MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kematian ratusan ton ikan dalam kerambah jaring apun (KJA) di Danau Toba tepatnya di kawasan Tao Silalahi dan Paropo bulan lalu, disebutkan karena siklus massal plankton.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Sumatera Utara (Sumut), Zonny Waldi mengatakan, hasil penelitian itu sekaligus membantah dugaan sementara bahwa ikan-ikan itu mati akibat tingginya kadar belerang di perairan menyusul letusan Gunung Sinabung. “Hasil kajian sampel air yang dilakukan peneliti dari Jakarta, penyebab kematian ikan karena matinya plankton secara massal. Jadi bukan karena kadar belerang seperti diduga sebelumnya,” ujar Zonny kepada wartawan, Kamis (16/6).
Sebelum kematian ikan, air di kawasan kerambah (KJA) masih berwarna hijau. Namun beberapa saat sebelum kematian ikan, ada gelembung udara keluar dari dalam air. Hal itu akibat adanya kematian plankton secara massal atau terjadi pembusukaan. Di mana proses itu memerlukan oksigen dalam jumlah besar.
“Dekomposisi plankton atau pembusukan plankton memerlukan oksigen yang banyak, sehinga kadar oksigen dalam air berkurang,” katanya.
Apa penyebab kematian plankton skala massal? Zonny menjelaskan, dalam jangka waktu tertentu, ada siklus pembusukan yang terjadi pada plankton. Di mana secara berkala, binatang mikro itu akan mati. Secara bersamaan, ada arus bawah air yang mengarah ke kawasan KJA tersebut. “Bisa saja plankton terbawa arus,” katanya.
Ditanya soal kemungkinan adanya factor kesengajaan petani menunda panen, sehingga kapasitas ikan tiap KJA batas daya tampung, dibantah Zonny. Kata dia, kematian ikan itu murni gejala alami. “Pencemaran (air) ‘kan bukan dari keramba saja. Juga ada limbah rumah tangga dan aktifitas lainnya,” katanya.
Tentang KJA di Danau Toba, Zonny mengungkapkan rencana menggelar pertemuan pekan depan dengan pemerintah kabupaten se-kawasan Danau Toba. Tujuannya, agar masyarakat tidak berlebihan memberi pakan ikan.
“Pakan harus ditekan dan dikendalikan. Petani juga diimbau agar jangan menunda panen,” katanya. (bal)