31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Terdampak Asap Karhutla Riau, 10 Daerah di Sumut Berkabut

WAWANCARA: Gubsu Edy Rahmayadi bersama Pangdam I/BB menjawab pertanyaan wartawan, usai rapat koordinasi Karhutla di Kantor Gubsu, Jumat (20/9).

MEDAN, SUMTUPOS.CO – Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, menyebabkan 10 daerah di Sumut berkabut. Dampak kabut asap ini mengakibatkan jarak pandang terganggu. Selain itu, juga menyebabkan iritasi mata dan kulit, gangguan saluran pernafasan, (ISPA) dan memperberat penyakit kronis dan jantung.

KEPALA Badan Penanganan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumut, Riadil Akhir Lubis menyampaikan hal itu dalam Rapat Koordinasi Karhutla di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro Medan, Jumat (20/9). Rapat ini dihadiri Gubsu Edy Rahmayadi, Pangdam I/BB Mayjen TNI MS Fadhilah, Wakapolda Sumut Brigjen Pol Mardiaz Kusin Dwihananto, mewakili unsur Forkopimda lainnya, bupati/walikota se-Sumut, BPBD Sumut dan kabupaten/kota, serta kalangan pengusahan

Selain itu, kata Riadil, dampak asap juga mengakibatkan berkurangnya jarak pandang antara 1 – 5 km dan terganggunya penerbangan, seperti di Bandara Aek Godang Padang Lawas Utara dan Bandara Silangit, Tapanuli Utara.

Mengenai langkah pencegahan, Riadil menyebut, pihaknya siap melakukan pembagian masker, imbauan memakai kacamata, posko karhutla, penyediaan informasi melalui BMKG dan BPBD serta ajakan jangan melakukan pembakaran di pekarangan dan di sekitar kebun dan hutan.

Hingga periode September ini, juga ditemukan 83 hotspot pada 19 kabupaten/kota di Sumut. Secara khusus pada tiga hari terakhir, ada 8 titik api yang berada di Asahan, Dairi, Humbahas, Labuhanbatu, Padang Lawas Utara dan Tapanuli Tengah.

Untuk menghindari dampak buruk Karhutla tersebut, Gubsu Edy Rahmayadi meminta seluruh komponen pemerintah dan masyarakat peduli terhadap dampak Karhutla. “Setiap kabupaten/kota harus membentuk posko kesehatan akibat asap Karhutla dan membagikan masker kepada masyarakat yang terdampak,” tegas Edy.

Hujan yang turun beberapa hari terakhir, kata Edy, menjadi penyelamat sehingga dampak kabut asap tidak begitu parah. “Memang dampak yang kita rasakan kecil, karena kita diselamatkan hujan. Sumatera Utara sedang sering hujan, kalau tidak kita bisa jadi penyumbang asap. Saya pernah meninjau langsung lokasi kebakaran hutan, hanya 10 menit saja tidak tahan, bayangkan betapa menderitanya warga yang merasakan berhari-hari,” terang Edy.

Untuk penanggulangan Karhutla, Gubsu juga mengingatkan pentingnya kerja sama antara TNI, Polri dan Pemerintah untuk memantau hotspot (titik api) di lapangan, dan senantiasa mempedomani instruksi Presiden Nomor 11 tahun 2015 tentang peningkatan pengendalian Kahutla dan Peraturan Perundang-undangan terkait pengendalian Karhutla. “Saya harap dengan rapat yang terbatas ini bisa mencegah meluasnya kebakaran hutan, “ tegas Edy yang juga Dansatgas Karhutla.

Kepada pihak berwajib, Gubsu pun berpesan agar segera mencari dan mendapatkan pelaku. “Kepada Polisi saya sudah minta untuk segera mencari dan mendapatkan para pelaku, kita akan lakukan tindakan tegas, hingga pada pencabutan izin bila memang ada perusahaan yang lalai yang mengakibatkan Karhutla,” terang Edy.

Para pengusaha yang hadir, juga diminta turut andil dalam menjaga hutan. “Saya tidak mau berburuk sangka, kepada pengusaha tolong bantu dan ikut jagalah hutan kita, saya tak mau menuduh, yang saya inginkan bapak-bapak berpartisipasi untuk mencegah ini, karena kebanyakan kebakaran hutan terjadi didekat usaha bapak,” tegasnya.

