27.8 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Profesor USU Nilai Effendi tak Bijak

MEDAN- Keberatan Calon Gubernur Sumatera Utara (Cagubsu) nomor urut 2, Effendi Sim bolon karena Dahlan Iskan diulosi tokoh batak di Tapanuli Utara dinilai profesor dari Universitas Sumatera Utara (USU) merupakan tindak tak bijak.

Profesor yang memberikan penilaian itu adalah Prof DR Marlon Sihombing MA dan Prof Hiras Tobing PhD.

“Saya melihat sikap Cagubsu Effendi Simbolon kepada Dahlan Iskan ada persoalan politis yang tak terpenuhi dan dikaitkan dengan adat Batak. Saya lihat, ini nampak Effendi Simbolan kurang bijak,” kata Marlon Sihombing yang merupakan guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (Fisipol USU), kemarin.

Marlon membeberkan, statmen secara langsung yang disampaikan Effendi Simbolon yang menyebutkan Menteri BUMN Dahlan Iskan “gila” satu ungkapan yang tidak etis dan tak pantas disampaikan oleh calon pemimpin di Sumatera Utara. Dia membeberkan, mengulosi atau pemberian ulos kepada seseorang di adat Batak merupakan penghormatan tertinggi. Untuk memberikannya ada kriteria umum dan kriteria khusus.

Dia pun melihat, apa yang dilakukan oleh tokoh batak sudah melalui pengujian dalam pemberiannya. Hal ini dibuktikan dengan beberapa sambutan dari sejumlah tokoh adat Batak usai acara serah terima Bandara Silangit dari Kemenhub ke PT Angkasa Pura II. “Jika dikaji dengan kriteria umum, Dahlan Iskan pantas diulosi,” sebutnya.

Tak berbeda dengan koleganya, Prof Hiras Tobing menegaskan tidak ada larangan memberi ulos kepada orang di luar suku Batak. Karena pemberian ulos menurutnya tidak semata bermakna sebagai penghormatan, namun sekaligus simbolisasi hadirnya Batak dalam diri orang yang diulosi.

“Jadi dengan kita memberikan ulos, artinya orang Batak juga melekat dalam diri orang tersebut. Sehingga nasionalisme tumbuh dan berkembang. Kalau adat dan budaya tidak bisa kita manfaatkan untuk kepentingan nasionalisme, buat apa adat tersebut?” ujarnya di Jakarta, Selasa (22/1).

Menurutnya, pemberian ulos dapat dilakukan kepada siapa saja di luar orang Batak, asalkan jangan kepada seorang koruptor. Selain itu, pemberian ulos juga tergantung pemaknaan dari prosesi tersebut. Karena masyarakat Batak saat ini telah berkembang sedemikian rupa. Ia menganalogikan ibarat sebuah pisau. “Itu kan bisa dipakai untuk memotong ayam, buah, atau untuk kepentingan positif lain. Tapi pisau juga ‘kan bisa dipakai untuk membunuh orang. Jadi sangat tergantung kita memaknai objek ke subjek,” katanya.

Dewan Pakar Persatuan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini menuturkan, pemberian ulos kepada suku lain ini dimulai sejak zaman Belanda masuk ke Tano Batak. Kemudian berlanjut saat terjadinya proses kawin campur antara suku Batak dengan suku maupun bangsa-bangsa lain di dunia. “Jadi analoginya, orang di luar orang Batak, juga bisa menerima ulos,” katanya.

Sebagaimana diberitakan, Effendi Simbolon, menyatakan keberatannya atas pemberian ulos dari sejumlah tokoh Batak kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan. Dalam sebuah acara di rumah Bupati Simalungun, JR Saragih, Effendi membuat pernyataan yang melecehkan putusan tokoh-tokoh Batak. “Kalian ulosi orang gila itu? Masa kalian biarkan orang gila itu diulosi?” begitu katanya.

Saat dikonfirmasi beberapa kemuadian, Effendi yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI-P itu membenarkan pernyataan tersebut. “Ia, memang benar Dahlan Iskan itu gila. Bagi kami di DPR RI Komisi VII dari mana tokohnya? Apakah dia (Dahlan, red) memberikan kontribusi membangun tanah Batak? Kalau memberikan, apa kontribusinya?” ucapnya kepada Sumut Pos, Rabu (16/1) di Hotel Grand Antares, Medan.

