JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polisi menemukan panah saat menggeledah rumah Dita Oepriarto, pelaku teror bom di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur. Selain itu panah juga ditemukan di rumah terduga teroris di Pekalongan.
Sebetulnya apa fungsi panah-panah tersebut?
Pengamat terorisme dari UIN Kalijaga Yogyakarta Noorhaidi Hasan menilai, teroris pada dasarnya akan mengerahkan seluruh sumber daya yang ada untuk melancarkan aksinya. Tak terkecuali dengan panah tersebut.
“Teroris itu ingin kembali ke zaman dulu ke zaman awal ketika Islam berjaya menaklukkan banyak wilayah. Bisa saja begitu. Saat itu panah sebagai senjata kunci kan dalam perang-perang. Mungkin ada romantisasi ke arah itu lagi,” kata Noorhaidi seperti dikutip dari detik.com, Kamis (17/5).
“Bisa juga dibaca mereka semakin kehilangan akses membuat senjata yang lebih canggih lagi, karena dikurung Densus atau intelijen. Sehingga mendapatkan bahan membuat bom makin susah. Yang tersisa ya menggunakan kembali senjata tradisonal,” tuturnya.
Pengamat terorisme yang juga Komandan Densus 99 GP Ansor, Nuruzzaman, memiliki pandangan yang sama. Menurutnya, teroris bisa menggunakan segala alat untuk membunuh orang. Â “Memanah itu bukan sesuatu yang asing. Dianggap sebagai ajaran agama juga, hal yang wajar. Jadi mereka menggunakan segala alat untuk membunuh orang,” ujar Nuruzzaman.
Nuruzzaman mencontohkan beberapa aksi teror juga pernah digencarkan dengan menggunakan senjata panah. Â “Kasus pembakaran Polres dulu di Sumatera Barat juga dilakukan dengan panah. Para pelaku penyerangan melakukan dengan panah. Beberapa polisi juga mengalami serangan panah,” jelas Nuruzzaman. (c5/ano/fat/jpnn/dtc)
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polisi menemukan panah saat menggeledah rumah Dita Oepriarto, pelaku teror bom di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur. Selain itu panah juga ditemukan di rumah terduga teroris di Pekalongan.
Sebetulnya apa fungsi panah-panah tersebut?
Pengamat terorisme dari UIN Kalijaga Yogyakarta Noorhaidi Hasan menilai, teroris pada dasarnya akan mengerahkan seluruh sumber daya yang ada untuk melancarkan aksinya. Tak terkecuali dengan panah tersebut.
“Teroris itu ingin kembali ke zaman dulu ke zaman awal ketika Islam berjaya menaklukkan banyak wilayah. Bisa saja begitu. Saat itu panah sebagai senjata kunci kan dalam perang-perang. Mungkin ada romantisasi ke arah itu lagi,” kata Noorhaidi seperti dikutip dari detik.com, Kamis (17/5).
“Bisa juga dibaca mereka semakin kehilangan akses membuat senjata yang lebih canggih lagi, karena dikurung Densus atau intelijen. Sehingga mendapatkan bahan membuat bom makin susah. Yang tersisa ya menggunakan kembali senjata tradisonal,” tuturnya.
Pengamat terorisme yang juga Komandan Densus 99 GP Ansor, Nuruzzaman, memiliki pandangan yang sama. Menurutnya, teroris bisa menggunakan segala alat untuk membunuh orang. Â “Memanah itu bukan sesuatu yang asing. Dianggap sebagai ajaran agama juga, hal yang wajar. Jadi mereka menggunakan segala alat untuk membunuh orang,” ujar Nuruzzaman.
Nuruzzaman mencontohkan beberapa aksi teror juga pernah digencarkan dengan menggunakan senjata panah. Â “Kasus pembakaran Polres dulu di Sumatera Barat juga dilakukan dengan panah. Para pelaku penyerangan melakukan dengan panah. Beberapa polisi juga mengalami serangan panah,” jelas Nuruzzaman. (c5/ano/fat/jpnn/dtc)