28.9 C
Medan
Monday, May 13, 2024

Cari Bukti Kreator Penganiayaan Ulama

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin (tengah), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius (kedua kiri) dan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Ari Dono Sukamto (kedua kanan) menghadiri rapat pleno ke-25 Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (21/2). Rapat tersebut mengangkat tema penanggulangan tindak kekerasan terhadap ulama dan perusakan rumah ibadah. FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO — Kredibilitas Polri tengah diuji dalam menuntaskan kasus berbau konspirasi. Polri memastikan menerjunkan tiga jenderal menuntaskan fenomena penganiayaan ulama dan pengrusakan simbol agama. Ketiga jenderal tersebut di-deadline untuk bisa membongkar seterang-terangnya tabir 21 peristiwa penganiayaan dan pengrusakan tersebut.

Adakah konspirasi dalam rentetan kejadian yang mengancam ulama atau justru peristiwa ini terjadi natural, tanpa kaitan. Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto menjelaskan, tiga jenderal ini ditugaskan untuk tiga provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat dan Jogjakarta. ”Ada jenderal bintang dua dan satu,” tuturnya dalam pertemuan di Majelis Ulama Indonesia (MUI) kemarin.

Ketiganya akan meneliti 21 peristiwa penganiayaan dan pengrusakan di ketiga provinsi. Apakah peristiwa-peristiwa itu saling kait-mengkait atau tidak. ”Kita akan lihat peristiwa ini sebenarnya apa,” tegas mantan Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) tersebut menanggapi pertanyaan salah seorang anggota MUI.

Pakar bidang kejiwaan atau psikolog juga harus dilibatkan untuk bisa membantu kepolisian. Nantinya, pakar inilah yang akan menjelaskan duduk perkaranya. ”Kami sudah diinstruksi bahwa yang jelaskan pakar soal penyakitnya, kalau polisi malah nanti salah lagi,” terangnya.

Menurutnya, langkah tersebut diambil karena instruksi Presiden Jokowi. Serta, karena Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang memiliki perhatian yang besar dalam peristiwa-peristiwa tersebut. ”Polri dalam hal ini benar-benar ingin menciptakan keamanan,” terang jenderal berbintang tiga tersebut.

Bahkan, tidak hanya pengusutan peristiwa penganiayaan, namun langkah pencegahan berlanjutnya penganiayaan dan pengrusakan dirancang. Yakni, setiap Polda harus merapat dan melindungi ulama. ”Datangi dan lindungi agar tidak terulang. Saya sempat melihat ada mobil polisi di sebuah masjid tadi. Saya yakin ini sedang koordinasi mengamankan ulama,” papar Kasatgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tersebut.

Pendataan terhadap orang dengan sakit kejiwaan itu juga ditempuh. Nantinya, di setiap rumah sakit jiwa akan didatangi kepolisian untuk mencari data pasien yang pulang. ”Kami akan telusuri satu per satu pasien, ini sudah pulang atau belum ke rumah. Atau, malah dipakai dan ada yang mengajari sesuatu,” ungkapnya.

Kerjasama dengan pemerintah daerah (Pemda), khususnya Satpol PP urgen dilakukan. Utamanya untuk melakukan razia terhadap orang dengan gangguan mental di daerah-daerah. ”Saya sebenarnya juga punya pengalaman semacam itu, saat menjadi Wakapolda Sulteng, mendadak banyak orang gila di sana. Ya kami amankan dan bawa ke rumah sakit. Mengapa bisa, ya alami saja,” paparnya.

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin (tengah), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius (kedua kiri) dan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Ari Dono Sukamto (kedua kanan) menghadiri rapat pleno ke-25 Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (21/2). Rapat tersebut mengangkat tema penanggulangan tindak kekerasan terhadap ulama dan perusakan rumah ibadah. FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO — Kredibilitas Polri tengah diuji dalam menuntaskan kasus berbau konspirasi. Polri memastikan menerjunkan tiga jenderal menuntaskan fenomena penganiayaan ulama dan pengrusakan simbol agama. Ketiga jenderal tersebut di-deadline untuk bisa membongkar seterang-terangnya tabir 21 peristiwa penganiayaan dan pengrusakan tersebut.

Adakah konspirasi dalam rentetan kejadian yang mengancam ulama atau justru peristiwa ini terjadi natural, tanpa kaitan. Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto menjelaskan, tiga jenderal ini ditugaskan untuk tiga provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat dan Jogjakarta. ”Ada jenderal bintang dua dan satu,” tuturnya dalam pertemuan di Majelis Ulama Indonesia (MUI) kemarin.

Ketiganya akan meneliti 21 peristiwa penganiayaan dan pengrusakan di ketiga provinsi. Apakah peristiwa-peristiwa itu saling kait-mengkait atau tidak. ”Kita akan lihat peristiwa ini sebenarnya apa,” tegas mantan Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) tersebut menanggapi pertanyaan salah seorang anggota MUI.

Pakar bidang kejiwaan atau psikolog juga harus dilibatkan untuk bisa membantu kepolisian. Nantinya, pakar inilah yang akan menjelaskan duduk perkaranya. ”Kami sudah diinstruksi bahwa yang jelaskan pakar soal penyakitnya, kalau polisi malah nanti salah lagi,” terangnya.

Menurutnya, langkah tersebut diambil karena instruksi Presiden Jokowi. Serta, karena Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang memiliki perhatian yang besar dalam peristiwa-peristiwa tersebut. ”Polri dalam hal ini benar-benar ingin menciptakan keamanan,” terang jenderal berbintang tiga tersebut.

Bahkan, tidak hanya pengusutan peristiwa penganiayaan, namun langkah pencegahan berlanjutnya penganiayaan dan pengrusakan dirancang. Yakni, setiap Polda harus merapat dan melindungi ulama. ”Datangi dan lindungi agar tidak terulang. Saya sempat melihat ada mobil polisi di sebuah masjid tadi. Saya yakin ini sedang koordinasi mengamankan ulama,” papar Kasatgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tersebut.

Pendataan terhadap orang dengan sakit kejiwaan itu juga ditempuh. Nantinya, di setiap rumah sakit jiwa akan didatangi kepolisian untuk mencari data pasien yang pulang. ”Kami akan telusuri satu per satu pasien, ini sudah pulang atau belum ke rumah. Atau, malah dipakai dan ada yang mengajari sesuatu,” ungkapnya.

Kerjasama dengan pemerintah daerah (Pemda), khususnya Satpol PP urgen dilakukan. Utamanya untuk melakukan razia terhadap orang dengan gangguan mental di daerah-daerah. ”Saya sebenarnya juga punya pengalaman semacam itu, saat menjadi Wakapolda Sulteng, mendadak banyak orang gila di sana. Ya kami amankan dan bawa ke rumah sakit. Mengapa bisa, ya alami saja,” paparnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/