28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Survei ‘Medan Terkorup’ Itu untuk Kota Medan, Bukan Pemko

Sementara pengamat  ekonomi dari Univesitas  Sumatera Utara (USU),  Wahyu Ario Pratomo SE M Ec berharap hasil Indeks Persepsi Korupsi  Indonesia 2017 yang dilakukan Tranparency International sebagian bahan masukan untuk perbaikan. Selain itu terus berbenah untuk perbaikan praktek pemberantasan korupsi melalui tranparansi ,  integritas dan komitmen.

Harapan ini disampaikan Wahyu untuk menanggapi hasil survei yang dilakukan Transparency International (TI) terhadap pelaku usaha di 12 kota di Indonesia. Dalam survei itu Medan mendapat skor rendah.

Diakui Wahyu, Pemko Medan dinilainya punya keinginan besar untuk terus berbenah terkait pencegahan terjadinya tindak korupsi sekaligus mewujudkan clean goverment. Terbukti dalam setahun belakangan ini, Pemko Medan telah didampingi Tim Kordinasi Supervisi  Pencegahan (Korsupgah) KPK untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

“Apa yang dilakukan Pemko Medan ini artinya sudah ada keinginan untuk mewujudkan terciptanya clean government. Di samping itu juga untuk memperbaiki citra dan persepsi  masyarakat yang mungkin masih menganggap tidak ada perbaikan,” kata Wahyu.

Untuk mendukung itu lagi, kata Wahyu, Pemko Medan juga perlu menyiapkan kontak pengaduan masyarakat terkait praktek korupsi.  Dikatakannya, kota pengaduan itu bisa saja  ditangani Dinas Kominfo Kota Medan sebagai pelaksananya. “Kotak pengaduan yang disiapkan ini sebagai bentuk evaluasi,” ungkapnya.

Kemudian  disinggung mengenai survei yang dilakukan TI, Wahyu  melihat survei itu dilakukan terhadap 1.200 orang  yang menjadi responden di 12  kota, sedangkan yang menjadi respondennya adalah  pelaku usaha.  Menurut Wahyu, survei persepsi  memang memiliki kelemahan. Ditambah lagi jika yang menajdi respondenya adalah yang tidak memiliki pengetahuan lengkap tentang subjek penelitian.

“Apalagi jika responden tidak mengetahui secara lengkap tentang perbaikan-perbaikan pelaksanaan praktek pemberantasan korupsi. Artinya diperlukan tingkat pemahaman responden terhadap UU tripikor dan rencana aksi nasional praktik pemberatasan korupsi,” jelasnya.

Wahyu  selanjutnya menegaskan, korupsi tidak akan terjadi apabila kedua belah pihak baik yang menerima maupun memberikan tidak melakukannya. Oleh karenanya diperlukan lagi penyadaran masyarakat untuk menghindari praktik pemberantasan korupsi.

Atas dasar itulah selain Pemko Medan, Wahyu berharap agar hasil survei ini juga menjadi masukan  bagi seluruh pemangku kepentingan di Kota Medan, baik pemerintah sebagai pelayan publik maupun pelaku usaha, partai politik, LSM, apratur serta masyarakat. Artinya, ada keinginan bersama untuk melakukan perbaikan dalam upaya mencegah terjadinya tindak korupsi. (prn/adz)

Sementara pengamat  ekonomi dari Univesitas  Sumatera Utara (USU),  Wahyu Ario Pratomo SE M Ec berharap hasil Indeks Persepsi Korupsi  Indonesia 2017 yang dilakukan Tranparency International sebagian bahan masukan untuk perbaikan. Selain itu terus berbenah untuk perbaikan praktek pemberantasan korupsi melalui tranparansi ,  integritas dan komitmen.

Harapan ini disampaikan Wahyu untuk menanggapi hasil survei yang dilakukan Transparency International (TI) terhadap pelaku usaha di 12 kota di Indonesia. Dalam survei itu Medan mendapat skor rendah.

Diakui Wahyu, Pemko Medan dinilainya punya keinginan besar untuk terus berbenah terkait pencegahan terjadinya tindak korupsi sekaligus mewujudkan clean goverment. Terbukti dalam setahun belakangan ini, Pemko Medan telah didampingi Tim Kordinasi Supervisi  Pencegahan (Korsupgah) KPK untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

“Apa yang dilakukan Pemko Medan ini artinya sudah ada keinginan untuk mewujudkan terciptanya clean government. Di samping itu juga untuk memperbaiki citra dan persepsi  masyarakat yang mungkin masih menganggap tidak ada perbaikan,” kata Wahyu.

Untuk mendukung itu lagi, kata Wahyu, Pemko Medan juga perlu menyiapkan kontak pengaduan masyarakat terkait praktek korupsi.  Dikatakannya, kota pengaduan itu bisa saja  ditangani Dinas Kominfo Kota Medan sebagai pelaksananya. “Kotak pengaduan yang disiapkan ini sebagai bentuk evaluasi,” ungkapnya.

Kemudian  disinggung mengenai survei yang dilakukan TI, Wahyu  melihat survei itu dilakukan terhadap 1.200 orang  yang menjadi responden di 12  kota, sedangkan yang menjadi respondennya adalah  pelaku usaha.  Menurut Wahyu, survei persepsi  memang memiliki kelemahan. Ditambah lagi jika yang menajdi respondenya adalah yang tidak memiliki pengetahuan lengkap tentang subjek penelitian.

“Apalagi jika responden tidak mengetahui secara lengkap tentang perbaikan-perbaikan pelaksanaan praktek pemberantasan korupsi. Artinya diperlukan tingkat pemahaman responden terhadap UU tripikor dan rencana aksi nasional praktik pemberatasan korupsi,” jelasnya.

Wahyu  selanjutnya menegaskan, korupsi tidak akan terjadi apabila kedua belah pihak baik yang menerima maupun memberikan tidak melakukannya. Oleh karenanya diperlukan lagi penyadaran masyarakat untuk menghindari praktik pemberantasan korupsi.

Atas dasar itulah selain Pemko Medan, Wahyu berharap agar hasil survei ini juga menjadi masukan  bagi seluruh pemangku kepentingan di Kota Medan, baik pemerintah sebagai pelayan publik maupun pelaku usaha, partai politik, LSM, apratur serta masyarakat. Artinya, ada keinginan bersama untuk melakukan perbaikan dalam upaya mencegah terjadinya tindak korupsi. (prn/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/