25 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

R-APBD 2019 Kota Medan, RP 1,7 T Bangun Infrastruktur

Sutan Siregar
BERLUBANG: Median jalan berlubang di Jalan Putri Hijau Medan. Pemko Medan mengalokasikan Rp1,7 triliun untuk pembangunan jalan, drainase dan sejumlah infrastruktur lainnya.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota (Pemko) Medan mengalokasikan Anggaran Belanja Pembangunan Daerah (APBD) tahun 2019 sebesar Rp1,7 triliun untuk pembangunan dan perawatan infrastruktur di Kota Medan Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution mengatakan, dari perencanaan anggaran sebesar Rp1,7 triliun, sebanyak Rp675,8 dialokasikan ke Dinas Pekerjaan Umum (PU) untuk perawatan, pembangunan jalan dan drainase.

Sementara untuk Dinas Perumahan dan Pemukiman, anggaran yang direncanakan sebesar Rp546,5 miliar serta Dinas Kebersihan dan Pertamanan Rp568,4 miliar.”Total anggaran yang dialokasikan untuk infrastruktur sekitar Rp1,7 triliun dari total anggaran belanja langsung Rp3,87 triliun,” ujarnya, Selasa (16/10).

Pemko Medan, katanya, pada tahun depan untuk mengatasi banjir masih melakukan normalisasi drainase yang sudah puluhan tahun tidak terawat. “Tahun depan kita fokuskan terhadap normalisasi drainase. Sudah puluhan tahun tidak dirawat. Normalisasi dilakukan dari parit-parit yang sudah ada, menyambungkan antar drainase supaya mengalir,” tuturnya saat diwawancarai wartawan di ruang kerjanya.

Untuk pembangunan jalan, sambung Akhyar, pada tahun depan juga selain mengatasi banjir juga difokuskan ke jalan-jalan kecil. “Banjir merupakan kasus mikro dan makro. Jadi, banjir bukan hanya urusan Pemko Medan tetapi melibatkan Balai Wilayah Sungai (BWS). Untuk itu, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) bersama BWS dalam mengatasi banjir,” sebutnya.

Selain itu, lanjut dia, untuk mengatasi banjir dibutuhkan peran serta masyarakat. Salah satunya, dengan membangun tempat serapan atau resapan air di rumah. Menurut dia, penanganan banjir ini bisa dilakukan dengan banyak cara seperti lewat biopori (membuat lubang resapan air ke dalam tanah). Makanya, diharapkan setiap rumah tangga ada biopori dan juga taman-taman.

“Kita meminta kepada masyarakat paling tidak halaman rumahnya jangan dibeton atau disemen, biarkanlah dalam kondisi tanah terbuka. Sehingga, ketika hujan turun airnya bisa terserap ke dalam tanah,” kata Akhyar.

Namun, lanjut Akhyar, saat ini semua rumah rata-rata ditutup dengan semen halamannya. Akibatnya, air tidak bisa terserap ke dalam tanah dan masuk ke dalam parit atau drainase hingga meluap. “Makanya, kita berharap kepada warga Kota Medan mari sama-sama kita atasi persoalan banjir ini karena banyak cara untuk mengatasinya. Harus secara bersama-sama dan bukan hanya Pemko Medan saja melainkan masyarakatnya juga,” ucapnya.

Akhyar mengimbau, bagi yang membangun ruko diminta membuat flying garden sebagai kompensasi. Misalnya, di atas ruko dibangun taman dan itu bisa menampung air. Atau, membangun halaman dan mempasang pot bunga atau menanam pohon. “Ini semua bisa menahan air atau menyerap ketika hujan turun. Dengan begitu, ketika turun hujan air tidak langsung mengalir ke parit karena sudah terserap lebih dulu,” tuturnya.

Cara lain mengatasi banjir, sambung Akhyar, membuat waduk yang dibangun di suatu tempat seperti pada bagian selatan kawasan Kota Medan. Sebab, di tengah kota tidak ada lagi lahan yang menjadi kendala utama.

Pengamat tata kota dari Universitas Pancabudi Medan Bhakti Alamsyah mengatakan, banjir bukanlah merupakan isu baru. Pemko Medan, katanya, sudah melakukan penanganan banjir secara parsial. Meski demikian, harus ada penanganan berkelanjutan, tidak hanya sampai pada pendalaman pada drainase saja.”Pengorekan parit yang dalam dibuat, apakah yang dibuat sudah sejalan dengan mapping? Kemana aliran air ke drainase itu dibuang setelah itu? Itu yang harus diselesaikan,” ujarnya.

Ia mengatakan, penanganan banjir bisa mengoptimalkan fungsi dari kanal dan gorong-gorong yang besar. “Coba lihat kanal di Marindal, apakah sudah berfungsi. Selain itu, bisa juga mencari danau buatan sebagai tempat penampungan atau pengaliran air sementara,” katanya.

Artinya, lanjut Bakti, pembangunan kota tidak bisa dilihat secara per sektor. Katanya, harus dibanangun berdasar mapping. “Mana daerah yang paling rendah, dibangun pompa kalau di daerah yang tidak mengalir,” ujarnya.

