25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tahun Lalu, Kami Juga di Posko …

Foto: Dessy br Tarigan/Sumut Pos Bupati Karo, Terkelin Brahmana, buka puasa bersama pengungsi Sinabung, di Posko Simpang Enam Kabanjahe, Kamis (18/6/2015).
Foto: Dessy br Tarigan/Sumut Pos
Bupati Karo, Terkelin Brahmana, buka puasa bersama pengungsi Sinabung, di Posko Simpang Enam Kabanjahe, Kamis (18/6/2015).

Hidup di pengungsian pastinya tak senormal kehidupan orang lain. Apalagi, saat menjalani ibadah puasa. Seperti pengungsi Sinabung yang ‘terpaksa’ menjalani Ramadan jauh dari rumah, desa, dan lading mereka. Seperti apa mereka menjalani itu semua?

Desy Br Tarigan, Karo

“Namanya juga mengungsi, kami sahur dan berbuka seadanya,” ungkap Ervina Br Ginting (38), pengungsi asal Sukanalu di Kepala Posko Pengungsian Gedung Serbaguna KNPI Kabupaten Karo.

Seadanya yang diungkap Ervina tertuju pada menu yang disediakan. Pasalnya, di posko itu mereka juga masih kekurangan. Meraka butuh musala untuk salat. Mereka butuh air untuk wudhu. “Untuk tidur saja yang pria harus di luar tanpa tenda karena di dalam tidak muat, bagaimana mau salat?” tambahnya.

Soal air menjadi masalah karena posko ini menampung paling banyak pengungsi, yakni 1.031 jiwa dari Sukanalu dan 275 jiwa dari Desa Pintubesi. “Kami juga mengharapkan adanya air bersih untuk wudhu, minimal saat puasa berlangsung,” harapnya sembari mengatakan di posko itu terdapat yang beragama Islam dari Pintubesi 104 jiwa/25 KK dan Sukanalu 180 jiwa/ 53 KK.

Untuk memasak makanan, mereka dibagi tujuh kelompok yang terdiri atas 10 orang. Setiap hari mereka bertugas memasak makanan untuk sahur dan sarapan pagi bagi yang tidak berpuasa.

“Masaknya ya ganti-gantian. Kami masak untuk sahur dari jam 02.00 WIB pagi. Kami masak juga untuk sarapan bagi tidak berpuasa,” ujar seorang pengungsi, Sodikin (28) yang merupakan warga Pintubesi.

Menurutnya, setiap hari pengungsi memasak sebanyak 30 kilogram beras di Posko KNPI. Sedangkan untuk lauk dan sayurnya relatif tergantung keinginan pengungsi.

Nasib sedikit lebih bagus dirasakan pengungsi yang berada di di posko Paroki St Petrus dan Paulus dan Posko Simpang Enam Kabanjahe. Setidaknya hal itu terlihat dari acara buka dan sahur bersama yang digelar Pemkab Karo pada Rabu (17/6) malam dan Kamis (18/6) petang. Ratusan umat Muslim di posko tersebut terlihat tersenyum. Mereka diberikan musala untuk beribadah. “Pengungsi harus tegar dan tidak boleh kalah dengan bencana erupsi Sinabung. Puluhan tahun kita diberi gunung Sinabung hidup tenang dan sejahtera. Jangan gara-gara 5 tahun sudah erupsi berlangsung kita jadi terpuruk dan stres. Bahkan kita berburuk sangka kepada Tuhan,” kata Ketua Muhammadyah Tanah Karo, H Erwin Tanjung dalam bimbingan dan kata sambutannya di acara tersebut.

Acara yang diikuti Bupati Karo Terkelin Brahmana itu dalam balutan suasana yang nyaman. “Kerukunan dan kebersamaan benar-benar terwujud dan kami rasakan umat Muslim di Tanah Karo dan khususnya di posko pengungsian ini. Kami diterima dan dilayani dengan baik oleh pastor dan Kepala Posko GBKP melalui koordinator posko dan didukung Bupati Karo. Kami diberi musala dan kami dihargai untuk melaksanakan ibadah puasa,” tambah Erwin.

