31.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Perisai Plaza, dari Lokasi Judi hingga Arena Bowling

Pusat Perbelanjaan Era 1980-an di Medan, Apa Kabar? (3)

Pusat perbelajaan lain yang sempat mencuri perhatian warga Medan adalah Perisai Plaza. Berdiri di Jalan Pegadaian Medan sejak 1988, Perisai Plaza pun kini mulai tergerus zaman. Beruntung dia memiliki wahana bowling, arena olahraga yang membuat Perisai Plaza masih dipandang.

Juli Ramadhani Rambe, Medan

Layaknya Olympia Plaza, kepemilikan Perisai juga terdiri dari beberapa orang atau bisa dikatakan sebagai grup. Konon, salah satu anggota group tersebut adalah pemilik Macan Yaohan, yang juga investor di Olympia Plaza.

Perisai plaza ini mengalami masa puncak kejayaan pada era 1990-an. Sebuah masa indah karena di kala itu, plaza di Medan mulai muncul dengan bangunan yang serba mewah. Kharisma Perisai tak luntur, salah satu sebabnya adalah fasilitas bowling yang n
pada masa tersebut tidak tersedia di semua tempat umum.

Memasuki awal tahun 2000, sang plaza yang memiliki dua gedung ini mulai goyang. Bioskop yang ada di plasa itu sempat menjadi daya tarik. Tetapi, tidak berlangsung lama, perkembangan Kota Medan yang pesat sekan menenggelamkan bioskop tersebut. “Sekitar 6 tahun yang lalu, operasional sudah berhenti total, hanya lantai 7 gedung sebelah, dan lantai 8 gedung utama yang beroperasi,” ujar Pegawai Operasional Perisai Plaza Medan, Alasen Ginting.

Fasilitas bowling menempati lantai 8 di gedung utama, sedangkan lantai 7, merupakan tempat hiburan, seperti karaoke. “Kalau di gedung sebelah lantai 7 nya, itu merupakan sewa. Maksudnya ada yang menyewa gedung kita,” tambah Alasen.

Tempat bermain bowling di gedung ini sudah terkenal di seluruh daerah Medan. Jadi, tidak heran, bila di tempat ini sering digunakan sebagai tempat pertandingan bowling, baik untuk tingkat daerah maupun nasional.

Sejatinya, soal fasilitas hiburan, Perisai juga tak kalah. Dari tahun ke tahun diskotik di bangunan ini selalu ramai dan mampu mencuri perhatian para penikmat hiburan malam. Dalam perjalanannya, dunia malam di sini sempat berganti sebanyak 2 kali (yang dikelola oleh pihak Perisai plaza). Yang pertama Nasa dan kemudian diganti Crystal. “Tapi saya kurang ingat, tepatnya tahun berapa pergantian nama tersebut,” ujar salah satu pegawai personalia Perisai Plaza, Endang yang telah mengabdi di gedung ini sejak tahun 1995.

Fasilitas lain yang disediakan adalah lantai khusus untuk berjudi yang disediakan oleh manajemen plaza tepatnya di lantai 8. Tetapi, tempat itu akhirnya ditutup dengan paksa saat masa kepemimpinan Kapolda Sutanto di Medan. “Sejak Sutanto langsung ditutup,” tambahnya.

Endang menjelaskan, sebelumnya nama plaza ini adalah Perisai Jaya, tetapi karena hoki tidak sesuai dengan nama, maka berubah nama menjadi Perisai Plaza. Layaknya plaza, Perisai juga menyediakan berbagai tempat untuk shooping fashion, swalayan, fun game, kafe, dan lainnya. Salah satu rumah makan cepat saji asal Amerika juga sempat mencuri perhatian di plaza ini. “Pada masanya, semua tempat full, tidak ada yang kosong. Selain untuk ngumpul, perisai juga sebagai salah satu tempat untuk berbelanja,” tambahnya. Saat ini, hanya beberapa persen dari gedung yang terisi, sedangkan sisanya kosong omplong, dalam keadaan gelap gulita. Goncangan yang paling berat dirasakan oleh Perisai Plaza saat adanya likuidasi yang terjadi di Bank SBU (Sejahtera Bank Umum) pada 2007 lalu.  Sejak saat itu, sekitar 50 persen operasional Perisai berhenti. Padahal, pada tahun tersebut pengunjung di Perisai juga sudah mulai menepis.

Ketergantungan Perisai pada Bank SBU dikarenakan mereka menjadi salah satu penyewa dalam gedung, bahkan ada sekitar 5 kios yang disewa khusus untuk operasional bank. Selain itu, nasabah bank juga menjanjikan, selain untuk parkir, nasabah juga dapat dijadikan aset sebagai pengunjung. “Tutup dia karena dilikuidasi, ya tambah sepi lah pengunjung. Orang parkir juga tidak ada,” ujar B Nasution, salah satu tukang parkir yang bekerja digedung ini sejak tahun 1996.

Saat ini, hanya lantai 7 lah penghasilan tetap dari gedung ini, baik melalui biaya sewa maupun biaya maitenance. Sedangkan lantai lain, seperti lantai 7 dan 8 di gedung utama, merupakan usaha yang dimiliki oleh pengusaha gedung. Lantai 7 dihuni oleh Megah Property dan juga perusahaan sawit yang juga masuk dalam grup Megah. Sedangkan lantai 8, hanya lah usaha untuk bowling. “Bowling pemasukkannya juga lumayan, kantor pengusaha gedung juga di sini, inilah yang menggaji kita,” ungkap Endang. (bersambung)

Pusat Perbelanjaan Era 1980-an di Medan, Apa Kabar? (3)

Pusat perbelajaan lain yang sempat mencuri perhatian warga Medan adalah Perisai Plaza. Berdiri di Jalan Pegadaian Medan sejak 1988, Perisai Plaza pun kini mulai tergerus zaman. Beruntung dia memiliki wahana bowling, arena olahraga yang membuat Perisai Plaza masih dipandang.

