26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Lima Pengusaha Diduga Gemplang Pajak Rp30 M

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
TAX AMNESTY_Petugas pajak melayani warga untuk mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Pajak Medan Polonia, Sumatera Utara, Kamis (19/1). Wajib pajak diimbau untuk memanfaatkan program amesti pajak (tax amnesty) periode ketiga yang telah dibuka sejak tanggal 2 Januari 2017 lalu yang difokuskan kepada wajib pajak UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) serta wajib pajak yang belum mengikuti program amnesti pajak periode pertama dan kedua yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2017 mendatang.

SUMUTPOS.CO  – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatera Utara melakukan penyelidikan terhadap lima pengusaha. Kelimanya diduga mengemplang pajak sekitar Rp30 miliar.

Program tax amnesty yang dicanangkan pemerintah, tampaknya tidak diikuti oleh semua wajib pajak. Terbukti, Kanwil DPJ Sumut II menemukan ada lima pengusaha yang belum menyetorkan pajaknya.

Menurut Kepala Kanwil DJP Sumut II, Mukhtar, pihaknya sedang menyelidiki lima wajib yang diduga melakukan pengemplangan pajak. Kelimanya mengemplang pajak sekitar Rp30 miliar.

“Saat ini masih dalam penyelidikan permulaan yang terkait pengemplangan pajak. Sebagian besar dari mereka merupakan pengusaha,” ujar Mukhtar di kantornya, Kamis (19/1).

Mukhtar enggan menyebutkan kelima wajib pajak tersebut. Sebab, pihaknya masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap kelimanya. Untuk itu, dihimbau dapat menggunakan haknya mengikuti tax amnesty.

“Sebelumnya ada dua perkara yang dihentikan karena pengemplang pajak mengikuti tax amnesty. Ada yang Rp1,4 miliar dan juga Rp800 juta. Tapi yang bersangkutan sudah mengikuti tax amnesty. Jadi, otomatis kasus keduanya dihentikan,” sebut Mukhtar.

Mukhtar menegaskan, pihaknya tidak main-main dalam menyelidiki kasus penggemplangan pajak tersebut. Mereka akan melakukan hal sama seperti kasus perpajakan yang terjadi pada tahun 2008 silam. Dalam kasus ini, ditetapkan dua orang tersangka yakni AYB dan S.

Tersangka S beserta barang bukti telah diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Sumut. Pada kasus ini, tersangka turut serta membantu dalam kasus restitusi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan.

“Penetapan tersangka S merupakan pengembangan dari tersangka AYB yang merupakan pelaku utama dan sudah menjalani hukuman penjara selama 2 tahun. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp3,2 miliar,” jelasnya.

Diutarakannya, proses hukum kasus ini memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sebab, harus didukung oleh barang bukti yang cukup.

“Kasus ini terjadi pada 2008, sebelum program tax amnesty digulirkan. Jadi, dalam perjalanan kasus ini mengalami kendala seperti alat bukti, saksi telah meninggal hingga alamat perusahaan di luar Medan dan Sumut,” katanya.

Ia menyebutkan, sebelum diangkat menjadi kasus pidana, kalau wajib pajak membayar beserta dendanya maka dihentikan. Namun, jika sebaliknya tentu akan dilanjutkan ke ranah hukum.

“Hingga saat ini belum ada ditemukan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. Akan tetapi, bila ada ditemukan tentu akan didalami,” tuturnya.

Sedangkan Kabid Pemeriksaan, Penagihan, Intelejen dan Penyidikan Kanwil DJP Sumut II, Muh Harsono menyebutkan, tersangka S melakukan restitusi yang tidak sesungguhnya melalui CV Sejati Galang Bersama. Perusahaan miliknya masuk dalam wilayah KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Medan Barat.

“Jadi, dia memperoleh faktur-faktur pajak yang tidak sebenarnya dari empat CV milik tersangka AYB, yaitu CV Vidi Vici, CV Justin, CV Star, dan CV Prima. CV-CV tersebut berada pada KPP Tebing Tinggi dan Kabanjahe. Keduanya melakukan impor dengan perusahaan fiktif atau tidak ada arus barang maupun uang. Faktur-faktur yang diterbitkan keempat CV tersebut dikreditkan oleh CV milik tersangka S, sehingga negara dirugikan sebesar Rp3,2 miliar,” paparnya.

Dia mengaku, tersangka sudah diberikan haknya untuk mengikuti program pengampunan pajak. Akan tetapi, tersangka tidak menggunakannya dan otomatis kasusnya diteruskan.

“Para wajib pajak yang melakukan pelanggaran perpajakan, dalam rangka tax amnesty diberikan kesempatan untuk mengembalikan kerugian negara. Namun, apabila tak juga mengembalikan kerugian negara hingga masa tax amnesty berakhir, maka kasusnya dibawa ke pengadilan,” cetusnya.

