TKP. Menurutnya sulit membedakan mana pilihan jawaban yang tepat atau paling baik di antara pilihan yang ada. Menurutnya, antara benar dan salah atau baik-kurang baik sangat tipis, sehingga kesannya tidak ada yang tidak baik. “Pilihan jawabannya hampir semua positif dan bagus. Jadi karena hampir sama, sulit untuk dibedakan. Kesannya semua bagus jawabannya. Kita harus memilih mana yang paling baik,” ujarnya.

Selain itu, menurutnya waktu ujian dengan jumlah 100 soal, kurang pas. Apalagi ada beberapa soal yang menggunakan materi atau penjelasan yang cukup panjang. Sehinga untuk membaca dan menelaah pertanyaan, mereka membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Ditambah lagi mempertimbangkan jawaban mana yang paling tepat dan benar.

Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ujian Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2018 yang dilaksanakan mulai 26 Oktober 2018 hingga 17 November 2018 menuai banyak protes dari para peserta SKD CPNS 2018. Banyak peserta yang gugur di tahap ini dan harus merelakan impiannya untuk menjadi ASN 2019 karena nilai Tes Kepribadian Pribadi (TKP) tidak memenuhi nilai ambang batas (passing grade).

CASN yang mengikuti ujian seleksi kompetensi dasar (SKD) namun kalah, sangat berharap agar kebijakan sistem perangkingan dapat diberlakukan pemerintah. Sebab, dari tiga bagian mengikuti tes SKD, passing grade atau ambang batas penilaian terendah hanya di tes karakteristik pribadi (TKP).

“Dari berita yang saya baca, pemerintah sedang menggodok kebijakan baru ini. Ya, harapannya semoga saja memakai sistem rangking atau peringkat dibanding menurunkan passing grade,” kata Andri Kurniawan, seorang pelamar CASN 2018 kepada Sumut Pos, Kamis (15/11).

Dia menceritakan, dari tiga bidang tes yang diujikan saat SKD, hanya TKP yang tidak mampu melewati passing grade. Untuk kerumitan soalnya, menurut dia tidak begitu sulit, hanya saja ambang batas nilai yang diminta yakni 143. “Saya dapatnya cuma 133 (skor TKP).

Kalau dihitung total mudah-mudahan bisa lolos. Karena dua bidang lain (TIU dan TKW) nilai saya tinggi. Keduanya itu saya dapat masing-masing 110. Bahkan dari nilai total cuma diminta 298. Jika dihitung skor saya dari ketiga tes itu, kan tentu sudah lebih,” katanya.

Andri sendiri mencoba peruntungan pada formasi apoteker di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa, Provinsi Aceh. Ia optimis jika akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan memakai sistem ranking berdasarkan skor dari ketiga tes tersebut, kansnya lolos ke tahap seleksi kompetensi bidang (SKB) terbuka lebar.

“Itulah harapannya. Apalagi kan katanya terlalu rendah tingkat kelulusan (ujian SKD) akibat tingginya passing grade. Dan memang rata-rata banyak kalah di TKP itu. Kawan saya yang satu rumah saja mengalami nasib kayak saya. Jika ditotal dia punya nilai 332 tapi kalah dua poin saja di TKP, dan gugur,” kata warga Sumatera Barat itu.

“Dibilang sulit sih enggak juga ya, cuma kan waktunya (menjawab 100 soal) hanya 90 menit. Udah gitu soalnya itu panjang. Membutuhkan analisa kita sebelum menjawab. Seperti kalau Anda jadi ini, apa yang harus Anda lakukan. Jadi kita harus membaca dulu semua pilihannya,” katanya.

Senasib dengan Andri, Joandro Parulian Lubis juga mengungkapkan asa supaya pemerintah mengambil kebijakan dalam sistem perangkingan bagi peserta yang gagal ujian SKD, lantaran kalah di passing grade TKP. “Nilai TKP-ku cuma dapat 130-an, dari 143 ambang batas yang ditetapkan. Yang dua lagi, TWK aku dapat 200 dan TIU dapat 80,” katanya.

Dia menuturkan soal-soal di TKP banyak yang menjebak dan ada kriteria khusus dari panitia atas jawaban yang dipilih peserta. Dalam satu soal itu pun, sebut pria yang akrab disapa Jo, biasa terdapat dua masalah. “Contohnya begini, ‘bos kamu menyuruh kamu mengerjakan tugas sampai sore nanti, dan harus selesai hari itu juga. Setengah jam kemudian istri kamu menelepon bilang anak kamu sakit, lantas apa yang kamu lakukan’?

Lalu kita pilihlah ada lima opsi jawaban dibawah. Aku pilih yang lebih utamakan anak sakit, tapi malah salah. Dijawabnya sebagai pegawai profesional harus mengutamakan pekerjaan daripada anak,” katanya yang mencoba formasi sebagai CASN di Badan Ekonomi Kreatif di bawah Kementerian Perekonomian. “Soal-soalnya banyak yang menjebak. Udah gitu kriteria jawabannya kita gak tahu seperti apa,” imbuh Jo.

Saat ini dirinya mengaku masih menunggu pemerintah yang tengah menggodok kebijakan baru atas banyaknya peserta ujian SKD yang gagal. Apalagi jika dilihat dari skor yang ia peroleh dari ketiga tes, berada diangka yang lumayan tinggi. “Sekitar 300 lebih jugalah skor yang kudapat. Aku optimis bisa masuk jika pakai sistem ranking nanti. Tapi kitakan masih menunggu juga sampai saat ini. Bisa saja yang sudah lulus malah berontak kalau nanti diberlakukan perankingan,” katanya.

Agnesia, pelamar lainnya mengaku kesulitan dalam menjawab soal yang berkaitan dengan TKP. Menurutnya sulit membedakan mana pilihan jawaban yang tepat atau paling baik di antara pilihan yang ada. Menurutnya, antara benar dan salah atau baik-kurang baik sangat tipis, sehingga kesannya tidak ada yang tidak baik. “Pilihan jawabannya hampir semua positif dan bagus. Jadi karena hampir sama, sulit untuk dibedakan. Kesannya semua bagus jawabannya. Kita harus memilih mana yang paling baik,” ujarnya.

Selain itu, menurutnya waktu ujian dengan jumlah 100 soal, kurang pas. Apalagi ada beberapa soal yang menggunakan materi atau penjelasan yang cukup panjang. Sehinga untuk membaca dan menelaah pertanyaan, mereka membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Ditambah lagi mempertimbangkan jawaban mana yang paling tepat dan benar.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/