Juli Ramadhani Rambe, Medan

Layaknya Olympia Plaza, kepemilikan Perisai juga terdiri dari beberapa orang atau bisa dikatakan sebagai grup. Konon, salah satu anggota group tersebut adalah pemilik Macan Yaohan, yang juga investor di Olympia Plaza.

Perisai plaza ini mengalami masa puncak kejayaan pada era 1990-an. Sebuah masa indah karena di kala itu, plaza di Medan mulai muncul dengan bangunan yang serba mewah. Kharisma Perisai tak luntur, salah satu sebabnya adalah fasilitas bowling yang n
pada masa tersebut tidak tersedia di semua tempat umum.

Memasuki awal tahun 2000, sang plaza yang memiliki dua gedung ini mulai goyang. Bioskop yang ada di plasa itu sempat menjadi daya tarik. Tetapi, tidak berlangsung lama, perkembangan Kota Medan yang pesat sekan menenggelamkan bioskop tersebut. “Sekitar 6 tahun yang lalu, operasional sudah berhenti total, hanya lantai 7 gedung sebelah, dan lantai 8 gedung utama yang beroperasi,” ujar Pegawai Operasional Perisai Plaza Medan, Alasen Ginting.

Fasilitas bowling menempati lantai 8 di gedung utama, sedangkan lantai 7, merupakan tempat hiburan, seperti karaoke. “Kalau di gedung sebelah lantai 7 nya, itu merupakan sewa. Maksudnya ada yang menyewa gedung kita,” tambah Alasen.

Tempat bermain bowling di gedung ini sudah terkenal di seluruh daerah Medan. Jadi, tidak heran, bila di tempat ini sering digunakan sebagai tempat pertandingan bowling, baik untuk tingkat daerah maupun nasional.

Sejatinya, soal fasilitas hiburan, Perisai juga tak kalah. Dari tahun ke tahun diskotik di bangunan ini selalu ramai dan mampu mencuri perhatian para penikmat hiburan malam. Dalam perjalanannya, dunia malam di sini sempat berganti sebanyak 2 kali (yang dikelola oleh pihak Perisai plaza). Yang pertama Nasa dan kemudian diganti Crystal. “Tapi saya kurang ingat, tepatnya tahun berapa pergantian nama tersebut,” ujar salah satu pegawai personalia Perisai Plaza, Endang yang telah mengabdi di gedung ini sejak tahun 1995.

Fasilitas lain yang disediakan adalah lantai khusus untuk berjudi yang disediakan oleh manajemen plaza tepatnya di lantai 8. Tetapi, tempat itu akhirnya ditutup dengan paksa saat masa kepemimpinan Kapolda Sutanto di Medan. “Sejak Sutanto langsung ditutup,” tambahnya.

Endang menjelaskan, sebelumnya nama plaza ini adalah Perisai Jaya, tetapi karena hoki tidak sesuai dengan nama, maka berubah nama menjadi Perisai Plaza. Layaknya plaza, Perisai juga menyediakan berbagai tempat untuk shooping fashion, swalayan, fun game, kafe, dan lainnya. Salah satu rumah makan cepat saji asal Amerika juga sempat mencuri perhatian di plaza ini. “Pada masanya, semua tempat full, tidak ada yang kosong. Selain untuk ngumpul, perisai juga sebagai salah satu tempat untuk berbelanja,” tambahnya. Saat ini, hanya beberapa persen dari gedung yang terisi, sedangkan sisanya kosong omplong, dalam keadaan gelap gulita. Goncangan yang paling berat dirasakan oleh Perisai Plaza saat adanya likuidasi yang terjadi di Bank SBU (Sejahtera Bank Umum) pada 2007 lalu.  Sejak saat itu, sekitar 50 persen operasional Perisai berhenti. Padahal, pada tahun tersebut pengunjung di Perisai juga sudah mulai menepis.

Ketergantungan Perisai pada Bank SBU dikarenakan mereka menjadi salah satu penyewa dalam gedung, bahkan ada sekitar 5 kios yang disewa khusus untuk operasional bank. Selain itu, nasabah bank juga menjanjikan, selain untuk parkir, nasabah juga dapat dijadikan aset sebagai pengunjung. “Tutup dia karena dilikuidasi, ya tambah sepi lah pengunjung. Orang parkir juga tidak ada,” ujar B Nasution, salah satu tukang parkir yang bekerja digedung ini sejak tahun 1996.

Saat ini, hanya lantai 7 lah penghasilan tetap dari gedung ini, baik melalui biaya sewa maupun biaya maitenance. Sedangkan lantai lain, seperti lantai 7 dan 8 di gedung utama, merupakan usaha yang dimiliki oleh pengusaha gedung. Lantai 7 dihuni oleh Megah Property dan juga perusahaan sawit yang juga masuk dalam grup Megah. Sedangkan lantai 8, hanya lah usaha untuk bowling. “Bowling pemasukkannya juga lumayan, kantor pengusaha gedung juga di sini, inilah yang menggaji kita,” ungkap Endang. (bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/