30 C
Medan
Tuesday, May 28, 2024

Kiprah Sudako Sejarah KPUM

BEGITU banyak angkutan kota (angkot) menggunakan mini bus yang beroperasi di Kota Medan. Sebut saja KPUM, Rahayu, Gajah Mada, Desa Maju, Morina, Medan Bus, Nasional, Povri, dan sebagainya, namun orang Medan sejak dulu menyamakan semua nama angkot itu dengan kata Sudako. Kok bisa begitu? Sudako memang akrab bagi warga Medan. Jauh sebelum moda transportasi umum meluber seperti saat ini.

ARMADA TUA: Sudako trayek 08, salah satu trayek KPUM  dilayani armada tua.//metro asahan/smg
ARMADA TUA: Sudako trayek 08, salah satu trayek KPUM yang dilayani armada tua.//metro asahan/smg

Ada taksi, becak mesin, dan tentu saja angkot bermerk lain. Sudako menjadi sarana transportasi andalan warga Medan selain becak dayung dan bemo.

Awalnya penamaan Sudako hanya untuk angkot berwarna kuning saja. Belakangan nyaris semua angkot dinamai Sudako. Ya, Sudako memang fenomenal. Sukar rasanya menjumpai warga yang Medan yang tak kenal Sudako. Moda transportasi ini pula yang sentiasa dikaitkan dengan Koperasi Pengangkutan Angkutan Umum (KPUM) yang menjadi induk lahirnya Sudako di kota ini.

Sudako lahir dari sejarah yang panjang. Awalnya adalah kegusaran atas masalah transportasi di Kota Medan. Persoalan kota yang sekaligus peluang bisnis ini mengusik benak lima orang yang dikenang sebagai pendiri KPUM. Mereka adalah Baharudin Nur, Radi Suharto, Abdul Aziz Tanjung, Abdul Jalil dan Saidi Pangaribuan. Kelimanya bersepakat membentuk koperasi dengan nama Koperasi Pengangkutan Umum Medan  (KPUM) didirikan pada 17 April 1963 atas prakarsa Pemerintah Daerah (dulu Pemda Tingkat II Kotamadya Medan) dengan Direktorat koperasi Tingkat II Kotamadya Medan. Koperasi ini berlokasi di Jalan Rupat No. 30-32 di dekat pasar Sambu. KPUM memperoleh status badan hukum pada 14 Mei 1974 dengan No. 2381.B/BH/III (UU12/67).

Di awal pendirian, KPUM hanya punya  angkutan umum bemo. Maksud dan tujuan awal pendirian koperasi ini tentunya meningkatkan taraf hidup pengemudi becak bermesin pada saat itu dengan memberikan kendaraan bemo (tiga roda) secara kredit dengan sistem sewa-beli. Namun berawal dari bemo kemudian berkembanmg ke Sudako hingga moda transportasi lain. Kini KPUM tercatat sebagai koperasi ‘kaya-raya’ dengan 14 jenis usaha. Dari mulai bengkel, Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) hingga merambah bisnis pom bensin. Tentulah tak elok tak mengaitkan sejarah angkutan kota di Medan dengan Sudako yang menjadi cikal-bakalnya.

Wikipedia mencatat Sudako pertama di Kota Medan menggunakan minibus Daihatsu S38 dengan mesin 2 tak kapasitas 500 cc. Di Jepang, type ini untuk pertama kali dijual pada 1972. Saat ini, jenis Daihatsu tipe ini sudah jarang terlihat, apalagi yang masih berbentuk Sudako. Kalau dicermati jenis mobil itu kini banyak disulap menjadi mobil tukang duplikat kunci. Bagi yang lain Sudako jenis ini banyak disebut sebagai ‘Daihatsu Truntung’. Orang pasti lebih lebih mudah membayangkannya. Disebut begitu lantaran suara dari knalpotnya terdengar trungggggg… tung… tung… tung… tung…

Sudako Daihatsu S38 ini diyakini modifikasi dari mobil pick up. Bagian belakangnya ditambahkan body berbahan plat dilengkapi kaca yang bisa digeser di kedua sisinya. Di belakang tersusun dua buah kursi panjang. Pintu masuk belakang dibiarkan terbuka tanpa penutup. Penumpangnya duduk berhadapan.

Saking sempitnya, lutut penumpang yang berhadapan sering kali terpaksa bergesekan.Setelah Daihatsu S38, lantas muncul Daihatsu Hijet 55 Wide dan kemudian diikuti Daihatsu Hijet 1.000. Faktor usia juga yang membuat jenis S38 lenyap di jalan sebagai ‘raja jalanan’. Sindiran ini bukan tanpa alasan.