Demikian Pastor Sesarius dan Bupati Terkelin Brahmana mengatakan bahwa, kebersamaan harus diwujudkan dalam kondisi apa pun. Baik suka mau pun duka. “Ini rumah kita bersama. Maka mari kita rawat dan pelihara bersama. Kami mohon maaf kalau para Lansia, anak dan bayi belum dapat kami tampung dengan baik. Tapi dalam waktu dekat, para lansia, anak dan bayi telah kami siapkan tempatnya yang nyaman dan baik. Kami telah mencari tempat kursus ke tempat lain agar para Bapak dan Ibu lansia dan anak serta bayi dapat memasuki rumah yang layak ditempati,” ujar pastor, kepala posko, dan bupati mengakhir dan dilanjutkan makan bersama dengan penuh kekeluargaan.

Yono (47), seorang pengungsi, pun tak menutupi kegembiraannya. “Syukur Alhamdulilah, puasa hari ini lancar. Makanan untuk berbuka puasa juga mencukupi,” ujar Yono.

Ia menuturkan, walaupun harus berbuka puasa di posko pengungsian, namun saat menyantap hidangan terlihat senyuman dan wajah gembira dari para warga pengungsian. “Puasa tidak terganggu, walau sebagian pengungsi berbeda agama namun kami saling menghargai disini. Dalam penederitaan ini, kami tetap menajalani ibadah puasa dengan suka cita,” ujarnya.

Ia menjelaskan, hidangan yang disajikan untuk buka puasa hari pertama yakni rendang daging dan sayur. Makanan ringan juga dihidangan saat berbuka puasa.Dan yang lebih menggembirakan warga adalah Bupati Karo berkesempatan hadir. “Tahun lalu kami juga buka puasa di posko pengungsian. Kali ini senang juga melihat pak Bupati menemani kamu berbuka puasa,” pungkasnya. (bbs/rbb)

Foto: Dessy br Tarigan/Sumut Pos Bupati Karo, Terkelin Brahmana, buka puasa bersama pengungsi Sinabung, di Posko Simpang Enam Kabanjahe, Kamis (18/6/2015).
Foto: Dessy br Tarigan/Sumut Pos
Bupati Karo, Terkelin Brahmana, buka puasa bersama pengungsi Sinabung, di Posko Simpang Enam Kabanjahe, Kamis (18/6/2015).

Hidup di pengungsian pastinya tak senormal kehidupan orang lain. Apalagi, saat menjalani ibadah puasa. Seperti pengungsi Sinabung yang ‘terpaksa’ menjalani Ramadan jauh dari rumah, desa, dan lading mereka. Seperti apa mereka menjalani itu semua?

Desy Br Tarigan, Karo

“Namanya juga mengungsi, kami sahur dan berbuka seadanya,” ungkap Ervina Br Ginting (38), pengungsi asal Sukanalu di Kepala Posko Pengungsian Gedung Serbaguna KNPI Kabupaten Karo.

Seadanya yang diungkap Ervina tertuju pada menu yang disediakan. Pasalnya, di posko itu mereka juga masih kekurangan. Meraka butuh musala untuk salat. Mereka butuh air untuk wudhu. “Untuk tidur saja yang pria harus di luar tanpa tenda karena di dalam tidak muat, bagaimana mau salat?” tambahnya.

Soal air menjadi masalah karena posko ini menampung paling banyak pengungsi, yakni 1.031 jiwa dari Sukanalu dan 275 jiwa dari Desa Pintubesi. “Kami juga mengharapkan adanya air bersih untuk wudhu, minimal saat puasa berlangsung,” harapnya sembari mengatakan di posko itu terdapat yang beragama Islam dari Pintubesi 104 jiwa/25 KK dan Sukanalu 180 jiwa/ 53 KK.

