26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dari Salah Diagnosa hingga Tewasnya Pasien

Akibat pelayanan yang tidak maksimal, dan terkesan setengah hati, menyebabkan nama baik rumah sakit dr Pirngadi tercemar. Pasalnya, dalam jenjang waktu yang terbilang singkat, rumah sakit tersebut didera tiga kasus yang memalukan.

Di antaranya yakni kasus salah diagnosa yang dialami Sariawati (38) warga Jalan Amaliun Gang Arjuna, Medan Area, pada pertengahan Desember 2011 lalu. Berawal dari penyakit asam lambung yang niatnya ingin diobati di RS Pirngadi, oleh pihak medis RSUD dr Pirngadi, Sariawati justru didiagnosa menderita penyakit TB Paru sehingga harus mengkonsumsi obat TB Paru selama 6 bulan ke depan.

Lalu, Ganda Hermanto Tua Nainggolan (19), warga Jalan Panglima Denai Medan, Gang Soda harus menghembuskan napas terakhirnya pasca pemulangan paksa yang dilakukan pihak rumah sakit pada awal Februari lalu.  Ganda yang sempat mendapatkan perawatan selama lebih kurang 40 hari di ruang XVIII, Flamboyan lantai satu dengan status penyakit Pembengkakan Jantung. Akan tetapi Ganda terpaksa disuruh pulang karena masa waktu kartu Medan Sehat yang menggunakan kasuistik atau rekomendasi dari dinas kesehatan dinyatakan telah habis.

Kasus lainnya yakni dialami bayi berusia 7 bulan, Anatasya Yolenta Situmeang, warga Jalan Pelajar Ujung, Medan Denai, pada Jumat (6/4) lalu. Buah hati pasangan Mualtua Situmeang (31) dan Rini Oktaviani (25) itu harus menghembuskan napas terakhir karena dua jam lebih tak mendapat penanganan dari petugas medis di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSU dr Pirngadi Medan.  Ironisnya, dokter yang menangani Tasya, dr Julia Fitriani saat itu enggan memberikan komentar. Kasus itu juga berakhir dengan permintaan maaf dari pihak rumah sakit atas kesalahan yang telah dilakukannya.

Menyikapi tiga kasus tersebut, Wadir Pelayanan Medik RSUD dr Pirngadi Medan Amran Lubis (saat ini sudah dilantik menjadi Drektur Utama, Red) ketika ditemui di rumah sakit, Senin (4/6) lalu mengatakan, ketiga kasus yang dialami rumah sakit merupakan sebuah pengalaman berharga. “Terkait kasus-kasus yang muncul kemarin sebahagian sudah bisa diselesaikan. Ini dijadikan pengalaman untuk ke depannya bisa diperbaiki. Yakni dengan tata kelola standar pelayanan rumah sakit,” ucapnya.

Adapun hal yang akan dibenahi, bilang Amran, yakni Instalasi Gawat Darurat sebagai lokasi rawan dan pintu awal masuknya seluruh pasien dengan kondisi beragam jenis penyakit serta kepanikan dan memiliki beban ekonomis dan psikologis. “Pasien yang datang dengan kondisi cemas dan sensitif. Sehingga penanganannya juga tidak biasa yakni harus cepat, responsif, dan tanggap,” ucapnya.

Tidak main-main dengan ucapannya, Amran mengaku rencana perbaikan kualitas pelayanan tersebut akan direalisasikannya dalam dua bulan ke depan. Meskipun bilang Amran tidak menutup kemungkinan akan terjadi perubahan secara drastis baik dari segi SDM-nya hingga pemenuhan fasilitas.
“Kedepannnya, sesuai dengan Perwal terbaru kita kan mengacu kepada Join Commition International for Acreditation, atau mengacu kepada pelayanan standar Internasional, dengan misi utamanya adalah mengedepankan keselamatan pasien. Bahkan untuk panitianya saat ini telah dibentuk, tinggal pelaksanaannya saja yang nantinya akan mengikuti modul sesuai standar Internasional,” terangnya diakhir pertemuan.

Meskipun beragam masalah baik dari sisi pelayanan hingga fasilitas rumah sakit Pirngadi Medan masih banyak ditemui, namun tetap saja kebutuhan masyarakat terutama masyarakat miskin, terhadap pelayanan kesehatan dari rumah sakit milik Pemko itu tetap tinggi.

Setidaknya untuk Mei hingga Juni, dari 585 jumlah tempat tidur yang efektif di rumah sakit itu, 75 persennya atau sekitar 400 lebih pasien tetap memenuhi rumah sakit Pirngadi. Angka ini berdasarkan Bad Occupation Rate (BOR) atau angka kunjungan rata-rata pasien rumah sakit yang disampaikan Wadir SDM Pelayanan dan Medik RSUD dr Pirngadi Medan, Masnelly Lubis. Mungkinkah padatnya pasien di RSU Pirngadi Medan karena masyarakat miskin tak punya pilihan lain? (far/uma)

Akibat pelayanan yang tidak maksimal, dan terkesan setengah hati, menyebabkan nama baik rumah sakit dr Pirngadi tercemar. Pasalnya, dalam jenjang waktu yang terbilang singkat, rumah sakit tersebut didera tiga kasus yang memalukan.

