26.7 C
Medan
Friday, May 24, 2024

Dicurigai Upaya Pencucian Uang

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Langkah sejumlah anggota DPRD terpilih menggadaikan surat keputusan pengangkatan (SK) ke bank-bank daerah, harus segera diantisipasi sedini mungkin. Karena langkah tersebut berbahaya, di mana terselip kemungkinan adanya modus pencucian uang untuk mengelabui aparat penegak hukum dan masyarakat sebagai konstituen.

“Meminjam uang ini dampaknya bisa berupa pencucian uang. Alasannya, mereka pinjam duit hingga ratusan juta rupiah untuk beli rumah, mobil dan lain-lain. Nanti ketika ditanya asal hartanya dari mana, maka mereka dapat beralasan diperoleh dengan cara mencicil. Kalau dengan utang itu kan kelihatannya seperti bukan pencucian uang,” ujar pengamat anggaran Uchok Sky Khadafi menjawab Sumut Pos di Jakarta, Rabu (17/9).

Menurut Uchok, peluang utang menjadi pencucian uang terbuka, ketika nantinya para oknum anggota dewan memperoleh penghasilan dari cara-cara yang ilegal. Artinya saat dilakukan penyelidikan oleh aparat hukum, maka asal harta dapat disebut dari utang.

“Jadi ini seperti menyiasati agar aparat hukum tidak melihat harta mereka nantinya berasal dari tindak dugaan penyalahgunnaan jabatan. Selain itu masyarakat juga tidak melihatnya. Makanya saya sebut ini merupakan cara-cara yang licik,” ujarnya.

Selain itu, langkah anggota DPRD meminjam uang kata Uchok, secara etik juga sangat tidak baik. Sebab belum menjabat saja mereka sudah menggadaikan simbol-simbol negara untuk kepentingan pribadi. Padahal sebagai anggota dewan, DPRD harusnya bekerja maksimal demi konstituen dan masyarakat yang mereka wakili. Bukan untuk kepentingan pribadi.

“Ini benar-benar tidak etis. Mereka diangkat untuk mewakili rakyat. Artinya harus bekerja untuk kepentingan umum. Tapi kalau belum apa-apa sudah menggadaikan SK itu artinya parallel menghianati amanah yang diberikan masyarakat. SK itu kan bentuk dari kekuasaan dan itu harusnya dimanfaatkan demi menjalankan amanah. Bukan justru memerkaya pribadi,” katanya.

Menghadapi kondisi ini, pemerintah pusat menurut Uchok harus segera turun tangan. Terutama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), perlu menerbitkan aturan pelarangan. Agar tidak terjadi hal-hal yang mencederai rakyat ke depan.

“Ini sangat berbahaya, mereka pura-pura miskin, tapi hanya pengalihan. Jadi sebenarnya pencucian uang. Solusinya, Kemendagri menurut saya perlu segera mengeluarkan peraturan tentang DPRD tidak boleh menggadaikan SK. Ini penting segera dilakukan,” katanya.Soal menggadaikan SK, anggota DPRD Medan juga tidak ketinggalan. Pengakuan ini disampaikan langsung oleh mantan Wakil Ketua DPRD Medan priode 2009-2014, Ikrimah Hamidy. “Sudah rahasia umum mengenai proses gadai menggadaikan SK ke Bank oleh anggota dewan terpilih,” ujar Ikrimah kepada Sumut Pos, Rabu (17/9).

Kebanyakan, kata dia, anggota dewan yang meminjam uang tersebut untuk menutupi biaya semasa kampanye pemilihan umum calon anggota legislatif.

Ikrimah mengaku, ia pernah mencoba menggadaikan SK sebagai anggota DPRD Medan priode 2009-2014 untuk mendapatkan pinjaman sekitar Rp30 Juta. “Waktu itu saya mau pinjam uang sekitar Rp30 Juta untuk membelikan sepeda motor kepada salah satu keluarga, dan proses penggadaian SK kepada bank merupakan sebuah hal wajar,” kata Ikrimah yang terpilih menjadi anggota DPRD Sumut priode 2014-2019.

Sementara itu, mantan anggota DPRD Medan yang kini terpilih menjadi anggota DPRD Sumut, Aripay Tambunan mengatakan pada awal dirinya sempat meminjam uang ke bank. Sesuai prosedur yang berlaku, pengajuan pinjaman itu tentu atas persetujuan pimpinan DPRD Medan. “Pinjaman ada, tapi tidak sampai gadai SK, dan pembayarannya langsung dipotong melalui gaji setiap bulannya,”kata Aripay.

