“Namun, nyatanya itu tidak ada. Saksi ahli dari kita sudah memaparkannya setiap usaha, baik itu usaha yang akan dilaksanakan maupun yang berlaku, maka wajib disertai dengan kajian analisis lingkungan. Inilah yang menjadi acuan bagi kita. Kita pertahankan UU No 32 Tahun 2019 itu agar dipatuhi setiap warga negara maupun lembaga pemerintahan, ditambah lagi dengan Perwal yang ada,” terang Asril.
Lebih lanjut dikatakannya, keberadaan kajian lingkungan itu adalah menjadi dasar terbitnya izin lainnya, termasuk IMB. Justru, lanjut Asril, Pemko Medan malah memberikan bukti kajian bangunan dalam persidangan.
“Kita persoalkan kan dampak dari bangunan yang didirikan. Andaikata bangunan ini berdiri, kan harus kita kaji dampak lingkungannya. Maka dalam kesempatan ini, kita percaya bahwa hakim akan bisa bersikap adil, bagaimana melihat hakikat hukum itu sebenarnya, melihat fakta-fakta yang ada selama proses persidangan selama ini, kami optimis gugatan bisa dikabulkan,” ungkapnya.
Seperti diketahui sejumlah pedagang Pasar Timah menggugat Keputusan Walikota Medan No: 645/469. K tanggal 22 Juni 2017 Tentang Izin Mendirikan Bangunan Ir. Syaiful Bahri, u/an Pemko Medan untuk Mendirikan satu unit pasar berlantai 3 di Jalan Timah, Kelurahan Sei Rengas II, Kecamatan Medan Area, Kota Medan.
Menurut pedagang, pembangunan pasar tersebut diduga akan dijadikan pasar modern. Dalam proses rencana pembangunan pedagang tidak pernah dilibatkan. Selain itu, bangunan juga tidak memliki kajian Amdal. Tidak hanya itu, IMB yang diterbitkan diduga dimanipulasi.
Dari keterangan kuasa hukum pedagang, penerbitan IMB, juga diduga digunakan untuk dua bangunan, yaitu bangunan relokasi pedagang yang berada di lahan PT. Kereta Api dan bangunan pasar di Jl. Timah. Nantinya, bangunan ini akan menjadi pasar modern.(gus/ila)