Edy juga meminta para bupati/walikota mengaktifkan Satgas Karhutla dan melibatkan masyarakat secara intensif. Kepala daerah harus siaga penanggulangan Karhutla di wilayahnya. Dalam keadaan mendesak atau darurat, kepala daerah dapat menggunakan belanja tidak terduga untuk memenuhi kebutuhan daerah atau masyarakat. Serta mendukung penegakan hukum terhadap pelaku Karhutla.

Pangdam I/BB Mayjen TNI MS Fadhilah menyampaikan, terjadinya Karhutla 95 % karena ulah manusia. “Kebakaran hutan ini 95 persen karena ulah manusia, ada yang tingkatnya kecil hingga tingkat korporasi, motivasinya pun beragam, ada motivasi karena tuntutan ekonomi, ada juga yang termotivasi melakukan Karhutla karena urusan politik. Untuk itu semua berpikirlah untuk melakukan terbaik, kita cinta Sumut, kita hidup di sini, mari kita jaga hutan kita. Mari kita bergandengan tangan selamatkan bumi kita dan anak anak kita, karena yang menjadi korban adalah generasi penerus bangsa,” ujarnya.

Sementara itu, Wakapolda Sumut Brigjen Pol Mardiaz Kusin Dwihananto menyampaikan, untuk wilayah Sumut ada tiga daerah yang rawan Karhutla dan perlu diwaspadai, yakni Mandailing Natal, Labuhanbatu Selatan, dan Taman Nasional Gunung Leuser. “Saat musim kemarau, tiga lokasi tersebut rawan terjadi Karhutla, namun Taman Nasional Gunung Leuser yang berada di dekat Bahorok bisa diatasi karena sering terjadi hujan,” terangnya.

Deteksi Terakhir, Tak Ada Hotspot di Sumut

Sementara dari hasil pengamatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Medan terhadap perkembangan titik panas (hotspot) dan penyebaran kabut asap melalui pengamatan Satelit Aqua dan Terra, jumlah hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi (81-100 persen) di Provinsi Sumatera Utara dalam tiga hari terakhir, sebanyak satu titik yakni di Kabupaten Tapanuli Tengah. Namun dari pantauan terakhir, hotspot tersebut sudah tidak tampak lagi.

“Beberapa hari terakhir, memang ada terlihat titik panas di sana. Tapi karena itensitas curah hujan di Sumut yang saat ini sedang tinggi, hal itu justru dapat mengatasi titik panas di sana,” kata Kepala Bidang Data BMKG Medan, Erida kepada Sumut Pos, Jumat (20/9).

Asap yang sampai di wilayah Sumatera Utara, sebut Erida, memang diperkirakan merupakan akumulasi dari asap akibat kebakaran hutan di wilayah Sumatera Utara sendiri dan dari Provinsi tetangga. Hal ini didukung dengan pergerakan angin yang dominan dari arah Tenggara hingga selatan yang membawa partikel asap ke arah utara termasuk wilayah Medan.

“Jadi asap memang sudah terdeteksi di Kota Medan dengan satelit dan diprediksi sebagai asap kebakaran hutan dari luar Sumut. Untuk prospek ke depan, hotspot dan kabut asap masih perlu diwaspadai meskipun dalam beberapa hari kedepan wilayah Sumatera Utara cenderung hujan dengan intensitas ringan hingga sedang,” terangnya.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka BMKG mengimbau agar masyarakat dapat mengurangi aktivitas di luar rumah dan menggunakan masker jika beraktifitas di luar rumah, tetap waspada namun tidak perlu terlalu cemas. “Kami tadi sudah rapat dengan Pak Gubernur (Sumut). Alhamdulillah, Kota Medan tidak terlalu terkena paparan asap. Namun begitu, kami tetap mengimbau kepada masyarakat agar tetap menjaga kesehatan dengan mengurangi aktivitas di luar ruangan dan menggunakan masker apabila harus berada diluar ruangan,” tandasnya.

Nelayan Tak Melaut

Para nelayan di Medan Belawan, Labuhan dan Marelan terpaksa mengurungkan niat untuk pergi melaut. Pasalnya, selain relatif tingginya gelombang ombak, jarak pandang hanya 20 meter ke depan yang disebabkan kabut asap dari kebakaran hutan di sejumlah daerah di Pulau Sumatera dan Kalimantan.