Sudako memang sering kali membuat orang jengkel di jalanan. Padahal, populasi Sudako di Medan jumlahnya ribuan unit. Hanya sedikit sopir Sudako yang patuh pada rambu lalu lintas. Sisanya bak ‘raja jalanan’. Penumpang dinaikkan atau diturunkan sesukanya, kebut-kebutan sesama sopir, menerobos lampu lalu lintas, bisa berhenti di mana saja, dan parahnya lagi, si sopir kalau sudah kebelet bisa buang air di mana saja. Tinggal buka pintu depan kanan, lalu dengan cueknya si sopir mengencingi roda depan mobilnya sendiri! He-he-he. Ini tentulah kisah yang tekadang kita saksikan sendiri.

Begitupun ada kisah menarik soal bagaimana Sudako yang amat sempit ini menjadi ruang komunikasi para ibu. Tempat duduk yang pas-pasan itu menjadi pembuka obrolan antar-penumpang yang tak saling kenal. Tak jarang Sudako ini menjadi ajang bertukar informasi bagi kaum ibu. Misalnya perbedaan harga bahan pokok di pasar A dan di pasar B. Meskipun tak saling kenal, para ibu rumah tangga yang sama-sama baru pulang belanja seringkali keasyikan bicara harga sembako. Harga daging ayam, telur, atau beras yang tiba-tiba naik di pasar tak ajarang diperoleh penumpang dari Sudako.

Sekali lagi Sudako adalah pelopor angkot di Kota Medan dan perintisnya tak lain KPUM. Trayek pertamanya adalah ‘Lin 01’. IStilah ‘Lin’ ini sama dengan trayek, yakni lintasan yang menghubungkan antara Pasar Merah (Jalan HM Joni), Jalan Amaliun (via Jalan Ismailiyah) dan terminal Sambu. Lantas darimana asal-usul kata ‘Sudako’?

Memang sulit mendapatkannya secara pasti karena tak ada referensi baku. Ada yang menyebutkan, kata ‘Sudako’ singkatan dari kalimat Sumatera Daihatsu Company (Sudaco dan kemudian dibaca menjadi Sudako). Ini mungkin ada benarnya.

Bisa jadi angkutan umum pertama di Medan menggunakan mobil bermerk Daihatsu buatan Jepang.Ada juga yang menyebutkan Sudako akronim dari Suzuki, Daihatsu dan Colt (Mitsubishi). Angkutan umum di Medan pada era tahun 1960-an hingga 1970-an didominasi ketiga merk tersebut. Begitupun ada pula istilah yang lebih logis yang didapat dari seorang kawan. Sudako disebutnya berasal dari Sarana Umum Dalam Kota. (valdesz)

BEGITU banyak angkutan kota (angkot) menggunakan mini bus yang beroperasi di Kota Medan. Sebut saja KPUM, Rahayu, Gajah Mada, Desa Maju, Morina, Medan Bus, Nasional, Povri, dan sebagainya, namun orang Medan sejak dulu menyamakan semua nama angkot itu dengan kata Sudako. Kok bisa begitu? Sudako memang akrab bagi warga Medan. Jauh sebelum moda transportasi umum meluber seperti saat ini.

ARMADA TUA: Sudako trayek 08, salah satu trayek KPUM  dilayani armada tua.//metro asahan/smg
ARMADA TUA: Sudako trayek 08, salah satu trayek KPUM yang dilayani armada tua.//metro asahan/smg

Ada taksi, becak mesin, dan tentu saja angkot bermerk lain. Sudako menjadi sarana transportasi andalan warga Medan selain becak dayung dan bemo.

Awalnya penamaan Sudako hanya untuk angkot berwarna kuning saja. Belakangan nyaris semua angkot dinamai Sudako. Ya, Sudako memang fenomenal. Sukar rasanya menjumpai warga yang Medan yang tak kenal Sudako. Moda transportasi ini pula yang sentiasa dikaitkan dengan Koperasi Pengangkutan Angkutan Umum (KPUM) yang menjadi induk lahirnya Sudako di kota ini.

Sudako lahir dari sejarah yang panjang. Awalnya adalah kegusaran atas masalah transportasi di Kota Medan. Persoalan kota yang sekaligus peluang bisnis ini mengusik benak lima orang yang dikenang sebagai pendiri KPUM. Mereka adalah Baharudin Nur, Radi Suharto, Abdul Aziz Tanjung, Abdul Jalil dan Saidi Pangaribuan. Kelimanya bersepakat membentuk koperasi dengan nama Koperasi Pengangkutan Umum Medan  (KPUM) didirikan pada 17 April 1963 atas prakarsa Pemerintah Daerah (dulu Pemda Tingkat II Kotamadya Medan) dengan Direktorat koperasi Tingkat II Kotamadya Medan. Koperasi ini berlokasi di Jalan Rupat No. 30-32 di dekat pasar Sambu. KPUM memperoleh status badan hukum pada 14 Mei 1974 dengan No. 2381.B/BH/III (UU12/67).

