25.6 C
Medan
Tuesday, June 18, 2024

Etnis Tionghoa Tolak Retribusi Orang Mati

MEDAN- Etnis Tionghoa yang menetap di Kota Medan merasa keberatan dengan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2002, tentang retribusi pemakaman dan pengabuan mayat. Perda ini dinilai terlalu prematur karena mengatur hal yang belum ada.

“Revisi Perda itu terlalu prematur. Keinginan Pemko Medan untuk menarik retribusi dari orang meninggal itu tidak etis dan terlalu mengada-ada. Perda ini bertentangan dengan undang-undang pajak,” ujar Dewan Penasihat Paguyubuan Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Sumut, Brilian Mocktar kepada Sumut Pos, Senin (25/3).

Menurut Brilian, Revisi Perda Nomor 32 Tahun 2002 tersebut memiliki banyak kejanggalan. Besarnya retribusi pengabuan yang bakal memberatkan masyarakat. “Tidak semua orang yang diabukan itu orang kaya. Lagipula, tidak etis untuk menagih retribusi kepada keluarga yang sedang berduka cita,” tegasnya.

Selain itu, Perda tersebut terkesan angan-angan. Pasalnya, hingga kini Pemko Medan belum memiliki krematorium, sehingga Perda itu belum layak untuk disahkan. Bila pun, Pemko Medan ingin membangun krematorium, anggota DPRD Sumut ini menegaskan bahwa pendirian fasilitas pengabuan itu bukan asal-asalan.

“Kalau memang Pemko Medan ingin mendirikan krematorium bukan asal-asalan. Krematorium itu bukan sekedar tempat pembakaran mayat, tapi di sana juga harus ada prosesi upacara yang dilakukan para tokoh agama. Jadi, kalau Pemko Medan ingin membangun krematorium, mereka juga harus mempersiapkan banyak hal,” jelasnya.

Tambahnya, krematorium itu bukanlah bisnis, sehingga tidak layak untuk dikenakan retribusi. Namun, bila Pemko Medan ingin melakoni bisnis krematorium, maka Perda tersebut memang perlu. “Adanya Perda ini menunjukkan kalau Pemko Medan ingin mengembangkan bisnis krematorium. Itu sudah salah. Biarlah agama saja yang mengurusi prosesi pengabuan itu,” katanya.

Sementara itu, Dinas Pertamanan Kota Medan sudah siap untuk mengelola Revisi Perda Nomor 32 Tahun 2002 ini. Namun, mereka masih menunggu Peraturan Wali Kota (Perwal) yang mengatur secara teknis. “Perda itu akan berlaku bila sudah ada Perwal yang menjelaskan secara teknis,” ujar Kepala Dinas Pertamanan Kota Medan, Zulkifli Sitepu.

Zulkifli menambahkan, revisi Perda Nomor 32 ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Undang-undang ini mengisyaratkan Perda tersebut harus ditinjau kembali. Dan, retribusi yang ditagih adalah jasa dan pelayanan yang diberikan pemerintah. “Layanan atau tempat yang diberikan pemerintah merupakan yang kenakan Perda,” jelasnya.

Dan, tambahnya, retribusi untuk orang miskin sudah diatur dalam pasal 4. Dalam pasal itu disebutkan, pemakaman dan pengabuan gratis bila mayat tidak diketahui indentitasnya, masyarakat miskin yang dibuktikan oleh keterangan lurah, kematian massal yang disebabkan bencana dan pemindahan kuburan karena kepentingan umum.

“Untuk pengabuan, ada kita kenakan biaya penyemayaman sebesar Rp30 ribu ditambah biaya pengabuan. Krematorium sendiri akan segara kita bangun,” jelasnya.

Sementara itu, pembahasan Revisi Perda Nomor 32 tahun 2002 ini sempat menimbulkan pro kontra dari fraksi-fraksi di DPRD Kota Medan. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang awalnya menolak, akhirnya menerima revisi Perda ini. Menurut Ketua Fraksi PKS, Salman Alfarisi, mereka menyetujui revisi Perda ini karena berpandangan kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan.