Pemko, katanya, juga harus mengeluarkan kebijakan untuk daerah yang menjadi serapan air. Misalnya seperti kebijakan perumahan dan taman betapa pentingnya serapan air. (ris/ila)

Sutan Siregar
BERLUBANG: Median jalan berlubang di Jalan Putri Hijau Medan. Pemko Medan mengalokasikan Rp1,7 triliun untuk pembangunan jalan, drainase dan sejumlah infrastruktur lainnya.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota (Pemko) Medan mengalokasikan Anggaran Belanja Pembangunan Daerah (APBD) tahun 2019 sebesar Rp1,7 triliun untuk pembangunan dan perawatan infrastruktur di Kota Medan Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution mengatakan, dari perencanaan anggaran sebesar Rp1,7 triliun, sebanyak Rp675,8 dialokasikan ke Dinas Pekerjaan Umum (PU) untuk perawatan, pembangunan jalan dan drainase.

Sementara untuk Dinas Perumahan dan Pemukiman, anggaran yang direncanakan sebesar Rp546,5 miliar serta Dinas Kebersihan dan Pertamanan Rp568,4 miliar.”Total anggaran yang dialokasikan untuk infrastruktur sekitar Rp1,7 triliun dari total anggaran belanja langsung Rp3,87 triliun,” ujarnya, Selasa (16/10).

Pemko Medan, katanya, pada tahun depan untuk mengatasi banjir masih melakukan normalisasi drainase yang sudah puluhan tahun tidak terawat. “Tahun depan kita fokuskan terhadap normalisasi drainase. Sudah puluhan tahun tidak dirawat. Normalisasi dilakukan dari parit-parit yang sudah ada, menyambungkan antar drainase supaya mengalir,” tuturnya saat diwawancarai wartawan di ruang kerjanya.

Untuk pembangunan jalan, sambung Akhyar, pada tahun depan juga selain mengatasi banjir juga difokuskan ke jalan-jalan kecil. “Banjir merupakan kasus mikro dan makro. Jadi, banjir bukan hanya urusan Pemko Medan tetapi melibatkan Balai Wilayah Sungai (BWS). Untuk itu, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) bersama BWS dalam mengatasi banjir,” sebutnya.

Selain itu, lanjut dia, untuk mengatasi banjir dibutuhkan peran serta masyarakat. Salah satunya, dengan membangun tempat serapan atau resapan air di rumah. Menurut dia, penanganan banjir ini bisa dilakukan dengan banyak cara seperti lewat biopori (membuat lubang resapan air ke dalam tanah). Makanya, diharapkan setiap rumah tangga ada biopori dan juga taman-taman.

“Kita meminta kepada masyarakat paling tidak halaman rumahnya jangan dibeton atau disemen, biarkanlah dalam kondisi tanah terbuka. Sehingga, ketika hujan turun airnya bisa terserap ke dalam tanah,” kata Akhyar.

Namun, lanjut Akhyar, saat ini semua rumah rata-rata ditutup dengan semen halamannya. Akibatnya, air tidak bisa terserap ke dalam tanah dan masuk ke dalam parit atau drainase hingga meluap. “Makanya, kita berharap kepada warga Kota Medan mari sama-sama kita atasi persoalan banjir ini karena banyak cara untuk mengatasinya. Harus secara bersama-sama dan bukan hanya Pemko Medan saja melainkan masyarakatnya juga,” ucapnya.

Akhyar mengimbau, bagi yang membangun ruko diminta membuat flying garden sebagai kompensasi. Misalnya, di atas ruko dibangun taman dan itu bisa menampung air. Atau, membangun halaman dan mempasang pot bunga atau menanam pohon. “Ini semua bisa menahan air atau menyerap ketika hujan turun. Dengan begitu, ketika turun hujan air tidak langsung mengalir ke parit karena sudah terserap lebih dulu,” tuturnya.

Cara lain mengatasi banjir, sambung Akhyar, membuat waduk yang dibangun di suatu tempat seperti pada bagian selatan kawasan Kota Medan. Sebab, di tengah kota tidak ada lagi lahan yang menjadi kendala utama.

Pengamat tata kota dari Universitas Pancabudi Medan Bhakti Alamsyah mengatakan, banjir bukanlah merupakan isu baru. Pemko Medan, katanya, sudah melakukan penanganan banjir secara parsial. Meski demikian, harus ada penanganan berkelanjutan, tidak hanya sampai pada pendalaman pada drainase saja.”Pengorekan parit yang dalam dibuat, apakah yang dibuat sudah sejalan dengan mapping? Kemana aliran air ke drainase itu dibuang setelah itu? Itu yang harus diselesaikan,” ujarnya.

Ia mengatakan, penanganan banjir bisa mengoptimalkan fungsi dari kanal dan gorong-gorong yang besar. “Coba lihat kanal di Marindal, apakah sudah berfungsi. Selain itu, bisa juga mencari danau buatan sebagai tempat penampungan atau pengaliran air sementara,” katanya.

Artinya, lanjut Bakti, pembangunan kota tidak bisa dilihat secara per sektor. Katanya, harus dibanangun berdasar mapping. “Mana daerah yang paling rendah, dibangun pompa kalau di daerah yang tidak mengalir,” ujarnya.

Pemko, katanya, juga harus mengeluarkan kebijakan untuk daerah yang menjadi serapan air. Misalnya seperti kebijakan perumahan dan taman betapa pentingnya serapan air. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/