30 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Rampo Disebut Korban Tingginya Ongkos Pilkada

m Iqbal /sumut pos BANTARAN SUNGAI: Ramadhan Pohan saat berbincang dengan warga ketika berkunjung di kawasan bantaran Sungai Deli di Kampung Aur  Medan, Rabu (3/9/2014) lalu.
m Iqbal /sumut pos
BANTARAN SUNGAI: Ramadhan Pohan saat berbincang dengan warga ketika berkunjung di kawasan bantaran Sungai Deli di Kampung Aur Medan, Rabu (3/9/2014) lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan kasus penipuan senilai miliaran rupiah yang dituduhkan kepada mantan calon Wali Kota Medan, Ramadhan Pohan, dinilai sebagai dampak tingginya biaya kampanye saat pemilihan kepala daerah (Pilkada). Menurut pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Dr Warjio, masalah bembiayaan dalam pesta demokrasi tidak bisa terpisahkan. Baik legislatif maupun eksekutif, perlu dana yang tidak sedikit.

“Tetap saja ‘ongkos’ itu sangat diperlukan untuk seorang calon,” ujar Dr Warjio.

Meskipun diakuinya, sudah ada aturan tentang pendanaan didalam kampanye politik, namun tidak tertutup kemungkinan akan ada pembicaraan khusus mengenai kesepakatan dan sejenisnya seperti janji kepada pihak lain. Sebab menurutnya, hal seperti ini masih kerap menjadi bagian dari upaya pemenangan seorang calon.

“Dalam politik itu ‘kan tidak akan pernah ada makan siang gratis, pasti akan dibicarakan dengan calon tertentu, apa yang didapatkan. Jadi ini kolerasi antara elit dengan basis keuangan,” jelasnya.

Dalam konteks demokrasi, lanjut Warjio, seharusnya partai politik menjadi pihak yang bertanggungjawab soal pembiayaan pencalonan. Namun kenyataannya partai tidak bisa memberikan jaminan akan hal itu. Sehingga kemungkinan seperti yang terjadi ini masih akan terus terbuka.

“Kuncinya ada di etika para calon dan orang yang membiayainya (membantu pembiayaan). Juga harus memunculkan pengawasan yang kuat baik dari Panwas, KPU dan masyarakat. Jangan sampai memunculkan masalah serius,” katanya.

Hal senada disampaikan Dosen Fakultas Fisip Universitas Sumatera Utara, Ahmad Taufan Damanik. Menurutnya, kasus yang menjerat Ramadhan Pohan adalah risiko bagi para kandidat saat mengikuti proses pemilu.

“Ya, ini bagian dari risiko pemilu kita yang berbiaya tinggi, sehingga banyak kandidat terpaksa mengeluarkan uang yang besar melebihi kemampuannya,” ujar Taufan, Rabu (20/7).

Menurutnya, manajemen finansial yang kurang baik makin membuat kandidat tak bisa mengontrol pengeluaran tim pemenangannya. “Akibatnya jadi nekat mencari ke berbagai sumber. Ada yang kemudian jadi kasus korupsi, tapi ada yang jadi kasus terbelit utang seperti Ramadhan Pohan. Saya kira kita mesti mengoreksi praktik pemilu kita agar lebih sederhana dan lebih murah,” jelas Taufan.

Dia juga menambahkan, kasus yang dialami Ramadhan ini bisa berdampak pada donatur-donatur pemilu di daerah lainnya untuk melaporkan kandidat atau jagoan mereka yang tidak menepati janji terkait biaya yang tim pemenangan saat pemilu.

Sementara Politikus Partai Demokrat Ruhut Sitompul menyebutkan, Ramadhan Pohan saat ini dikejar-kejar penagih utang atau debt collector karena masalah pendanaan saat mencalonkan diri dalam Pilkada Kota Medan pada 2015. “Setahun lalu saya dihubungi dia setelah kalah Pilkada Medan. Dia diuber debt collector padahal enggak ada utang,” ujar Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/7).

Menurut Ruhut, dirinya selalu mengingatkan para kader partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono itu untuk tidak bermain api kala maju dalam Pilkada terkait dengan pendanaannya.

“Saya selalu ingatkan semua kader, jangan main api nanti kebakar. Ini yang laporkan timses dia penyandang dananya, dia (Ramadhan Pohan) kalah disuruh bayar utang,” tutur Ruhut.

Menurut Ruhut, sebelum diamankan Ditreskrimum Polda Sumut, Ramadhan Pohan sempat meminta bantuan kepadanya. Beberapa kali Ramadhan menghubungi Ruhut. Namun Ruhut tak sempat menerima telepon dari Pohan itu. Akhirnya, Ramadhan mengirimkan pesan singkat ke ponsel Ruhut.

“Tadi pagi saya baru baca SMS-nya, jadi bunyi SMS-nya, ‘Bang saya di Cikini ini ada Reserse dari Polda Sumut tolonglah bang, telepon Kapolda karena saya mau dibawa ke Cengkareng mau dibawa ke Medan malam ini,” itu yang saya baca SMS-nya,” ungkap Ruhut.

Karena tak terkait partai, ujar Ruhut, Demokrat tak akan mencampurinya. “Kalau tidak salah kenapa tidak dihadapi,” ucapnya.

Boby O Zulkarnain, Mantan Ketua Tim Pemenangan Pilkada Kota Medan pasangan Ramadah Pohon – Edhi enggan memberikan komentar terkait koleganya itu.