Akibatnya, ratusan kapal ikan pun tertonggok di sejumlah tangkahan, terutama di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) Gabion, Belawan Lama dan Sungai Deli, Medan Marelan. Yusuf (45), warga Jalan Young Pana Hijau, Medan Marelan mengatakan, kondisi ombak yang relatif tinggi di atas dua meter sebenarnya, bisa diharungi nelayan, namun karena terbatasnya jarak pandang 20 meter akibat kabut asap, menimbulkan kekhawatiran bagi nelayan bila terjadi tabrakan antar kapal yang sedang berlayar.

“Kalau masalah ombak, nelayan masih bisa menyiasati bila siang hari, namun kalau keterbatasan jarak pandang, itu yang dikhawatirkan nelayan karena takut terjadi tabrakan dengan sesama kapal ikan maupun kapal niaga atau tanker yang sedang berlayar,” ujar Yusuf.

Syamsul Bahri Nasution, pedagang ikan yang setiap hari membeli ikan hasil tangkapan para nelayan di tangkahan Jalan Yong Panah Hijau Lingkungan 7 Kelurahan Labuhandeli, Medan Marelan membenarkan, jika sebagian besar nelayan tidak melaut karena tingginya gelombang ombak dan terhalang jarak pandang yang hanya 20 meter.

“Kemarin, sejumlah nelayan yang sudah berangkat melaut kembali ke pangkalan, karena tingginya ombak dan jarak pandang hanya 20 meter,” ujar Syamsul. Kalau pun ada nelayan yang tetap pergi melaut, hanya melakukan penangkapan ikan di pinggir saja, untuk menghindari gelombang ombak dan jarak pandang dampak kebakaran hutan.

Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kota Medan, Isa Albasir mengatakan, hampir 90 persen nelayan tidak melaut saat ini, karena ombak relatif tinggi ditambah dampak asap dari kebakaran hutan yang menghalangi jarang pandang nelayan hanya 20 meter ke depan. “Saat ini ada 90 persen nelayan Kota Medan yang mengambarkan kapalnya, karena dan dampak tingginya ombak dan kabut asap,” ujar Isa Albasir. (prn/map/mbc)

WAWANCARA: Gubsu Edy Rahmayadi bersama Pangdam I/BB menjawab pertanyaan wartawan, usai rapat koordinasi Karhutla di Kantor Gubsu, Jumat (20/9).

MEDAN, SUMTUPOS.CO – Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, menyebabkan 10 daerah di Sumut berkabut. Dampak kabut asap ini mengakibatkan jarak pandang terganggu. Selain itu, juga menyebabkan iritasi mata dan kulit, gangguan saluran pernafasan, (ISPA) dan memperberat penyakit kronis dan jantung.

KEPALA Badan Penanganan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumut, Riadil Akhir Lubis menyampaikan hal itu dalam Rapat Koordinasi Karhutla di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro Medan, Jumat (20/9). Rapat ini dihadiri Gubsu Edy Rahmayadi, Pangdam I/BB Mayjen TNI MS Fadhilah, Wakapolda Sumut Brigjen Pol Mardiaz Kusin Dwihananto, mewakili unsur Forkopimda lainnya, bupati/walikota se-Sumut, BPBD Sumut dan kabupaten/kota, serta kalangan pengusahan

Selain itu, kata Riadil, dampak asap juga mengakibatkan berkurangnya jarak pandang antara 1 – 5 km dan terganggunya penerbangan, seperti di Bandara Aek Godang Padang Lawas Utara dan Bandara Silangit, Tapanuli Utara.

Mengenai langkah pencegahan, Riadil menyebut, pihaknya siap melakukan pembagian masker, imbauan memakai kacamata, posko karhutla, penyediaan informasi melalui BMKG dan BPBD serta ajakan jangan melakukan pembakaran di pekarangan dan di sekitar kebun dan hutan.

Hingga periode September ini, juga ditemukan 83 hotspot pada 19 kabupaten/kota di Sumut. Secara khusus pada tiga hari terakhir, ada 8 titik api yang berada di Asahan, Dairi, Humbahas, Labuhanbatu, Padang Lawas Utara dan Tapanuli Tengah.