Di awal pendirian, KPUM hanya punya  angkutan umum bemo. Maksud dan tujuan awal pendirian koperasi ini tentunya meningkatkan taraf hidup pengemudi becak bermesin pada saat itu dengan memberikan kendaraan bemo (tiga roda) secara kredit dengan sistem sewa-beli. Namun berawal dari bemo kemudian berkembanmg ke Sudako hingga moda transportasi lain. Kini KPUM tercatat sebagai koperasi ‘kaya-raya’ dengan 14 jenis usaha. Dari mulai bengkel, Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) hingga merambah bisnis pom bensin. Tentulah tak elok tak mengaitkan sejarah angkutan kota di Medan dengan Sudako yang menjadi cikal-bakalnya.

Wikipedia mencatat Sudako pertama di Kota Medan menggunakan minibus Daihatsu S38 dengan mesin 2 tak kapasitas 500 cc. Di Jepang, type ini untuk pertama kali dijual pada 1972. Saat ini, jenis Daihatsu tipe ini sudah jarang terlihat, apalagi yang masih berbentuk Sudako. Kalau dicermati jenis mobil itu kini banyak disulap menjadi mobil tukang duplikat kunci. Bagi yang lain Sudako jenis ini banyak disebut sebagai ‘Daihatsu Truntung’. Orang pasti lebih lebih mudah membayangkannya. Disebut begitu lantaran suara dari knalpotnya terdengar trungggggg… tung… tung… tung… tung…

Sudako Daihatsu S38 ini diyakini modifikasi dari mobil pick up. Bagian belakangnya ditambahkan body berbahan plat dilengkapi kaca yang bisa digeser di kedua sisinya. Di belakang tersusun dua buah kursi panjang. Pintu masuk belakang dibiarkan terbuka tanpa penutup. Penumpangnya duduk berhadapan.

Saking sempitnya, lutut penumpang yang berhadapan sering kali terpaksa bergesekan.Setelah Daihatsu S38, lantas muncul Daihatsu Hijet 55 Wide dan kemudian diikuti Daihatsu Hijet 1.000. Faktor usia juga yang membuat jenis S38 lenyap di jalan sebagai ‘raja jalanan’. Sindiran ini bukan tanpa alasan.

Sudako memang sering kali membuat orang jengkel di jalanan. Padahal, populasi Sudako di Medan jumlahnya ribuan unit. Hanya sedikit sopir Sudako yang patuh pada rambu lalu lintas. Sisanya bak ‘raja jalanan’. Penumpang dinaikkan atau diturunkan sesukanya, kebut-kebutan sesama sopir, menerobos lampu lalu lintas, bisa berhenti di mana saja, dan parahnya lagi, si sopir kalau sudah kebelet bisa buang air di mana saja. Tinggal buka pintu depan kanan, lalu dengan cueknya si sopir mengencingi roda depan mobilnya sendiri! He-he-he. Ini tentulah kisah yang tekadang kita saksikan sendiri.

Begitupun ada kisah menarik soal bagaimana Sudako yang amat sempit ini menjadi ruang komunikasi para ibu. Tempat duduk yang pas-pasan itu menjadi pembuka obrolan antar-penumpang yang tak saling kenal. Tak jarang Sudako ini menjadi ajang bertukar informasi bagi kaum ibu. Misalnya perbedaan harga bahan pokok di pasar A dan di pasar B. Meskipun tak saling kenal, para ibu rumah tangga yang sama-sama baru pulang belanja seringkali keasyikan bicara harga sembako. Harga daging ayam, telur, atau beras yang tiba-tiba naik di pasar tak ajarang diperoleh penumpang dari Sudako.

Sekali lagi Sudako adalah pelopor angkot di Kota Medan dan perintisnya tak lain KPUM. Trayek pertamanya adalah ‘Lin 01’. IStilah ‘Lin’ ini sama dengan trayek, yakni lintasan yang menghubungkan antara Pasar Merah (Jalan HM Joni), Jalan Amaliun (via Jalan Ismailiyah) dan terminal Sambu. Lantas darimana asal-usul kata ‘Sudako’?

Memang sulit mendapatkannya secara pasti karena tak ada referensi baku. Ada yang menyebutkan, kata ‘Sudako’ singkatan dari kalimat Sumatera Daihatsu Company (Sudaco dan kemudian dibaca menjadi Sudako). Ini mungkin ada benarnya.

Bisa jadi angkutan umum pertama di Medan menggunakan mobil bermerk Daihatsu buatan Jepang.Ada juga yang menyebutkan Sudako akronim dari Suzuki, Daihatsu dan Colt (Mitsubishi). Angkutan umum di Medan pada era tahun 1960-an hingga 1970-an didominasi ketiga merk tersebut. Begitupun ada pula istilah yang lebih logis yang didapat dari seorang kawan. Sudako disebutnya berasal dari Sarana Umum Dalam Kota. (valdesz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/