26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Dirut Pirngadi Dicekal

Direktur RSUD Pirngadi Medan, dr Amran Lubis
Direktur RSUD Pirngadi Medan, dr Amran Lubis

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Direktur RSUD Pirngadi Medan, dr Amran Lubis ternyata sudah lama menyandang status tersangka dalam dugaan mark up anggaran pengadaan alat-alat kesehatan (Alkes) di RSUD dr Pirngadi Medan. Hal ini ditegaskan Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Wahyu Istanto Bram saat dikonfirmasi usai melakukan rapat di gedung utama Polresta Medan, Senin (23/6) sekira pukul 16.00 WIB.

“Kalau itu (Amran Lubis) ya sudah lama jadi tersangka. Karena, sejak keluar SPDP (Surat Perintah Dimulai Penyidikan) sudah jadi tersangka dia,” ujar Wahyu. Hanya saja, lanjut Wahyu, selama ini penanganan kasusnya sedikit mendek lantaran pihak penyidik kurang mampu menyampaikan materi ke Kejari Medan. “Kemarin sempat terjadi clash dalam menyajikan materinya. Jadi, penyidik menyampaikan materinya itu seperti kasus pidana umum. Apalagi penyidik tidak mengkaitkan peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya,” kata Wahyu.

Ia menjelaskan, karena kejadian itu, kasus ini tidak tergambar secara gamblang. Alhasil, jaksa sempat kebingungan melihat materi yang disajikan penyidik.

“Setelah saya lihat resumenya, ternyata seperti pidana umum. Jadi saya katakan sama mereka (penyidik-red), begini loh bikinnya. Nah, setelah itu, kita ketemu dengan jaksa,” kata mantan penyidik di KPK itu. Ia mengatakan, setelah penyidik paham dalam menyajikan materi korupsi tersebut, dirinya mengaku senang. “Kenapa saya senang, karena jaksa sudah ok. Dan kita nanti akan mengirim semua berkasnya ke jaksa,” ujar Wahyu.

Masih kata Wahyu, selama proses tender berlangsung, Amran Lubis melakukan perubahan Rencana Kerja & Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL). “Dir Pirngadi ini melakukan perubahan RKAKL. Dia melakukan perbuatan untuk merangkap HPS (Harga Penawaran Sendiri). Dan dia melakukan itu dengan cara mark-up anggaran. HPS itu kan sebenarnya tidak boleh melebihi pagu anggaran,” ungkapnya. Ia menjelaskan, dengan naiknya harga HPS, maka nilai kontrak secara tidak langsung akan naik pula. Dan ini jelas melanggar aturan.

“Jadi, HPS inikan sebagai dasar untuk batas penawaran tertinggi dalam tender. Kalau HPS wajar, nilai kontrak pasti wajar. Seharusnya, jika ingin melakukan revisi, itu harus ada dasarnya. Dasarnya itu dengan melihat brosur Alkes tadi. Sementara, dia (Amran Lubis), tidak ada brosur. Dan RKAKL nya juga tidak terdata,” ungkap Wahyu. Begitupun, guna menghindari tersangka melarikan diri, Wahyu dan jajarannya segera membuat surat pencekalan bagi tersangka.

“Kita akan buat surat pencekalannya. Dan tersangka dalam kasus ini akan bertambah. Selain itu, memang ada satu tersangka yang dirawat atas nama Kamsil (KA). Seharusnya dia hari ini (Rabu) menjalani operasi jantung. Karena kadar gula darahnya naik, terpaksa operasinya ditunda. Mungkin dia drop karena banyak pikiran,” ujar Wahyu. Untuk mengusut kasus ini hingga tuntas, sambungnya, ia juga akan meminta kepada pimpinannya guna menambah personel penyidik. Karena, kata dia, selama ini penyidik khusus perkara korupsi masih sangat minim.