Lagipula, menurut Undang-undang, retribusi pemakaman tidak bisa dipisahkan dari pengabuan mayat. Sedangkan, retribusi pengabuan itu dikatakan akan berlaku bila Pemko Medan sudah memiliki krematorium. “Untuk jumlah retribusinya sendiri sudah sesuai. Sedangkan, untuk orang miskin akan diatur dalam Perwal,” jelasnya.

Fraksi PKS dikatakan juga sudah mempertimbangkan kepentingan orang miskin. Karena itu, pihaknya akan mendesak Pemko Medan untuk segera membuat Perwal sebelum Perda itu diberlakukan. “Untuk berobat saja orang miskin gratis, apalagi kalau meninggal. Jadi Pemko Medan harus membuat perwal yang mengatur itu,” tegasnya.

Harus Izin Pemerintah Pusat

Sementara itu, Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yuswandi A Temenggung menjelaskan, Perda yang mengatur retribusi daerah harus mendapat supervisi dari pemerintah pusat, sebelum diterapkan.

“Setiap perda pajak dan retribusi, harus dievaluasi dulu oleh pusat, dalam hal ini oleh kementerian keuangan. Sebelum dievaluasi, tidak boleh diterapkan,” ujar Yuswandi Temenggung kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (25/3).

Bisa saja, sewaktu masih dalam tahap rancangan perda, materinya dikonsultasikan ke Kemenkeu atau Kemendagri. “Jadi sebelum perda dimaksud direvisi, mestinya konsultasi dulu saat masih rancangan,” ujar Yuswandi.

Dia menjelaskan, evaluasi ini untuk melihat, apakah rancangan perda itu sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Dipaparkan Yuswandi, menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 itu, ada ada tiga jenis retribusi. Pertama, adalah retribusi jasa umum. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemda untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
Kedua, retribusi jasa usaha. Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

Ketiga, retribusi perizinan tertentu. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

“Nah, sekarang kita lihat perda dimaksud itu masuk yang mana?” ujar Yuswandi. Perda tentang retribusi pemakaman dan pengabuan mayat ternyata masuk jenis retribusi jasa umum.

Di Pasal 110 UU 28 Tahun 2009, juga sudah dirinci jenis retribusi jasa umum, yang salah satunya retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat. Yang menjadi persoalan adalah ketentuan di Perda yang menyebut pengabuan mayat dikenai retribusi sebesar Rp400 ribu hingga Rp600 ribu. Sementara, Pemko Medan belum punya krematorium.

Padahal, sesuai pengertian Jasa Umum seperti dijelaskan di UU 28 dimaksud, Pemko Medan harus menyediakan jasa. Kalau belum punya krematorium, berarti belum ada jasa yang bisa disediakan Pemko Medan untuk pengabuan mayat.
“Pokoknya, kalau tidak sesuai ketentuan, bisa dibatalkan,” ujar Yuswandi. (mag-7/sam)

Tiga Jenis Retribusi

  1. Retribusi Jasa Umum
    Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemda untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
  2. Retribusi Jasa Usaha
    Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.n
  3. Retribusi Perizinan Tertentu
    Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Sumber: UU Nomor 28 Tahun 2009

Catatan:
Pengabuan mayat termasuk retribusi jasa umum. Pemko Medan belum punya krematorium. Padahal, sesuai pengertian jasa umum seperti dijelaskan di UU 28 dimaksud, Pemko Medan harus menyediakan jasa. Kalau belum punya krematorium, berarti belum ada jasa.

MEDAN- Etnis Tionghoa yang menetap di Kota Medan merasa keberatan dengan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2002, tentang retribusi pemakaman dan pengabuan mayat. Perda ini dinilai terlalu prematur karena mengatur hal yang belum ada.

