28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

MA Menolak Membuat Fatwa, Ahok Urung Nonaktif

Foto: Ricardo/JPNN
Mendagri, Tjahjo Kumolo, tetap pada keputusannya mengaktifkan Gubernur petahana DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama, setelah MA menolak memberikan fatwa.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mahkamah Agung menolak memberikan fatwa atas kasus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Alhasil, Mendagri Tjahjo Kumolo pun tetap pada pendiriannya untuk tidak menonaktifkan Ahok, panggilan Basuki, sampai statusnya jelas. Sehingga, untuk saat ini Ahok tetap akan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Menurut Tjahjo, pihaknya tidak bisa memaksa MA untuk membuat fatwa atas sebuah persoalan. ’’Statemen beliau (Hatta Ali) kan sudah ada, menyerahkan sepenuhnya kepada mendagri,’’ ujarnya di kompleks istana Kepresidenan, Kamis (16/2). Karena itu, Mendagri tetap pada keputusannya sejak semula.

Mantan Sekjen PDIP itu menuturkan, dia yakin antara UU pemda dan dakwaan ada yang multitafsir. Karena itu, dia akan mempertanggungjawabkan keputusannya kepada presiden. ’’Belum memberhentikan sementara. Belum lho ya (bukan tidak memberhentikan),” lanjutnya.

Dia belum menonaktifkan Ahok karena aturannya masih multitafsir. Memang ada perbedaan pendapat dalam menyikapi aturan penonaktifan kepala daerah yang terjerat kasus pidana. Karena itu, dia meminta fatwa dari MA. Meskipun MA belum menyampaikan surat resmi, namun statemen Hatta Ali dirasa sudah cukup menjadi dasar pihaknya untuk bersikap. ’’Kalau saya, ya (yakin) benar,’’ tambahnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menuturkan, keputusan MA untuk tidak memberikan fatwa itu sangat tepat. Sebab, pemberian fatwa itu dikhawatirkan bisa perpengaruh pada keputusan hakim. Apalagi peradilan untuk kasus Ahok itu sedang berjalan.

”Sekarang keputusan ada di presiden, bukan Mendagri. Karena yang melantik dan memberhentikan gubernur itu presiden,” tegas dia.

Ketentuan pemberhentian sementara gubernur yang menjadi kewenangan presiden itu diatur dalam pasal 83 ayat (3) undang-undang 23/2004 Pemerintah Daerah. Sedangkan kewenangan menteri untuk memberhentikan sementara walikota atau bupati. ”Menteri (dalam pemberhentian gubernur, red) sebagai pembantu presiden itu tidak punya otoritas,” tegas dia.

Margarito menjabarkan, tidak ada yang multitafsir dalam pasal 83 tentang pemberhentian sementara itu. Kepala daerah diberhentikan sementara atas dasar dakwaan tindak pidana minimal lima tahun, tindak pidana korupsi, terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah negara. ”Bunyi ayat berikutnya juga jelas. Diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan,” imbuh dia.

Dalam perkara Ahok di Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu, dia didakwa alternatif Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP. Ancaman hukuman pidana tersebut selama-lamanya lima tahun. ”Jadi beririsan dakwaan minimal lima tahun dan ancaman pidana selama-lamanya lima tahun,” jelas Margarito.

Foto: Ricardo/JPNN
Mendagri, Tjahjo Kumolo, tetap pada keputusannya mengaktifkan Gubernur petahana DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama, setelah MA menolak memberikan fatwa.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mahkamah Agung menolak memberikan fatwa atas kasus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Alhasil, Mendagri Tjahjo Kumolo pun tetap pada pendiriannya untuk tidak menonaktifkan Ahok, panggilan Basuki, sampai statusnya jelas. Sehingga, untuk saat ini Ahok tetap akan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Menurut Tjahjo, pihaknya tidak bisa memaksa MA untuk membuat fatwa atas sebuah persoalan. ’’Statemen beliau (Hatta Ali) kan sudah ada, menyerahkan sepenuhnya kepada mendagri,’’ ujarnya di kompleks istana Kepresidenan, Kamis (16/2). Karena itu, Mendagri tetap pada keputusannya sejak semula.

Mantan Sekjen PDIP itu menuturkan, dia yakin antara UU pemda dan dakwaan ada yang multitafsir. Karena itu, dia akan mempertanggungjawabkan keputusannya kepada presiden. ’’Belum memberhentikan sementara. Belum lho ya (bukan tidak memberhentikan),” lanjutnya.

Dia belum menonaktifkan Ahok karena aturannya masih multitafsir. Memang ada perbedaan pendapat dalam menyikapi aturan penonaktifan kepala daerah yang terjerat kasus pidana. Karena itu, dia meminta fatwa dari MA. Meskipun MA belum menyampaikan surat resmi, namun statemen Hatta Ali dirasa sudah cukup menjadi dasar pihaknya untuk bersikap. ’’Kalau saya, ya (yakin) benar,’’ tambahnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menuturkan, keputusan MA untuk tidak memberikan fatwa itu sangat tepat. Sebab, pemberian fatwa itu dikhawatirkan bisa perpengaruh pada keputusan hakim. Apalagi peradilan untuk kasus Ahok itu sedang berjalan.

”Sekarang keputusan ada di presiden, bukan Mendagri. Karena yang melantik dan memberhentikan gubernur itu presiden,” tegas dia.

Ketentuan pemberhentian sementara gubernur yang menjadi kewenangan presiden itu diatur dalam pasal 83 ayat (3) undang-undang 23/2004 Pemerintah Daerah. Sedangkan kewenangan menteri untuk memberhentikan sementara walikota atau bupati. ”Menteri (dalam pemberhentian gubernur, red) sebagai pembantu presiden itu tidak punya otoritas,” tegas dia.

Margarito menjabarkan, tidak ada yang multitafsir dalam pasal 83 tentang pemberhentian sementara itu. Kepala daerah diberhentikan sementara atas dasar dakwaan tindak pidana minimal lima tahun, tindak pidana korupsi, terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah negara. ”Bunyi ayat berikutnya juga jelas. Diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan,” imbuh dia.

Dalam perkara Ahok di Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu, dia didakwa alternatif Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP. Ancaman hukuman pidana tersebut selama-lamanya lima tahun. ”Jadi beririsan dakwaan minimal lima tahun dan ancaman pidana selama-lamanya lima tahun,” jelas Margarito.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/