Untuk memasak makanan, mereka dibagi tujuh kelompok yang terdiri atas 10 orang. Setiap hari mereka bertugas memasak makanan untuk sahur dan sarapan pagi bagi yang tidak berpuasa.

“Masaknya ya ganti-gantian. Kami masak untuk sahur dari jam 02.00 WIB pagi. Kami masak juga untuk sarapan bagi tidak berpuasa,” ujar seorang pengungsi, Sodikin (28) yang merupakan warga Pintubesi.

Menurutnya, setiap hari pengungsi memasak sebanyak 30 kilogram beras di Posko KNPI. Sedangkan untuk lauk dan sayurnya relatif tergantung keinginan pengungsi.

Nasib sedikit lebih bagus dirasakan pengungsi yang berada di di posko Paroki St Petrus dan Paulus dan Posko Simpang Enam Kabanjahe. Setidaknya hal itu terlihat dari acara buka dan sahur bersama yang digelar Pemkab Karo pada Rabu (17/6) malam dan Kamis (18/6) petang. Ratusan umat Muslim di posko tersebut terlihat tersenyum. Mereka diberikan musala untuk beribadah. “Pengungsi harus tegar dan tidak boleh kalah dengan bencana erupsi Sinabung. Puluhan tahun kita diberi gunung Sinabung hidup tenang dan sejahtera. Jangan gara-gara 5 tahun sudah erupsi berlangsung kita jadi terpuruk dan stres. Bahkan kita berburuk sangka kepada Tuhan,” kata Ketua Muhammadyah Tanah Karo, H Erwin Tanjung dalam bimbingan dan kata sambutannya di acara tersebut.

Acara yang diikuti Bupati Karo Terkelin Brahmana itu dalam balutan suasana yang nyaman. “Kerukunan dan kebersamaan benar-benar terwujud dan kami rasakan umat Muslim di Tanah Karo dan khususnya di posko pengungsian ini. Kami diterima dan dilayani dengan baik oleh pastor dan Kepala Posko GBKP melalui koordinator posko dan didukung Bupati Karo. Kami diberi musala dan kami dihargai untuk melaksanakan ibadah puasa,” tambah Erwin.

Demikian Pastor Sesarius dan Bupati Terkelin Brahmana mengatakan bahwa, kebersamaan harus diwujudkan dalam kondisi apa pun. Baik suka mau pun duka. “Ini rumah kita bersama. Maka mari kita rawat dan pelihara bersama. Kami mohon maaf kalau para Lansia, anak dan bayi belum dapat kami tampung dengan baik. Tapi dalam waktu dekat, para lansia, anak dan bayi telah kami siapkan tempatnya yang nyaman dan baik. Kami telah mencari tempat kursus ke tempat lain agar para Bapak dan Ibu lansia dan anak serta bayi dapat memasuki rumah yang layak ditempati,” ujar pastor, kepala posko, dan bupati mengakhir dan dilanjutkan makan bersama dengan penuh kekeluargaan.

Yono (47), seorang pengungsi, pun tak menutupi kegembiraannya. “Syukur Alhamdulilah, puasa hari ini lancar. Makanan untuk berbuka puasa juga mencukupi,” ujar Yono.

Ia menuturkan, walaupun harus berbuka puasa di posko pengungsian, namun saat menyantap hidangan terlihat senyuman dan wajah gembira dari para warga pengungsian. “Puasa tidak terganggu, walau sebagian pengungsi berbeda agama namun kami saling menghargai disini. Dalam penederitaan ini, kami tetap menajalani ibadah puasa dengan suka cita,” ujarnya.

Ia menjelaskan, hidangan yang disajikan untuk buka puasa hari pertama yakni rendang daging dan sayur. Makanan ringan juga dihidangan saat berbuka puasa.Dan yang lebih menggembirakan warga adalah Bupati Karo berkesempatan hadir. “Tahun lalu kami juga buka puasa di posko pengungsian. Kali ini senang juga melihat pak Bupati menemani kamu berbuka puasa,” pungkasnya. (bbs/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/