“Saya mau menghadap (pimpinan). Saat ini ada 4 penyidik, tidak ada Panit. Dan itupun hanya satu yang bisa kerja. Saya akan minta 5 atau 6 orang penyidik lagi,” pungkas Wahyu. Dalam kasus ini, Amran Lubis disangkakan melanggar Pasal 2 dan 3 dalam UU No 20 tahun 2001 tentang tindak korupsi. “Ya, menurut saya para penyidik yang lalu bukan kurang mampu, namun ada sedikit diskomunikasi ya. Untuk itu saya akan menghadap ke atasan untuk meminta lagi beberapa anggota yang mampu untuk menangani kasus kasus serupa.” Tandas Wahyu.

Seperti diketahui, kasus dugaan korupsi alat-alat kesehatan (Alkes) dan keluarga berencana (KB) di RSUD dr Pirngadi Medan yang ditangani Unit Tipiter Satuan Reskrim Polresta Medan, sampai saat ini belum juga menuju proses persidangan. Padahal, kasus ini dilimpahkan Unit I Subdit III Tipikor Direktorat Reskrimsus Polda Sumut sejak Agustus 2013 lalu. Kasus korupsi ini total anggarannya senilai Rp8 miliar dan dananya bersumber dari Direktorat Jendral (Dirjen) Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun Anggaran 2012. Dalam kasus dugaan korupsi tersebut, sudah tiga orang ditetapkan tersangka dan ditahan, diantaranya bernisial KS, S dan AP. KS (45) adalah warga Jl. Setia Budi, selaku pelaksana pekerja sebenarnya atau sub kontraktor yang mengarahkan rekanan PT IGM (Indofarma Global Medical) hingga memenangkan saat tender proyek.

S (50) merupakan warga Polonia, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), sedangkan, AP (45) warga Tangerang, selaku pelaksana kontrak. Modus yang dilakukan para tersangka ini, dengan cara mengarahkan merk dari distributor tertentu untuk dijadikan bahan dalam pelelangan. Selanjutnya, harga di-mark up hingga pembayaran 100 persen kepada rekanan. KS mendapat keuntungan Rp900 juta dari proyek ini. Sedangkan, S menerima gratifikasi dari KS dengan berangkat ke luar negeri (tiket perjalanan) dan AP menerima keuntungan atau fee sebesar Rp200 juta selaku pelaksana kontrak. (mri/deo)

Direktur RSUD Pirngadi Medan, dr Amran Lubis
Direktur RSUD Pirngadi Medan, dr Amran Lubis

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Direktur RSUD Pirngadi Medan, dr Amran Lubis ternyata sudah lama menyandang status tersangka dalam dugaan mark up anggaran pengadaan alat-alat kesehatan (Alkes) di RSUD dr Pirngadi Medan. Hal ini ditegaskan Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Wahyu Istanto Bram saat dikonfirmasi usai melakukan rapat di gedung utama Polresta Medan, Senin (23/6) sekira pukul 16.00 WIB.

“Kalau itu (Amran Lubis) ya sudah lama jadi tersangka. Karena, sejak keluar SPDP (Surat Perintah Dimulai Penyidikan) sudah jadi tersangka dia,” ujar Wahyu. Hanya saja, lanjut Wahyu, selama ini penanganan kasusnya sedikit mendek lantaran pihak penyidik kurang mampu menyampaikan materi ke Kejari Medan. “Kemarin sempat terjadi clash dalam menyajikan materinya. Jadi, penyidik menyampaikan materinya itu seperti kasus pidana umum. Apalagi penyidik tidak mengkaitkan peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya,” kata Wahyu.

Ia menjelaskan, karena kejadian itu, kasus ini tidak tergambar secara gamblang. Alhasil, jaksa sempat kebingungan melihat materi yang disajikan penyidik.

“Setelah saya lihat resumenya, ternyata seperti pidana umum. Jadi saya katakan sama mereka (penyidik-red), begini loh bikinnya. Nah, setelah itu, kita ketemu dengan jaksa,” kata mantan penyidik di KPK itu. Ia mengatakan, setelah penyidik paham dalam menyajikan materi korupsi tersebut, dirinya mengaku senang. “Kenapa saya senang, karena jaksa sudah ok. Dan kita nanti akan mengirim semua berkasnya ke jaksa,” ujar Wahyu.