“Tidak etis saya bicara masalah itu, karena sudah masuk ranah pribadi,” katanya.(bbs/bal/dik)

m Iqbal /sumut pos BANTARAN SUNGAI: Ramadhan Pohan saat berbincang dengan warga ketika berkunjung di kawasan bantaran Sungai Deli di Kampung Aur  Medan, Rabu (3/9/2014) lalu.
m Iqbal /sumut pos
BANTARAN SUNGAI: Ramadhan Pohan saat berbincang dengan warga ketika berkunjung di kawasan bantaran Sungai Deli di Kampung Aur Medan, Rabu (3/9/2014) lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan kasus penipuan senilai miliaran rupiah yang dituduhkan kepada mantan calon Wali Kota Medan, Ramadhan Pohan, dinilai sebagai dampak tingginya biaya kampanye saat pemilihan kepala daerah (Pilkada). Menurut pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Dr Warjio, masalah bembiayaan dalam pesta demokrasi tidak bisa terpisahkan. Baik legislatif maupun eksekutif, perlu dana yang tidak sedikit.

“Tetap saja ‘ongkos’ itu sangat diperlukan untuk seorang calon,” ujar Dr Warjio.

Meskipun diakuinya, sudah ada aturan tentang pendanaan didalam kampanye politik, namun tidak tertutup kemungkinan akan ada pembicaraan khusus mengenai kesepakatan dan sejenisnya seperti janji kepada pihak lain. Sebab menurutnya, hal seperti ini masih kerap menjadi bagian dari upaya pemenangan seorang calon.

“Dalam politik itu ‘kan tidak akan pernah ada makan siang gratis, pasti akan dibicarakan dengan calon tertentu, apa yang didapatkan. Jadi ini kolerasi antara elit dengan basis keuangan,” jelasnya.

Dalam konteks demokrasi, lanjut Warjio, seharusnya partai politik menjadi pihak yang bertanggungjawab soal pembiayaan pencalonan. Namun kenyataannya partai tidak bisa memberikan jaminan akan hal itu. Sehingga kemungkinan seperti yang terjadi ini masih akan terus terbuka.

“Kuncinya ada di etika para calon dan orang yang membiayainya (membantu pembiayaan). Juga harus memunculkan pengawasan yang kuat baik dari Panwas, KPU dan masyarakat. Jangan sampai memunculkan masalah serius,” katanya.

Hal senada disampaikan Dosen Fakultas Fisip Universitas Sumatera Utara, Ahmad Taufan Damanik. Menurutnya, kasus yang menjerat Ramadhan Pohan adalah risiko bagi para kandidat saat mengikuti proses pemilu.

“Ya, ini bagian dari risiko pemilu kita yang berbiaya tinggi, sehingga banyak kandidat terpaksa mengeluarkan uang yang besar melebihi kemampuannya,” ujar Taufan, Rabu (20/7).

Menurutnya, manajemen finansial yang kurang baik makin membuat kandidat tak bisa mengontrol pengeluaran tim pemenangannya. “Akibatnya jadi nekat mencari ke berbagai sumber. Ada yang kemudian jadi kasus korupsi, tapi ada yang jadi kasus terbelit utang seperti Ramadhan Pohan. Saya kira kita mesti mengoreksi praktik pemilu kita agar lebih sederhana dan lebih murah,” jelas Taufan.

Dia juga menambahkan, kasus yang dialami Ramadhan ini bisa berdampak pada donatur-donatur pemilu di daerah lainnya untuk melaporkan kandidat atau jagoan mereka yang tidak menepati janji terkait biaya yang tim pemenangan saat pemilu.

Sementara Politikus Partai Demokrat Ruhut Sitompul menyebutkan, Ramadhan Pohan saat ini dikejar-kejar penagih utang atau debt collector karena masalah pendanaan saat mencalonkan diri dalam Pilkada Kota Medan pada 2015. “Setahun lalu saya dihubungi dia setelah kalah Pilkada Medan. Dia diuber debt collector padahal enggak ada utang,” ujar Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/7).

Menurut Ruhut, dirinya selalu mengingatkan para kader partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono itu untuk tidak bermain api kala maju dalam Pilkada terkait dengan pendanaannya.

“Saya selalu ingatkan semua kader, jangan main api nanti kebakar. Ini yang laporkan timses dia penyandang dananya, dia (Ramadhan Pohan) kalah disuruh bayar utang,” tutur Ruhut.

Menurut Ruhut, sebelum diamankan Ditreskrimum Polda Sumut, Ramadhan Pohan sempat meminta bantuan kepadanya. Beberapa kali Ramadhan menghubungi Ruhut. Namun Ruhut tak sempat menerima telepon dari Pohan itu. Akhirnya, Ramadhan mengirimkan pesan singkat ke ponsel Ruhut.

“Tadi pagi saya baru baca SMS-nya, jadi bunyi SMS-nya, ‘Bang saya di Cikini ini ada Reserse dari Polda Sumut tolonglah bang, telepon Kapolda karena saya mau dibawa ke Cengkareng mau dibawa ke Medan malam ini,” itu yang saya baca SMS-nya,” ungkap Ruhut.

Karena tak terkait partai, ujar Ruhut, Demokrat tak akan mencampurinya. “Kalau tidak salah kenapa tidak dihadapi,” ucapnya.

Boby O Zulkarnain, Mantan Ketua Tim Pemenangan Pilkada Kota Medan pasangan Ramadah Pohon – Edhi enggan memberikan komentar terkait koleganya itu.

“Tidak etis saya bicara masalah itu, karena sudah masuk ranah pribadi,” katanya.(bbs/bal/dik)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/