Di antaranya yakni kasus salah diagnosa yang dialami Sariawati (38) warga Jalan Amaliun Gang Arjuna, Medan Area, pada pertengahan Desember 2011 lalu. Berawal dari penyakit asam lambung yang niatnya ingin diobati di RS Pirngadi, oleh pihak medis RSUD dr Pirngadi, Sariawati justru didiagnosa menderita penyakit TB Paru sehingga harus mengkonsumsi obat TB Paru selama 6 bulan ke depan.

Lalu, Ganda Hermanto Tua Nainggolan (19), warga Jalan Panglima Denai Medan, Gang Soda harus menghembuskan napas terakhirnya pasca pemulangan paksa yang dilakukan pihak rumah sakit pada awal Februari lalu.  Ganda yang sempat mendapatkan perawatan selama lebih kurang 40 hari di ruang XVIII, Flamboyan lantai satu dengan status penyakit Pembengkakan Jantung. Akan tetapi Ganda terpaksa disuruh pulang karena masa waktu kartu Medan Sehat yang menggunakan kasuistik atau rekomendasi dari dinas kesehatan dinyatakan telah habis.

Kasus lainnya yakni dialami bayi berusia 7 bulan, Anatasya Yolenta Situmeang, warga Jalan Pelajar Ujung, Medan Denai, pada Jumat (6/4) lalu. Buah hati pasangan Mualtua Situmeang (31) dan Rini Oktaviani (25) itu harus menghembuskan napas terakhir karena dua jam lebih tak mendapat penanganan dari petugas medis di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSU dr Pirngadi Medan.  Ironisnya, dokter yang menangani Tasya, dr Julia Fitriani saat itu enggan memberikan komentar. Kasus itu juga berakhir dengan permintaan maaf dari pihak rumah sakit atas kesalahan yang telah dilakukannya.

Menyikapi tiga kasus tersebut, Wadir Pelayanan Medik RSUD dr Pirngadi Medan Amran Lubis (saat ini sudah dilantik menjadi Drektur Utama, Red) ketika ditemui di rumah sakit, Senin (4/6) lalu mengatakan, ketiga kasus yang dialami rumah sakit merupakan sebuah pengalaman berharga. “Terkait kasus-kasus yang muncul kemarin sebahagian sudah bisa diselesaikan. Ini dijadikan pengalaman untuk ke depannya bisa diperbaiki. Yakni dengan tata kelola standar pelayanan rumah sakit,” ucapnya.

Adapun hal yang akan dibenahi, bilang Amran, yakni Instalasi Gawat Darurat sebagai lokasi rawan dan pintu awal masuknya seluruh pasien dengan kondisi beragam jenis penyakit serta kepanikan dan memiliki beban ekonomis dan psikologis. “Pasien yang datang dengan kondisi cemas dan sensitif. Sehingga penanganannya juga tidak biasa yakni harus cepat, responsif, dan tanggap,” ucapnya.

Tidak main-main dengan ucapannya, Amran mengaku rencana perbaikan kualitas pelayanan tersebut akan direalisasikannya dalam dua bulan ke depan. Meskipun bilang Amran tidak menutup kemungkinan akan terjadi perubahan secara drastis baik dari segi SDM-nya hingga pemenuhan fasilitas.
“Kedepannnya, sesuai dengan Perwal terbaru kita kan mengacu kepada Join Commition International for Acreditation, atau mengacu kepada pelayanan standar Internasional, dengan misi utamanya adalah mengedepankan keselamatan pasien. Bahkan untuk panitianya saat ini telah dibentuk, tinggal pelaksanaannya saja yang nantinya akan mengikuti modul sesuai standar Internasional,” terangnya diakhir pertemuan.

Meskipun beragam masalah baik dari sisi pelayanan hingga fasilitas rumah sakit Pirngadi Medan masih banyak ditemui, namun tetap saja kebutuhan masyarakat terutama masyarakat miskin, terhadap pelayanan kesehatan dari rumah sakit milik Pemko itu tetap tinggi.

Setidaknya untuk Mei hingga Juni, dari 585 jumlah tempat tidur yang efektif di rumah sakit itu, 75 persennya atau sekitar 400 lebih pasien tetap memenuhi rumah sakit Pirngadi. Angka ini berdasarkan Bad Occupation Rate (BOR) atau angka kunjungan rata-rata pasien rumah sakit yang disampaikan Wadir SDM Pelayanan dan Medik RSUD dr Pirngadi Medan, Masnelly Lubis. Mungkinkah padatnya pasien di RSU Pirngadi Medan karena masyarakat miskin tak punya pilihan lain? (far/uma)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/