Kritik tajam juga muncul daritokoh Batak di Medan, di antaranya Jumongkas Hutagaol. Bahkan, dia mempertanyakan kredibilitas orang-orang di sekeliling Effendi Simbolon, sehingga cagub tersebut bisa melakukan kesalahan politik yang menurutnya lumayan fatal, sampai dua kali.

“Kebiasaan ‘mangulosi’ itu sudah ada sejak dulu sebagai wujud penghargaan kepada siapa saja yang dianggap pantas, dengan berbagai pertimbangan tentunya, tidak melihat, apakah orang tersebut Batak atau non-Batak,” kata Jumongkas Hutagaol, Minggu (20/1).

“Termasuklah kepada Dahlan Iskan, yang oleh para tokoh adat di Taput memberikan ‘tunggal panaluan’ dan ‘ulos bulang-bulang’, karena Dahlan dianggap punya perhatian besar terhadap pengembangan Bandara Silangit di Taput,” sambungnya.

Lebih lanjut Jumongkas pun mempertanyakan, apa kapasitas Effendi Simbolon membuat penilaian, pas atau tidaknya Dahlan Iskan mendapat ‘tunggal panaluan’ dan ‘ulos bulang-bulang’.

“Itu tentu sudah melalui berbagai pertimbangan yang sangat dalam oleh para tokoh adat di Taput. Sehingga penolakan oleh Effendi Simbolon, menurut penilaian saya, sungguh sangat ganjil dan sangat tidak pada tempatnya. Maka saya kira tepat seperti yang dikatakan Kastorius Sinaga, bahwa Effendi Simbolon tak paham nilai-nilai kultural orang Batak yang di antaranya sangat menjunjung tinggi persaudaraan antaretnis,” paparnya.

Berdasarkan hal ini, Jumongkas lantas mengutarakan kekhawatirannya apabila orang seperti Effendi Simbolon memimpin Sumut. “Apa pun alasannya, pernyataan Effendi itu akan tetap menjadi ganjalan. Kalau itu berdasarkan dendam pribadi, maka akan muncul pertanyaan, sejauh mana dia bisa mengesampingkan urusan pribadi demi urusan warga. Kalau itu karena ketidaktahuan, maka akan muncul pertanyaan, bagaimana nasib budaya Batak nanti kalau dia memimpin di Sumut,” kata pengusaha angkutan dan perumahan ini. (ril/gir/sor)

MEDAN- Keberatan Calon Gubernur Sumatera Utara (Cagubsu) nomor urut 2, Effendi Sim bolon karena Dahlan Iskan diulosi tokoh batak di Tapanuli Utara dinilai profesor dari Universitas Sumatera Utara (USU) merupakan tindak tak bijak.

Profesor yang memberikan penilaian itu adalah Prof DR Marlon Sihombing MA dan Prof Hiras Tobing PhD.

“Saya melihat sikap Cagubsu Effendi Simbolon kepada Dahlan Iskan ada persoalan politis yang tak terpenuhi dan dikaitkan dengan adat Batak. Saya lihat, ini nampak Effendi Simbolan kurang bijak,” kata Marlon Sihombing yang merupakan guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (Fisipol USU), kemarin.

Marlon membeberkan, statmen secara langsung yang disampaikan Effendi Simbolon yang menyebutkan Menteri BUMN Dahlan Iskan “gila” satu ungkapan yang tidak etis dan tak pantas disampaikan oleh calon pemimpin di Sumatera Utara. Dia membeberkan, mengulosi atau pemberian ulos kepada seseorang di adat Batak merupakan penghormatan tertinggi. Untuk memberikannya ada kriteria umum dan kriteria khusus.

Dia pun melihat, apa yang dilakukan oleh tokoh batak sudah melalui pengujian dalam pemberiannya. Hal ini dibuktikan dengan beberapa sambutan dari sejumlah tokoh adat Batak usai acara serah terima Bandara Silangit dari Kemenhub ke PT Angkasa Pura II. “Jika dikaji dengan kriteria umum, Dahlan Iskan pantas diulosi,” sebutnya.

Tak berbeda dengan koleganya, Prof Hiras Tobing menegaskan tidak ada larangan memberi ulos kepada orang di luar suku Batak. Karena pemberian ulos menurutnya tidak semata bermakna sebagai penghormatan, namun sekaligus simbolisasi hadirnya Batak dalam diri orang yang diulosi.

“Jadi dengan kita memberikan ulos, artinya orang Batak juga melekat dalam diri orang tersebut. Sehingga nasionalisme tumbuh dan berkembang. Kalau adat dan budaya tidak bisa kita manfaatkan untuk kepentingan nasionalisme, buat apa adat tersebut?” ujarnya di Jakarta, Selasa (22/1).