Untuk menghindari dampak buruk Karhutla tersebut, Gubsu Edy Rahmayadi meminta seluruh komponen pemerintah dan masyarakat peduli terhadap dampak Karhutla. “Setiap kabupaten/kota harus membentuk posko kesehatan akibat asap Karhutla dan membagikan masker kepada masyarakat yang terdampak,” tegas Edy.

Hujan yang turun beberapa hari terakhir, kata Edy, menjadi penyelamat sehingga dampak kabut asap tidak begitu parah. “Memang dampak yang kita rasakan kecil, karena kita diselamatkan hujan. Sumatera Utara sedang sering hujan, kalau tidak kita bisa jadi penyumbang asap. Saya pernah meninjau langsung lokasi kebakaran hutan, hanya 10 menit saja tidak tahan, bayangkan betapa menderitanya warga yang merasakan berhari-hari,” terang Edy.

Untuk penanggulangan Karhutla, Gubsu juga mengingatkan pentingnya kerja sama antara TNI, Polri dan Pemerintah untuk memantau hotspot (titik api) di lapangan, dan senantiasa mempedomani instruksi Presiden Nomor 11 tahun 2015 tentang peningkatan pengendalian Kahutla dan Peraturan Perundang-undangan terkait pengendalian Karhutla. “Saya harap dengan rapat yang terbatas ini bisa mencegah meluasnya kebakaran hutan, “ tegas Edy yang juga Dansatgas Karhutla.

Kepada pihak berwajib, Gubsu pun berpesan agar segera mencari dan mendapatkan pelaku. “Kepada Polisi saya sudah minta untuk segera mencari dan mendapatkan para pelaku, kita akan lakukan tindakan tegas, hingga pada pencabutan izin bila memang ada perusahaan yang lalai yang mengakibatkan Karhutla,” terang Edy.

Para pengusaha yang hadir, juga diminta turut andil dalam menjaga hutan. “Saya tidak mau berburuk sangka, kepada pengusaha tolong bantu dan ikut jagalah hutan kita, saya tak mau menuduh, yang saya inginkan bapak-bapak berpartisipasi untuk mencegah ini, karena kebanyakan kebakaran hutan terjadi didekat usaha bapak,” tegasnya.

Edy juga meminta para bupati/walikota mengaktifkan Satgas Karhutla dan melibatkan masyarakat secara intensif. Kepala daerah harus siaga penanggulangan Karhutla di wilayahnya. Dalam keadaan mendesak atau darurat, kepala daerah dapat menggunakan belanja tidak terduga untuk memenuhi kebutuhan daerah atau masyarakat. Serta mendukung penegakan hukum terhadap pelaku Karhutla.

Pangdam I/BB Mayjen TNI MS Fadhilah menyampaikan, terjadinya Karhutla 95 % karena ulah manusia. “Kebakaran hutan ini 95 persen karena ulah manusia, ada yang tingkatnya kecil hingga tingkat korporasi, motivasinya pun beragam, ada motivasi karena tuntutan ekonomi, ada juga yang termotivasi melakukan Karhutla karena urusan politik. Untuk itu semua berpikirlah untuk melakukan terbaik, kita cinta Sumut, kita hidup di sini, mari kita jaga hutan kita. Mari kita bergandengan tangan selamatkan bumi kita dan anak anak kita, karena yang menjadi korban adalah generasi penerus bangsa,” ujarnya.

Sementara itu, Wakapolda Sumut Brigjen Pol Mardiaz Kusin Dwihananto menyampaikan, untuk wilayah Sumut ada tiga daerah yang rawan Karhutla dan perlu diwaspadai, yakni Mandailing Natal, Labuhanbatu Selatan, dan Taman Nasional Gunung Leuser. “Saat musim kemarau, tiga lokasi tersebut rawan terjadi Karhutla, namun Taman Nasional Gunung Leuser yang berada di dekat Bahorok bisa diatasi karena sering terjadi hujan,” terangnya.

Deteksi Terakhir, Tak Ada Hotspot di Sumut

Sementara dari hasil pengamatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Medan terhadap perkembangan titik panas (hotspot) dan penyebaran kabut asap melalui pengamatan Satelit Aqua dan Terra, jumlah hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi (81-100 persen) di Provinsi Sumatera Utara dalam tiga hari terakhir, sebanyak satu titik yakni di Kabupaten Tapanuli Tengah. Namun dari pantauan terakhir, hotspot tersebut sudah tidak tampak lagi.