Untuk di DPRD Sumut, Politisi PAN itu belum bisa memastikan apakah akan melakukan hal yang sama ketika baru terpilih menjadi anggota DPRD Medan priode 2009-2014 lalu. “Lihat nanti bagaimana situasinya,”katanya.

Senada, Sekretaris DPRD Medan, Azwarlin mengatakan persoalan gadai – menggadaikan SK sebagai anggota dewan kepada bank bukan sesuatu hal yang istimewa. “Sudah biasa itu, tidak ada yang perlu diributi. Itu hak masing-masing anggota dewan,” kilah Azwarlin.

Ia menyebutkan, setiap anggota dewan yang ingin menggadaikan SK nya kepada bank harus sepengetahuan dirinya karena ada berkas yang akan ditandatanganinya.

“Untuk saat ini belum ada anggota dewan yang menggadaikan SK kepada bank karena SK anggota dewan belum turun dari Gubernur Sumatera Utara,” tegas Mantan Camat Medan Johor itu.

Sementara, salah satu sumber dari internal DPRD Sumatera Utara (Sumut) mengatakan pada periode sebelumnya banyak anggota dewan yang kemudian menggunakan SK pengangkatan sebagai jaminan untuk meminjam uang untuk berbagai kebutuhan pribadi. Misalnya untuk alasan membeli mobil atau
rumah. Hal ini kemudian menimbulkan persepsi mengenai penggunaan dana kampanye yang cukup besar sehingga terpaksa menjual aset pribadi.

Namun langkah anggota dewan ini disebutkannya dilakukan setelah menerima SK dan menempati satu jabatan pasti di DPRD. Salah satunya yakni penempatan di Komisi serta jabatan lain seperti Pansus atau
Badan di Legislatif. Dan itu biasanya mulai didapatkan setelah beberapa bulan menjabat sebagai anggota dewan.

Perkiraan pinjaman tersebut berkisar antara Rp100 juta hingga Rp300 juta. Utang ini nantinya akan dibayar dengan cara mencicil melalui pemotongan gaji otomatis tiap bulannya oleh bank atau sekretariat. “Potongan gajinya tidak boleh semua. Harus wajar jumlahnya. Sebab tidak mungkin yang bersangkutan tidak terima gaji atau terlalu sedikit,” tambahnya lagi. (gir/dik/bal/rbb)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Langkah sejumlah anggota DPRD terpilih menggadaikan surat keputusan pengangkatan (SK) ke bank-bank daerah, harus segera diantisipasi sedini mungkin. Karena langkah tersebut berbahaya, di mana terselip kemungkinan adanya modus pencucian uang untuk mengelabui aparat penegak hukum dan masyarakat sebagai konstituen.

“Meminjam uang ini dampaknya bisa berupa pencucian uang. Alasannya, mereka pinjam duit hingga ratusan juta rupiah untuk beli rumah, mobil dan lain-lain. Nanti ketika ditanya asal hartanya dari mana, maka mereka dapat beralasan diperoleh dengan cara mencicil. Kalau dengan utang itu kan kelihatannya seperti bukan pencucian uang,” ujar pengamat anggaran Uchok Sky Khadafi menjawab Sumut Pos di Jakarta, Rabu (17/9).

Menurut Uchok, peluang utang menjadi pencucian uang terbuka, ketika nantinya para oknum anggota dewan memperoleh penghasilan dari cara-cara yang ilegal. Artinya saat dilakukan penyelidikan oleh aparat hukum, maka asal harta dapat disebut dari utang.

“Jadi ini seperti menyiasati agar aparat hukum tidak melihat harta mereka nantinya berasal dari tindak dugaan penyalahgunnaan jabatan. Selain itu masyarakat juga tidak melihatnya. Makanya saya sebut ini merupakan cara-cara yang licik,” ujarnya.

Selain itu, langkah anggota DPRD meminjam uang kata Uchok, secara etik juga sangat tidak baik. Sebab belum menjabat saja mereka sudah menggadaikan simbol-simbol negara untuk kepentingan pribadi. Padahal sebagai anggota dewan, DPRD harusnya bekerja maksimal demi konstituen dan masyarakat yang mereka wakili. Bukan untuk kepentingan pribadi.

“Ini benar-benar tidak etis. Mereka diangkat untuk mewakili rakyat. Artinya harus bekerja untuk kepentingan umum. Tapi kalau belum apa-apa sudah menggadaikan SK itu artinya parallel menghianati amanah yang diberikan masyarakat. SK itu kan bentuk dari kekuasaan dan itu harusnya dimanfaatkan demi menjalankan amanah. Bukan justru memerkaya pribadi,” katanya.

