25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Kasus Penyiksaan PRT Dikhawatirkan Padam

Foto: Aminoer Rasyid/Sumut Pos Pembantai Pembantu Rumah Tangga
Foto: Aminoer Rasyid/Sumut Pos
Radika, istri Syamsul, tersangka penganiaya PRT hingga tewas.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kecurigaan kepada polisi terkait kasus penyiksaan terhadap pembantu rumah tangga (PRT) mengemuka. Beberapa kalangan menganggap kasus tersebut bisa padam mengingat perkembangan hasil penyelidikan yang belum jelas dan ada pula catatan tentang kasus serupa yang juga tak selesai. Apalagi ada indikasi kasus tersebut akan dibelokan ke soal upah buruh.

Kecurigaan ini dikemukakan Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sumatera Utara (Sumut) Rina Melati Sitompul usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan dengan Komisi E DPRD Sumut, Selasa (16/12).

“Kami menduga ada arahan nanti kasus ini akan dibawa ke persoalan upah buruh. Biasanya begitu. Ketika kasus seperti ini marak di media, oknum di Polresta membuat ini sebagai pencitraan. Tapi ketika kita lalai, maka nantinya akan ada penangguhan penahanan dan kasus pun padam,” ujar Rina. Pernyataan serupa juga dia ulang saat acara live di televisi nasional tadi malam.

Menurut Rina, kasus penganiayaan ini tidak hanya sebatas persoalan penganiayaan dan pembunuhan saja, tetapi harus bisa dikawal hingga ke arah tindak pidana perdagangan manusia. Dengan begitu, aparat penegak hukum dapat didesak untuk mengusut hingga ke tingkat jaringan besar yang memperdagangkan pekerja ini di Kota Medan khususnya.

“Tapi dari diskusi kami dengan jaksa, dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), polisi selalu membawanya ke masalah gaji,” katanya.

Ditambahkannya jika Syamsul cs, sebelumnya sudah pernah diadukan atas penganiayaan terhadap enam orang PRT. Sebagaimana diketahui enam perempuan dari sejumlah daerah ini melarikan diri dan meminta perlindungan Polresta. Namun menurutnya tidak ada inisiatif dari kepolisian untuk mengusut kasus itu hingga tuntas. Akhirnya para korban pun dipulangkan ke daerah asalnya. Begitu juga kasus yang menimpa 23 PRT asal Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Februari lalu, juga tidak mencerminkan adanya penegakan rasa keadilan.

Terkait itu, Ketua Komisi E DPRD Sumut Efendi Panjaitan mengatakan jika dalam waktu dekat, pihaknya akan meminta diadakan pertemuan dengan Kapolda Sumut untuk meminta penjelasan mengenai perkembangan kasus ini. “Kami juga mendapat masukan bahwa sebenarnya laporan tentang kasus serupa sudah banyak yang masuk. Kami ingin mempertanyakan, mengapa relatif sangat sedikit kasusnya yang naik ke Pengadilan? Yang dipertanyakan bukan persoalan penegakan hukumnya, tapi perlindungan terhadap tenaga kerja,” katanya. (bal/ris/gus/rbb)

 

Foto: Aminoer Rasyid/Sumut Pos Pembantai Pembantu Rumah Tangga
Foto: Aminoer Rasyid/Sumut Pos
Radika, istri Syamsul, tersangka penganiaya PRT hingga tewas.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kecurigaan kepada polisi terkait kasus penyiksaan terhadap pembantu rumah tangga (PRT) mengemuka. Beberapa kalangan menganggap kasus tersebut bisa padam mengingat perkembangan hasil penyelidikan yang belum jelas dan ada pula catatan tentang kasus serupa yang juga tak selesai. Apalagi ada indikasi kasus tersebut akan dibelokan ke soal upah buruh.

Kecurigaan ini dikemukakan Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sumatera Utara (Sumut) Rina Melati Sitompul usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan dengan Komisi E DPRD Sumut, Selasa (16/12).

“Kami menduga ada arahan nanti kasus ini akan dibawa ke persoalan upah buruh. Biasanya begitu. Ketika kasus seperti ini marak di media, oknum di Polresta membuat ini sebagai pencitraan. Tapi ketika kita lalai, maka nantinya akan ada penangguhan penahanan dan kasus pun padam,” ujar Rina. Pernyataan serupa juga dia ulang saat acara live di televisi nasional tadi malam.

Menurut Rina, kasus penganiayaan ini tidak hanya sebatas persoalan penganiayaan dan pembunuhan saja, tetapi harus bisa dikawal hingga ke arah tindak pidana perdagangan manusia. Dengan begitu, aparat penegak hukum dapat didesak untuk mengusut hingga ke tingkat jaringan besar yang memperdagangkan pekerja ini di Kota Medan khususnya.

“Tapi dari diskusi kami dengan jaksa, dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), polisi selalu membawanya ke masalah gaji,” katanya.

Ditambahkannya jika Syamsul cs, sebelumnya sudah pernah diadukan atas penganiayaan terhadap enam orang PRT. Sebagaimana diketahui enam perempuan dari sejumlah daerah ini melarikan diri dan meminta perlindungan Polresta. Namun menurutnya tidak ada inisiatif dari kepolisian untuk mengusut kasus itu hingga tuntas. Akhirnya para korban pun dipulangkan ke daerah asalnya. Begitu juga kasus yang menimpa 23 PRT asal Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Februari lalu, juga tidak mencerminkan adanya penegakan rasa keadilan.

Terkait itu, Ketua Komisi E DPRD Sumut Efendi Panjaitan mengatakan jika dalam waktu dekat, pihaknya akan meminta diadakan pertemuan dengan Kapolda Sumut untuk meminta penjelasan mengenai perkembangan kasus ini. “Kami juga mendapat masukan bahwa sebenarnya laporan tentang kasus serupa sudah banyak yang masuk. Kami ingin mempertanyakan, mengapa relatif sangat sedikit kasusnya yang naik ke Pengadilan? Yang dipertanyakan bukan persoalan penegakan hukumnya, tapi perlindungan terhadap tenaga kerja,” katanya. (bal/ris/gus/rbb)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/