“Beberapa hari terakhir, memang ada terlihat titik panas di sana. Tapi karena itensitas curah hujan di Sumut yang saat ini sedang tinggi, hal itu justru dapat mengatasi titik panas di sana,” kata Kepala Bidang Data BMKG Medan, Erida kepada Sumut Pos, Jumat (20/9).

Asap yang sampai di wilayah Sumatera Utara, sebut Erida, memang diperkirakan merupakan akumulasi dari asap akibat kebakaran hutan di wilayah Sumatera Utara sendiri dan dari Provinsi tetangga. Hal ini didukung dengan pergerakan angin yang dominan dari arah Tenggara hingga selatan yang membawa partikel asap ke arah utara termasuk wilayah Medan.

“Jadi asap memang sudah terdeteksi di Kota Medan dengan satelit dan diprediksi sebagai asap kebakaran hutan dari luar Sumut. Untuk prospek ke depan, hotspot dan kabut asap masih perlu diwaspadai meskipun dalam beberapa hari kedepan wilayah Sumatera Utara cenderung hujan dengan intensitas ringan hingga sedang,” terangnya.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka BMKG mengimbau agar masyarakat dapat mengurangi aktivitas di luar rumah dan menggunakan masker jika beraktifitas di luar rumah, tetap waspada namun tidak perlu terlalu cemas. “Kami tadi sudah rapat dengan Pak Gubernur (Sumut). Alhamdulillah, Kota Medan tidak terlalu terkena paparan asap. Namun begitu, kami tetap mengimbau kepada masyarakat agar tetap menjaga kesehatan dengan mengurangi aktivitas di luar ruangan dan menggunakan masker apabila harus berada diluar ruangan,” tandasnya.

Nelayan Tak Melaut

Para nelayan di Medan Belawan, Labuhan dan Marelan terpaksa mengurungkan niat untuk pergi melaut. Pasalnya, selain relatif tingginya gelombang ombak, jarak pandang hanya 20 meter ke depan yang disebabkan kabut asap dari kebakaran hutan di sejumlah daerah di Pulau Sumatera dan Kalimantan.

Akibatnya, ratusan kapal ikan pun tertonggok di sejumlah tangkahan, terutama di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) Gabion, Belawan Lama dan Sungai Deli, Medan Marelan. Yusuf (45), warga Jalan Young Pana Hijau, Medan Marelan mengatakan, kondisi ombak yang relatif tinggi di atas dua meter sebenarnya, bisa diharungi nelayan, namun karena terbatasnya jarak pandang 20 meter akibat kabut asap, menimbulkan kekhawatiran bagi nelayan bila terjadi tabrakan antar kapal yang sedang berlayar.

“Kalau masalah ombak, nelayan masih bisa menyiasati bila siang hari, namun kalau keterbatasan jarak pandang, itu yang dikhawatirkan nelayan karena takut terjadi tabrakan dengan sesama kapal ikan maupun kapal niaga atau tanker yang sedang berlayar,” ujar Yusuf.

Syamsul Bahri Nasution, pedagang ikan yang setiap hari membeli ikan hasil tangkapan para nelayan di tangkahan Jalan Yong Panah Hijau Lingkungan 7 Kelurahan Labuhandeli, Medan Marelan membenarkan, jika sebagian besar nelayan tidak melaut karena tingginya gelombang ombak dan terhalang jarak pandang yang hanya 20 meter.

“Kemarin, sejumlah nelayan yang sudah berangkat melaut kembali ke pangkalan, karena tingginya ombak dan jarak pandang hanya 20 meter,” ujar Syamsul. Kalau pun ada nelayan yang tetap pergi melaut, hanya melakukan penangkapan ikan di pinggir saja, untuk menghindari gelombang ombak dan jarak pandang dampak kebakaran hutan.

Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kota Medan, Isa Albasir mengatakan, hampir 90 persen nelayan tidak melaut saat ini, karena ombak relatif tinggi ditambah dampak asap dari kebakaran hutan yang menghalangi jarang pandang nelayan hanya 20 meter ke depan. “Saat ini ada 90 persen nelayan Kota Medan yang mengambarkan kapalnya, karena dan dampak tingginya ombak dan kabut asap,” ujar Isa Albasir. (prn/map/mbc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/