MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana pembangunan Light Rapid Transit (LRT) di Kota Medan yang dijadwalkan mulai tender tahun 2020 mendatang, ternyata masih menyisakan problem. Kota Medan dinilai tidak mampu menyicil Rp400 miliar per tahun kepada Badan Pelaksana Usaha (BPU), paskapembangunan proyek itu berjalan.
“Menurut hitung-hitungan Kementerian Keuangan, fiskal Kota Medan mampu menyicil Rp220 miliar per tahun. Sementara yang harus ditutupi lebih dari itun
Sekitar Rp400 miliar lebih. Makanya Pak Gubsu sudah mengundang instansi dari pusat guna membicarakan bagaimana solusinya dan mohon dibantu,” kata Kepala Bidang Pengembangan dan Perkeretaapian Dinas Perhubungan Sumut, Agustinus Panjaitan kepada Sumut Pos, Kamis (17/1).
Rencananya, LRT di Medan akan dibangun melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Setelah proyek berjalan, Kota Medan memiliki kewajiban mencicil kepada Badan Pelaksana Usaha (BPU) .
Berdasarkan kalkulasi matematikanya, Pemko Medan akan mendapat bantuan Rp10 triliun dari Kemenkeu, guna memuluskan pembangunan LRT.
“Sementara hasil studi yang dilakukan, untuk membangun prasarana rel saja diperlukan biaya Rp10 triliun. Kemudian Rp2,4 triliun untuk membeli sarana kereta api. Lalu Rp1 triliun untuk bus sebagai fider (pengumpan). Sisa yang Rp3,4 triliun inilah yang harus kita tender dan cari. Karena pusat cuma bantu Rp10 triliun saja,” katanya.
Kewajiban bayar cicilan Rp400 miliar ini, menjadi masalah karena kemampuan fiskal Kota Medan ternyata tidak sanggup menutupi cicilan ke BUP pemenang tender. Sebab melalui skema KPBU, pemerintah daerah harus mendorong swasta berinvestasi. Namun ada yang dikembalikan ke BUP selama masa konsesi selama 30 tahun.
“Jadi ada gap soal cicilan. Pemko Medan ternyata tidak bisa mengandalkan hanya dari tarif penumpang saja. Karena dari tarif saja, tidak mampu menutupi cicilan sebesar Rp400 miliar lebih per tahun. Masih ada sisa yang harus ditutupi. Ini yang tidak bisa ditalangi Pemko ke BUP,” katanya.
Begitupun, pihaknya tetap berharap tahun depan proses tender pembangunan LRT selesai. Sehingga pada 2022 atau 2023, moda transportasi itu sudah dapat beroperasi. “Medan ini percontohan. Konsepnya tetap Mebidang. Tahap I ini memang masih di dalam Medan dulu wilayah operasinya. Dan prosesnya masih berjalan terus,” ungkapnya.
Adapun panjang rel yang akan dibangun nantinya mulai dari Aksara hingga ke Laucih. Dengan jalur yang akan melintasi Stasiun Besar Kereta Api Medan, Jalan Williem Iskandar, Jalan M Yamin, Jalan Gatot Subroto, Jalan Iskandar Muda, Jalan Universitas Sumatera Utara (USU), Jalan Setia Budi, Jalan Djamin Ginting, dan terakhir di Pasar Induk Laucih, Tuntungan. Pusat LRT sendiri tetap di Stasiun KA Medan.
“Kalau mau lanjut naik bus, penumpang bisa dari stasiun KA ke Amplas dan Pinang Baris, begitupun sebaliknya. Total panjang rute bus, mulai dari Amplas-Stasiun KA-Pinang Baris itu 18,4 Km. Untuk panjang rel mencapai 17,4 Km. Jadi hanya beda satu kilo saja,” katanya.
Agustinus menambahkan, jadi nanti setiap orang mau naik kereta api dari stasiun KA Medan menuju Amplas atau Pinang Baris, cukup satu tiket. “Sebaliknya pun begitu. Dua moda istilahnya. One ticket untuk dua moda,” katanya.
Sebagai tambahan, satu lagi projek yang sedang dijajaki adalah LRT Siantar-Parapat. Kajian studinya sudah dibantu pusat. “Untuk trasenya sudah kita jual ke perusahaan di Jepang,” pungkasnya. (prn)