26.7 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Kajatisu: Kita tak Punya Uang Mengusut

Dugaan Penyimpangan Penyaluran Kredit Fiktif di BNI 46

MEDAN- Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) tidak memiliki dana untuk mengusut kasus dugaan penyimpangan penyaluran kredit fiktif di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Cabang, Jalan Pemuda Medan Rp129 miliar Padahal kasus yang melibatkan para petinggi BNI tersebut sudah berjalan hampir satu tahun.

Menurut Kajatisu, Noor Rachmad dibutuhkan dana sedikitnya Rp175 juta untuk membayar ahli penilai agunan sebagai pembanding agunan milik tersangka Boy Hermasyah, selaku Pimpinan PT Bahari Dwi Kencana Lestari.

“Kita nggak punya uang. Biaya yang diperlukan tidak sedikit. Itu mencapai Rp175 juta yang nantinya digunakan untuk membayar ahli. Dari mana mencari dana sebesar itu. Makanya, ini masih kita rundingkan sama teman-teman. Karena kita nggak punya uang,” katanya.
Noor Rachmad mengaku, hingga saat ini masih menunggu hasil audit dari BPKP Wilayah Sumut untuk memastikan berapa kerugian negara.

“Ini masih menunggu hasil dari BPKP. Kalau itu udah selesai, langsung kita limpahkan ke Pengadilan. Jadi masih nunggu hasil BPKP-nya. Lagipula kita sudah menyurati Socfindo untuk melakukan presel. Sabar ajalah,” ucapnya.

Seperti diketahui, kasus ini bermula dari permohonan kredit PT BDKL yang dipimpin Boy Hermansyah kepada BNI Medan pada tahun 2009. Saat itu, Boy mengajukan pinjaman sebesar Rp133 miliar untuk pengembangan usaha, dan yang dikabulkan Rp129 miliar. Namun, dalam proses peminjamannya, diduga Boy menggunakan agunan usaha yang telah di agunkannya ke bank lain.

Dalam hal ini, Penyidik Kejatisu menemukan adanya penyimpangan peminjaman dana kredit yang dilakukan oleh Boy, yang menyebabkan kerugian negara. Setelah di proses, aset milik Boy berupa sebidang tanah seluas 3.455 hektar di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang di atasnya terdapat pabrik kelapa sawit telah disita oleh negara.

Sayangnya, keempat tersangkanya, yakni Radiyasto selaku pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Pemuda Medan, Dasrul Azli selaku pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan, Mohammad Samsul Hadi yang merupakan Pimpinan Rekanan dan Kantor Jasa Penilaian Publik, dan Titin Indriani selaku Relationship BNI SKM Medan, yang telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Oktober 2011 lalu, diketahui sempat ditahan selama sepekan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Tanjung Gusta Medan. Namun karena alasan guna memudahkan penyidikan, tim penyidik malah menetapkan keempatnya sebagai tahanan kota.

Sedangkan Boy Hermasnyah selaku Direktur PT Bahari Dwi Kencana Lestari, yang merupakan pelaku utama kasus tersebut dimana identitasnya telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol sejak 17 Oktober 2011 lalu belum diketahui rimbanya. (far)

Dugaan Penyimpangan Penyaluran Kredit Fiktif di BNI 46

MEDAN- Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) tidak memiliki dana untuk mengusut kasus dugaan penyimpangan penyaluran kredit fiktif di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Cabang, Jalan Pemuda Medan Rp129 miliar Padahal kasus yang melibatkan para petinggi BNI tersebut sudah berjalan hampir satu tahun.

Menurut Kajatisu, Noor Rachmad dibutuhkan dana sedikitnya Rp175 juta untuk membayar ahli penilai agunan sebagai pembanding agunan milik tersangka Boy Hermasyah, selaku Pimpinan PT Bahari Dwi Kencana Lestari.

“Kita nggak punya uang. Biaya yang diperlukan tidak sedikit. Itu mencapai Rp175 juta yang nantinya digunakan untuk membayar ahli. Dari mana mencari dana sebesar itu. Makanya, ini masih kita rundingkan sama teman-teman. Karena kita nggak punya uang,” katanya.
Noor Rachmad mengaku, hingga saat ini masih menunggu hasil audit dari BPKP Wilayah Sumut untuk memastikan berapa kerugian negara.

“Ini masih menunggu hasil dari BPKP. Kalau itu udah selesai, langsung kita limpahkan ke Pengadilan. Jadi masih nunggu hasil BPKP-nya. Lagipula kita sudah menyurati Socfindo untuk melakukan presel. Sabar ajalah,” ucapnya.

Seperti diketahui, kasus ini bermula dari permohonan kredit PT BDKL yang dipimpin Boy Hermansyah kepada BNI Medan pada tahun 2009. Saat itu, Boy mengajukan pinjaman sebesar Rp133 miliar untuk pengembangan usaha, dan yang dikabulkan Rp129 miliar. Namun, dalam proses peminjamannya, diduga Boy menggunakan agunan usaha yang telah di agunkannya ke bank lain.

Dalam hal ini, Penyidik Kejatisu menemukan adanya penyimpangan peminjaman dana kredit yang dilakukan oleh Boy, yang menyebabkan kerugian negara. Setelah di proses, aset milik Boy berupa sebidang tanah seluas 3.455 hektar di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang di atasnya terdapat pabrik kelapa sawit telah disita oleh negara.

Sayangnya, keempat tersangkanya, yakni Radiyasto selaku pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Pemuda Medan, Dasrul Azli selaku pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan, Mohammad Samsul Hadi yang merupakan Pimpinan Rekanan dan Kantor Jasa Penilaian Publik, dan Titin Indriani selaku Relationship BNI SKM Medan, yang telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Oktober 2011 lalu, diketahui sempat ditahan selama sepekan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Tanjung Gusta Medan. Namun karena alasan guna memudahkan penyidikan, tim penyidik malah menetapkan keempatnya sebagai tahanan kota.

Sedangkan Boy Hermasnyah selaku Direktur PT Bahari Dwi Kencana Lestari, yang merupakan pelaku utama kasus tersebut dimana identitasnya telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol sejak 17 Oktober 2011 lalu belum diketahui rimbanya. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/