26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Bukan Sekadar Jambur, Ini Memindahkan Budaya

Perbincangan kembali diambil Franz. “Baru tiga desa yang terbangun. 300-an rumah sesuai dengan jumlah KK. Di Bekerah ini ada seratusan rumah dan baru di sini yang ada penghuninya. Pada 2017 rencananya akan dibangun 2.000-an rumah lagi untuk para korban dari desa yang lain,” terangnya.

Suasana petang di kawasan berkabut itu layaknya acara talkshow di televisi. Franz, Akhirudin, dan Solihin saling bergantian memberikan keterangan.

“Sulitnya, ini bukan sekadar memindahkan orang. Tapi, memindahkan budaya! Bukan sekadar jambur, tata kehidupan mereka tentunya berubah,” cetus Franz sembari membayangkan pola kehidupan yang berubah akibat geografis yang berubah pula.

Begitulah, cukup banyak informasi dibagi. Begitu banyak kabar terdengar. Begitu banyak harap diucap. Dan, begitu banyak rasa yang terkata. Mereka sepertinya begitu rindu berbincang. “Di sini sepi, sering-seringlah kemari,” sebut Akhirudin.

Ya, mungkin Sumut Pos akan kembali. Bisa besok, bulan depan, atau bisa saja setelah 2017 ketika di lahan di atas awan itu telah dipenuhi rumah. Tak terbayang seperti apa keadaan Siosar setelah berdiri 2.300-an rumah. Mungkinkah menjadi kota baru yang lengkap dengan swalayan, bioskop, dan sebagainya?

Mendapati pertanyaan itu, Solihin hanya tersenyum. Dia memandang lurus ke depan, , segaris lurus dengan rumahnya, ke arah kabut. “Kalau udara terang, Sinabung terlihat di sana…,” pungkasnya. (*)

Perbincangan kembali diambil Franz. “Baru tiga desa yang terbangun. 300-an rumah sesuai dengan jumlah KK. Di Bekerah ini ada seratusan rumah dan baru di sini yang ada penghuninya. Pada 2017 rencananya akan dibangun 2.000-an rumah lagi untuk para korban dari desa yang lain,” terangnya.

Suasana petang di kawasan berkabut itu layaknya acara talkshow di televisi. Franz, Akhirudin, dan Solihin saling bergantian memberikan keterangan.

“Sulitnya, ini bukan sekadar memindahkan orang. Tapi, memindahkan budaya! Bukan sekadar jambur, tata kehidupan mereka tentunya berubah,” cetus Franz sembari membayangkan pola kehidupan yang berubah akibat geografis yang berubah pula.

Begitulah, cukup banyak informasi dibagi. Begitu banyak kabar terdengar. Begitu banyak harap diucap. Dan, begitu banyak rasa yang terkata. Mereka sepertinya begitu rindu berbincang. “Di sini sepi, sering-seringlah kemari,” sebut Akhirudin.

Ya, mungkin Sumut Pos akan kembali. Bisa besok, bulan depan, atau bisa saja setelah 2017 ketika di lahan di atas awan itu telah dipenuhi rumah. Tak terbayang seperti apa keadaan Siosar setelah berdiri 2.300-an rumah. Mungkinkah menjadi kota baru yang lengkap dengan swalayan, bioskop, dan sebagainya?

Mendapati pertanyaan itu, Solihin hanya tersenyum. Dia memandang lurus ke depan, , segaris lurus dengan rumahnya, ke arah kabut. “Kalau udara terang, Sinabung terlihat di sana…,” pungkasnya. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/