25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Order Fiktif Hantui Driver Online

Kemudian, bila karena orderan fiktif tadi mempengaruhi performa mitra sehingga menyebabkan insentif tak cair, menurut Yudha itu sudah kebijakan perusahaan. “Semisal nih aplikasi taksi online, mitra tidak mendapat insentif karena pengorder membatalkan pesanan, mungkin karena suatu alasan. Itu ya sudah suatu ketentuan dalam rangkaian bisnis. Harusnya perusahaan penyedia jasa transportasi online itu mengatur regulasinya sebaik mungkin agar tidak merugikan mitranya. Saya sendiri pernah itu, order tapi saya batalkan karena taksi online yang saya tunggu lama datangnya,” beber Yudha.

Ditanya soal apakah dia sudah menerima laporan para ojek online soal orderan fiktif, Yudha mengaku belum ada menerima. “Belum ada saya terima. Kalau diterima kita pelajari dulu masalahnya,” pungkas Yudha.

Terpisah, Sekretaris Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Padian Adi Siregar menilai, perusahaan transportasi online harus bisa melindungi drivernya agar tidak terkena orderan fiktif dan terhidar dari kelakukan nakal konsumen. “Laporan driver ojek online terkait banyaknya order fiktif dari oknum tidak bertanggung jawab ini tidak boleh luput dari perhatian pihak perusahaan,” ungkap Padian kepada Sumut Pos, Senin (22/1) malam.

Untuk mencegah order fiktif ini, menurut Padian, seharusnya pihak perusahaan harus melakukan pengembangan aplikasi yang memungkinkan meminimalisir kerugian para driver yang ditipu. “Jadi, perusahaan transportasi online ini tidak boleh lepas tangan seolah-olah hanya kerugian driver saja akibat tidak hati-hati,” tegasnya.

Dia juga mendesak agar pihak Kepolisian untuk proaktif menindaklanjuti pengaduan para driver tersebut. “Kepolisian juga harus proaktif menindaklanjuti laporan yang dilakukan driver, karena apabila kepolisian mampu mengungkap dan menangkap pelaku order fiktif, pelayanan ojek online tidak akan terganggu. Apabila laporan order fiktif tidak terungkap, bukan tidak mungkin driver akan  takut menerima order dari konsumen, bahkan yang paling fatal akan melakukan “cancel” sepihak akibat takut ditipu lagi,” tutur Padian.

Dengan begitu, lanjut Padian, kepercayaan publik terhadap ojek online akan menurun. “Akhirnya konsumen juga yang dirugikan. Padahal selama ini, konsumen terbantu akibat efektifitas layanan ojek online. Tetapi karena driver takut dan melakukan pembatalan order, konsumen jadi kesulitan mendapatkan pelayanan,” tandasnya.

Kemudian, bila karena orderan fiktif tadi mempengaruhi performa mitra sehingga menyebabkan insentif tak cair, menurut Yudha itu sudah kebijakan perusahaan. “Semisal nih aplikasi taksi online, mitra tidak mendapat insentif karena pengorder membatalkan pesanan, mungkin karena suatu alasan. Itu ya sudah suatu ketentuan dalam rangkaian bisnis. Harusnya perusahaan penyedia jasa transportasi online itu mengatur regulasinya sebaik mungkin agar tidak merugikan mitranya. Saya sendiri pernah itu, order tapi saya batalkan karena taksi online yang saya tunggu lama datangnya,” beber Yudha.

Ditanya soal apakah dia sudah menerima laporan para ojek online soal orderan fiktif, Yudha mengaku belum ada menerima. “Belum ada saya terima. Kalau diterima kita pelajari dulu masalahnya,” pungkas Yudha.

Terpisah, Sekretaris Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Padian Adi Siregar menilai, perusahaan transportasi online harus bisa melindungi drivernya agar tidak terkena orderan fiktif dan terhidar dari kelakukan nakal konsumen. “Laporan driver ojek online terkait banyaknya order fiktif dari oknum tidak bertanggung jawab ini tidak boleh luput dari perhatian pihak perusahaan,” ungkap Padian kepada Sumut Pos, Senin (22/1) malam.

Untuk mencegah order fiktif ini, menurut Padian, seharusnya pihak perusahaan harus melakukan pengembangan aplikasi yang memungkinkan meminimalisir kerugian para driver yang ditipu. “Jadi, perusahaan transportasi online ini tidak boleh lepas tangan seolah-olah hanya kerugian driver saja akibat tidak hati-hati,” tegasnya.

Dia juga mendesak agar pihak Kepolisian untuk proaktif menindaklanjuti pengaduan para driver tersebut. “Kepolisian juga harus proaktif menindaklanjuti laporan yang dilakukan driver, karena apabila kepolisian mampu mengungkap dan menangkap pelaku order fiktif, pelayanan ojek online tidak akan terganggu. Apabila laporan order fiktif tidak terungkap, bukan tidak mungkin driver akan  takut menerima order dari konsumen, bahkan yang paling fatal akan melakukan “cancel” sepihak akibat takut ditipu lagi,” tutur Padian.

Dengan begitu, lanjut Padian, kepercayaan publik terhadap ojek online akan menurun. “Akhirnya konsumen juga yang dirugikan. Padahal selama ini, konsumen terbantu akibat efektifitas layanan ojek online. Tetapi karena driver takut dan melakukan pembatalan order, konsumen jadi kesulitan mendapatkan pelayanan,” tandasnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/