Menghadapi kondisi ini, pemerintah pusat menurut Uchok harus segera turun tangan. Terutama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), perlu menerbitkan aturan pelarangan. Agar tidak terjadi hal-hal yang mencederai rakyat ke depan.

“Ini sangat berbahaya, mereka pura-pura miskin, tapi hanya pengalihan. Jadi sebenarnya pencucian uang. Solusinya, Kemendagri menurut saya perlu segera mengeluarkan peraturan tentang DPRD tidak boleh menggadaikan SK. Ini penting segera dilakukan,” katanya.Soal menggadaikan SK, anggota DPRD Medan juga tidak ketinggalan. Pengakuan ini disampaikan langsung oleh mantan Wakil Ketua DPRD Medan priode 2009-2014, Ikrimah Hamidy. “Sudah rahasia umum mengenai proses gadai menggadaikan SK ke Bank oleh anggota dewan terpilih,” ujar Ikrimah kepada Sumut Pos, Rabu (17/9).

Kebanyakan, kata dia, anggota dewan yang meminjam uang tersebut untuk menutupi biaya semasa kampanye pemilihan umum calon anggota legislatif.

Ikrimah mengaku, ia pernah mencoba menggadaikan SK sebagai anggota DPRD Medan priode 2009-2014 untuk mendapatkan pinjaman sekitar Rp30 Juta. “Waktu itu saya mau pinjam uang sekitar Rp30 Juta untuk membelikan sepeda motor kepada salah satu keluarga, dan proses penggadaian SK kepada bank merupakan sebuah hal wajar,” kata Ikrimah yang terpilih menjadi anggota DPRD Sumut priode 2014-2019.

Sementara itu, mantan anggota DPRD Medan yang kini terpilih menjadi anggota DPRD Sumut, Aripay Tambunan mengatakan pada awal dirinya sempat meminjam uang ke bank. Sesuai prosedur yang berlaku, pengajuan pinjaman itu tentu atas persetujuan pimpinan DPRD Medan. “Pinjaman ada, tapi tidak sampai gadai SK, dan pembayarannya langsung dipotong melalui gaji setiap bulannya,”kata Aripay.

Untuk di DPRD Sumut, Politisi PAN itu belum bisa memastikan apakah akan melakukan hal yang sama ketika baru terpilih menjadi anggota DPRD Medan priode 2009-2014 lalu. “Lihat nanti bagaimana situasinya,”katanya.

Senada, Sekretaris DPRD Medan, Azwarlin mengatakan persoalan gadai – menggadaikan SK sebagai anggota dewan kepada bank bukan sesuatu hal yang istimewa. “Sudah biasa itu, tidak ada yang perlu diributi. Itu hak masing-masing anggota dewan,” kilah Azwarlin.

Ia menyebutkan, setiap anggota dewan yang ingin menggadaikan SK nya kepada bank harus sepengetahuan dirinya karena ada berkas yang akan ditandatanganinya.

“Untuk saat ini belum ada anggota dewan yang menggadaikan SK kepada bank karena SK anggota dewan belum turun dari Gubernur Sumatera Utara,” tegas Mantan Camat Medan Johor itu.

Sementara, salah satu sumber dari internal DPRD Sumatera Utara (Sumut) mengatakan pada periode sebelumnya banyak anggota dewan yang kemudian menggunakan SK pengangkatan sebagai jaminan untuk meminjam uang untuk berbagai kebutuhan pribadi. Misalnya untuk alasan membeli mobil atau
rumah. Hal ini kemudian menimbulkan persepsi mengenai penggunaan dana kampanye yang cukup besar sehingga terpaksa menjual aset pribadi.

Namun langkah anggota dewan ini disebutkannya dilakukan setelah menerima SK dan menempati satu jabatan pasti di DPRD. Salah satunya yakni penempatan di Komisi serta jabatan lain seperti Pansus atau
Badan di Legislatif. Dan itu biasanya mulai didapatkan setelah beberapa bulan menjabat sebagai anggota dewan.

Perkiraan pinjaman tersebut berkisar antara Rp100 juta hingga Rp300 juta. Utang ini nantinya akan dibayar dengan cara mencicil melalui pemotongan gaji otomatis tiap bulannya oleh bank atau sekretariat. “Potongan gajinya tidak boleh semua. Harus wajar jumlahnya. Sebab tidak mungkin yang bersangkutan tidak terima gaji atau terlalu sedikit,” tambahnya lagi. (gir/dik/bal/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/