Ada pula yang pindah ke kota, ikut keluarga di Medan maupun Aceh. Tapi, rata-rata mereka juga menyewa ladang seperti yang dilakukan Amin untuk menghidupi keluarga.
”Saya tidak tahu lagi ke mana saja mereka. Tapi, saya masih punya semua nomor HP mereka. Kalau ada bantuan, mereka tinggal saya hubungi,” tutur Amin.
Meski tidak memiliki kantor lagi, Amin masih berstatus kepala desa. Warga tetap memanggilnya Pak Kades. Tanda tangan Amin juga masih berlaku untuk kepentingan administrasi kependudukan. Tak heran bila beberapa kali warganya yang mengungsi di tempat lain mendatangi dirinya untuk meminta tanda tangan dan stempel kelurahan.
”Yang jadi soal, kalau diundang ke kantor pemkab, saya harus pakai seragam Kades. Rasanya tidak nyaman pakai seragam itu di desa orang lain. Nanti dikira Kades tandingan,” kelakarnya.
Ada satu hal yang memusingkan Amin. Yakni terkait warganya yang meninggal dunia. Sebab, di Karo, berlaku tradisi bahwa orang yang meninggal dikubur di pekarangan atau tanah mereka. Kadang di pemakaman desa. Tapi, kini tradisi itu tak mungkin dilakukan.
”Untuk itu, saya harus meminta tolong kepada Kades setempat untuk meminta tempat pemakaman bagi warga saya,” jelas Amin.
Masa jabatan Amin sebenarnya sudah habis tahun lalu. Tapi, belum ada pergantian atau pemilihan Kades baru. Karena itu, status Amin kini pelaksana tugas (Plt).
”Katanya sih, tahun ini ada pemilihan (Kades). Tapi, saya belum tahu kapan akan dilaksanakan,” ujar Amin, yang berniat maju lagi dalam pemilihan nanti.
Hingga kini, Gunung Sinabung belum tenang. Sesekali terdengar letusan kecil dan keluar lahar dingin setiap kali hujan turun. Pemerintah pun memutuskan untuk merelokasi warga di kawasan bahaya dengan membuka permukiman baru di kawasan hutan lindung Siosar, Kecamatan Tiga Panah.
Jawa Pos sempat mengunjungi kawasan baru tersebut. Untuk mencapai permukiman itu, harus melintasi jalan menanjak dan berbukit sepanjang 17 km dari Kabanjahe. Ada 250 hektare hutan pinus yang dijadikan permukiman penduduk. Saat ini sudah dibangun 103 rumah tipe 36 di kawasan tersebut. Deretan rumah bercat hijau itu terlihat rapi, seperti rumah dinas tentara.
”Warna rumah itu merupakan pilihan para pengungsi,” kata Letkol April Hartanto, wakil komandan satgas pembangunan rumah pengungsi Sinabung. April, yang merupakan Danden Zibang, Sibolga, tinggal di kawasan itu sejak awal proyek tersebut dikerjakan.
Tidak kurang dari seribu anggota TNI-AD dikerahkan untuk membangun jalan dan permukiman baru tersebut. Setiap rumah memiliki satu kamar tidur, satu kamar mandi, dan sanitasi serta dialiri listrik PLN. Di kawasan itu, bakal dibangun 450 rumah lagi untuk kepala keluarga dari tiga desa, yakni Suka Meriah, Simacem, dan Bekerah.
Selain mendapat rumah, setiap KK memperoleh 1 hektare ladang. Relokasi untuk warga empat desa lainnya juga direncanakan di kawasan tersebut. Namun, rumah untuk mereka akan dibangun setelah relokasi tahap pertama selesai.
”Kami hanya mengawali untuk 103 rumah. Selanjutnya akan diteruskan oleh pemkab melalui mekanisme lelang,” tegas April. (*/c11/ari