Ia menambahkan, tersangka S dijerat pasal 39 ayat 1 huruf b, pasal 39A huruf a, dan pasal 43 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun kurungan penjara. (ris)

 

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
TAX AMNESTY_Petugas pajak melayani warga untuk mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Pajak Medan Polonia, Sumatera Utara, Kamis (19/1). Wajib pajak diimbau untuk memanfaatkan program amesti pajak (tax amnesty) periode ketiga yang telah dibuka sejak tanggal 2 Januari 2017 lalu yang difokuskan kepada wajib pajak UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) serta wajib pajak yang belum mengikuti program amnesti pajak periode pertama dan kedua yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2017 mendatang.

SUMUTPOS.CO  – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sumatera Utara melakukan penyelidikan terhadap lima pengusaha. Kelimanya diduga mengemplang pajak sekitar Rp30 miliar.

Program tax amnesty yang dicanangkan pemerintah, tampaknya tidak diikuti oleh semua wajib pajak. Terbukti, Kanwil DPJ Sumut II menemukan ada lima pengusaha yang belum menyetorkan pajaknya.

Menurut Kepala Kanwil DJP Sumut II, Mukhtar, pihaknya sedang menyelidiki lima wajib yang diduga melakukan pengemplangan pajak. Kelimanya mengemplang pajak sekitar Rp30 miliar.

“Saat ini masih dalam penyelidikan permulaan yang terkait pengemplangan pajak. Sebagian besar dari mereka merupakan pengusaha,” ujar Mukhtar di kantornya, Kamis (19/1).

Mukhtar enggan menyebutkan kelima wajib pajak tersebut. Sebab, pihaknya masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap kelimanya. Untuk itu, dihimbau dapat menggunakan haknya mengikuti tax amnesty.

“Sebelumnya ada dua perkara yang dihentikan karena pengemplang pajak mengikuti tax amnesty. Ada yang Rp1,4 miliar dan juga Rp800 juta. Tapi yang bersangkutan sudah mengikuti tax amnesty. Jadi, otomatis kasus keduanya dihentikan,” sebut Mukhtar.

Mukhtar menegaskan, pihaknya tidak main-main dalam menyelidiki kasus penggemplangan pajak tersebut. Mereka akan melakukan hal sama seperti kasus perpajakan yang terjadi pada tahun 2008 silam. Dalam kasus ini, ditetapkan dua orang tersangka yakni AYB dan S.

Tersangka S beserta barang bukti telah diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Sumut. Pada kasus ini, tersangka turut serta membantu dalam kasus restitusi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan.

“Penetapan tersangka S merupakan pengembangan dari tersangka AYB yang merupakan pelaku utama dan sudah menjalani hukuman penjara selama 2 tahun. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp3,2 miliar,” jelasnya.

Diutarakannya, proses hukum kasus ini memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sebab, harus didukung oleh barang bukti yang cukup.

“Kasus ini terjadi pada 2008, sebelum program tax amnesty digulirkan. Jadi, dalam perjalanan kasus ini mengalami kendala seperti alat bukti, saksi telah meninggal hingga alamat perusahaan di luar Medan dan Sumut,” katanya.

Ia menyebutkan, sebelum diangkat menjadi kasus pidana, kalau wajib pajak membayar beserta dendanya maka dihentikan. Namun, jika sebaliknya tentu akan dilanjutkan ke ranah hukum.

“Hingga saat ini belum ada ditemukan pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. Akan tetapi, bila ada ditemukan tentu akan didalami,” tuturnya.

Sedangkan Kabid Pemeriksaan, Penagihan, Intelejen dan Penyidikan Kanwil DJP Sumut II, Muh Harsono menyebutkan, tersangka S melakukan restitusi yang tidak sesungguhnya melalui CV Sejati Galang Bersama. Perusahaan miliknya masuk dalam wilayah KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Medan Barat.

“Jadi, dia memperoleh faktur-faktur pajak yang tidak sebenarnya dari empat CV milik tersangka AYB, yaitu CV Vidi Vici, CV Justin, CV Star, dan CV Prima. CV-CV tersebut berada pada KPP Tebing Tinggi dan Kabanjahe. Keduanya melakukan impor dengan perusahaan fiktif atau tidak ada arus barang maupun uang. Faktur-faktur yang diterbitkan keempat CV tersebut dikreditkan oleh CV milik tersangka S, sehingga negara dirugikan sebesar Rp3,2 miliar,” paparnya.

Dia mengaku, tersangka sudah diberikan haknya untuk mengikuti program pengampunan pajak. Akan tetapi, tersangka tidak menggunakannya dan otomatis kasusnya diteruskan.

“Para wajib pajak yang melakukan pelanggaran perpajakan, dalam rangka tax amnesty diberikan kesempatan untuk mengembalikan kerugian negara. Namun, apabila tak juga mengembalikan kerugian negara hingga masa tax amnesty berakhir, maka kasusnya dibawa ke pengadilan,” cetusnya.

Ia menambahkan, tersangka S dijerat pasal 39 ayat 1 huruf b, pasal 39A huruf a, dan pasal 43 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun kurungan penjara. (ris)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/