Masih kata Wahyu, selama proses tender berlangsung, Amran Lubis melakukan perubahan Rencana Kerja & Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL). “Dir Pirngadi ini melakukan perubahan RKAKL. Dia melakukan perbuatan untuk merangkap HPS (Harga Penawaran Sendiri). Dan dia melakukan itu dengan cara mark-up anggaran. HPS itu kan sebenarnya tidak boleh melebihi pagu anggaran,” ungkapnya. Ia menjelaskan, dengan naiknya harga HPS, maka nilai kontrak secara tidak langsung akan naik pula. Dan ini jelas melanggar aturan.

“Jadi, HPS inikan sebagai dasar untuk batas penawaran tertinggi dalam tender. Kalau HPS wajar, nilai kontrak pasti wajar. Seharusnya, jika ingin melakukan revisi, itu harus ada dasarnya. Dasarnya itu dengan melihat brosur Alkes tadi. Sementara, dia (Amran Lubis), tidak ada brosur. Dan RKAKL nya juga tidak terdata,” ungkap Wahyu. Begitupun, guna menghindari tersangka melarikan diri, Wahyu dan jajarannya segera membuat surat pencekalan bagi tersangka.

“Kita akan buat surat pencekalannya. Dan tersangka dalam kasus ini akan bertambah. Selain itu, memang ada satu tersangka yang dirawat atas nama Kamsil (KA). Seharusnya dia hari ini (Rabu) menjalani operasi jantung. Karena kadar gula darahnya naik, terpaksa operasinya ditunda. Mungkin dia drop karena banyak pikiran,” ujar Wahyu. Untuk mengusut kasus ini hingga tuntas, sambungnya, ia juga akan meminta kepada pimpinannya guna menambah personel penyidik. Karena, kata dia, selama ini penyidik khusus perkara korupsi masih sangat minim.

“Saya mau menghadap (pimpinan). Saat ini ada 4 penyidik, tidak ada Panit. Dan itupun hanya satu yang bisa kerja. Saya akan minta 5 atau 6 orang penyidik lagi,” pungkas Wahyu. Dalam kasus ini, Amran Lubis disangkakan melanggar Pasal 2 dan 3 dalam UU No 20 tahun 2001 tentang tindak korupsi. “Ya, menurut saya para penyidik yang lalu bukan kurang mampu, namun ada sedikit diskomunikasi ya. Untuk itu saya akan menghadap ke atasan untuk meminta lagi beberapa anggota yang mampu untuk menangani kasus kasus serupa.” Tandas Wahyu.

Seperti diketahui, kasus dugaan korupsi alat-alat kesehatan (Alkes) dan keluarga berencana (KB) di RSUD dr Pirngadi Medan yang ditangani Unit Tipiter Satuan Reskrim Polresta Medan, sampai saat ini belum juga menuju proses persidangan. Padahal, kasus ini dilimpahkan Unit I Subdit III Tipikor Direktorat Reskrimsus Polda Sumut sejak Agustus 2013 lalu. Kasus korupsi ini total anggarannya senilai Rp8 miliar dan dananya bersumber dari Direktorat Jendral (Dirjen) Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun Anggaran 2012. Dalam kasus dugaan korupsi tersebut, sudah tiga orang ditetapkan tersangka dan ditahan, diantaranya bernisial KS, S dan AP. KS (45) adalah warga Jl. Setia Budi, selaku pelaksana pekerja sebenarnya atau sub kontraktor yang mengarahkan rekanan PT IGM (Indofarma Global Medical) hingga memenangkan saat tender proyek.

S (50) merupakan warga Polonia, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), sedangkan, AP (45) warga Tangerang, selaku pelaksana kontrak. Modus yang dilakukan para tersangka ini, dengan cara mengarahkan merk dari distributor tertentu untuk dijadikan bahan dalam pelelangan. Selanjutnya, harga di-mark up hingga pembayaran 100 persen kepada rekanan. KS mendapat keuntungan Rp900 juta dari proyek ini. Sedangkan, S menerima gratifikasi dari KS dengan berangkat ke luar negeri (tiket perjalanan) dan AP menerima keuntungan atau fee sebesar Rp200 juta selaku pelaksana kontrak. (mri/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/