Menurutnya, pemberian ulos dapat dilakukan kepada siapa saja di luar orang Batak, asalkan jangan kepada seorang koruptor. Selain itu, pemberian ulos juga tergantung pemaknaan dari prosesi tersebut. Karena masyarakat Batak saat ini telah berkembang sedemikian rupa. Ia menganalogikan ibarat sebuah pisau. “Itu kan bisa dipakai untuk memotong ayam, buah, atau untuk kepentingan positif lain. Tapi pisau juga ‘kan bisa dipakai untuk membunuh orang. Jadi sangat tergantung kita memaknai objek ke subjek,” katanya.

Dewan Pakar Persatuan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini menuturkan, pemberian ulos kepada suku lain ini dimulai sejak zaman Belanda masuk ke Tano Batak. Kemudian berlanjut saat terjadinya proses kawin campur antara suku Batak dengan suku maupun bangsa-bangsa lain di dunia. “Jadi analoginya, orang di luar orang Batak, juga bisa menerima ulos,” katanya.

Sebagaimana diberitakan, Effendi Simbolon, menyatakan keberatannya atas pemberian ulos dari sejumlah tokoh Batak kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan. Dalam sebuah acara di rumah Bupati Simalungun, JR Saragih, Effendi membuat pernyataan yang melecehkan putusan tokoh-tokoh Batak. “Kalian ulosi orang gila itu? Masa kalian biarkan orang gila itu diulosi?” begitu katanya.

Saat dikonfirmasi beberapa kemuadian, Effendi yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI-P itu membenarkan pernyataan tersebut. “Ia, memang benar Dahlan Iskan itu gila. Bagi kami di DPR RI Komisi VII dari mana tokohnya? Apakah dia (Dahlan, red) memberikan kontribusi membangun tanah Batak? Kalau memberikan, apa kontribusinya?” ucapnya kepada Sumut Pos, Rabu (16/1) di Hotel Grand Antares, Medan.

Kritik tajam juga muncul daritokoh Batak di Medan, di antaranya Jumongkas Hutagaol. Bahkan, dia mempertanyakan kredibilitas orang-orang di sekeliling Effendi Simbolon, sehingga cagub tersebut bisa melakukan kesalahan politik yang menurutnya lumayan fatal, sampai dua kali.

“Kebiasaan ‘mangulosi’ itu sudah ada sejak dulu sebagai wujud penghargaan kepada siapa saja yang dianggap pantas, dengan berbagai pertimbangan tentunya, tidak melihat, apakah orang tersebut Batak atau non-Batak,” kata Jumongkas Hutagaol, Minggu (20/1).

“Termasuklah kepada Dahlan Iskan, yang oleh para tokoh adat di Taput memberikan ‘tunggal panaluan’ dan ‘ulos bulang-bulang’, karena Dahlan dianggap punya perhatian besar terhadap pengembangan Bandara Silangit di Taput,” sambungnya.

Lebih lanjut Jumongkas pun mempertanyakan, apa kapasitas Effendi Simbolon membuat penilaian, pas atau tidaknya Dahlan Iskan mendapat ‘tunggal panaluan’ dan ‘ulos bulang-bulang’.

“Itu tentu sudah melalui berbagai pertimbangan yang sangat dalam oleh para tokoh adat di Taput. Sehingga penolakan oleh Effendi Simbolon, menurut penilaian saya, sungguh sangat ganjil dan sangat tidak pada tempatnya. Maka saya kira tepat seperti yang dikatakan Kastorius Sinaga, bahwa Effendi Simbolon tak paham nilai-nilai kultural orang Batak yang di antaranya sangat menjunjung tinggi persaudaraan antaretnis,” paparnya.

Berdasarkan hal ini, Jumongkas lantas mengutarakan kekhawatirannya apabila orang seperti Effendi Simbolon memimpin Sumut. “Apa pun alasannya, pernyataan Effendi itu akan tetap menjadi ganjalan. Kalau itu berdasarkan dendam pribadi, maka akan muncul pertanyaan, sejauh mana dia bisa mengesampingkan urusan pribadi demi urusan warga. Kalau itu karena ketidaktahuan, maka akan muncul pertanyaan, bagaimana nasib budaya Batak nanti kalau dia memimpin di Sumut,” kata pengusaha angkutan dan perumahan ini. (ril/gir/sor)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/