“Revisi Perda itu terlalu prematur. Keinginan Pemko Medan untuk menarik retribusi dari orang meninggal itu tidak etis dan terlalu mengada-ada. Perda ini bertentangan dengan undang-undang pajak,” ujar Dewan Penasihat Paguyubuan Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Sumut, Brilian Mocktar kepada Sumut Pos, Senin (25/3).

Menurut Brilian, Revisi Perda Nomor 32 Tahun 2002 tersebut memiliki banyak kejanggalan. Besarnya retribusi pengabuan yang bakal memberatkan masyarakat. “Tidak semua orang yang diabukan itu orang kaya. Lagipula, tidak etis untuk menagih retribusi kepada keluarga yang sedang berduka cita,” tegasnya.

Selain itu, Perda tersebut terkesan angan-angan. Pasalnya, hingga kini Pemko Medan belum memiliki krematorium, sehingga Perda itu belum layak untuk disahkan. Bila pun, Pemko Medan ingin membangun krematorium, anggota DPRD Sumut ini menegaskan bahwa pendirian fasilitas pengabuan itu bukan asal-asalan.

“Kalau memang Pemko Medan ingin mendirikan krematorium bukan asal-asalan. Krematorium itu bukan sekedar tempat pembakaran mayat, tapi di sana juga harus ada prosesi upacara yang dilakukan para tokoh agama. Jadi, kalau Pemko Medan ingin membangun krematorium, mereka juga harus mempersiapkan banyak hal,” jelasnya.

Tambahnya, krematorium itu bukanlah bisnis, sehingga tidak layak untuk dikenakan retribusi. Namun, bila Pemko Medan ingin melakoni bisnis krematorium, maka Perda tersebut memang perlu. “Adanya Perda ini menunjukkan kalau Pemko Medan ingin mengembangkan bisnis krematorium. Itu sudah salah. Biarlah agama saja yang mengurusi prosesi pengabuan itu,” katanya.

Sementara itu, Dinas Pertamanan Kota Medan sudah siap untuk mengelola Revisi Perda Nomor 32 Tahun 2002 ini. Namun, mereka masih menunggu Peraturan Wali Kota (Perwal) yang mengatur secara teknis. “Perda itu akan berlaku bila sudah ada Perwal yang menjelaskan secara teknis,” ujar Kepala Dinas Pertamanan Kota Medan, Zulkifli Sitepu.

Zulkifli menambahkan, revisi Perda Nomor 32 ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Undang-undang ini mengisyaratkan Perda tersebut harus ditinjau kembali. Dan, retribusi yang ditagih adalah jasa dan pelayanan yang diberikan pemerintah. “Layanan atau tempat yang diberikan pemerintah merupakan yang kenakan Perda,” jelasnya.

Dan, tambahnya, retribusi untuk orang miskin sudah diatur dalam pasal 4. Dalam pasal itu disebutkan, pemakaman dan pengabuan gratis bila mayat tidak diketahui indentitasnya, masyarakat miskin yang dibuktikan oleh keterangan lurah, kematian massal yang disebabkan bencana dan pemindahan kuburan karena kepentingan umum.

“Untuk pengabuan, ada kita kenakan biaya penyemayaman sebesar Rp30 ribu ditambah biaya pengabuan. Krematorium sendiri akan segara kita bangun,” jelasnya.

Sementara itu, pembahasan Revisi Perda Nomor 32 tahun 2002 ini sempat menimbulkan pro kontra dari fraksi-fraksi di DPRD Kota Medan. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang awalnya menolak, akhirnya menerima revisi Perda ini. Menurut Ketua Fraksi PKS, Salman Alfarisi, mereka menyetujui revisi Perda ini karena berpandangan kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan.

Lagipula, menurut Undang-undang, retribusi pemakaman tidak bisa dipisahkan dari pengabuan mayat. Sedangkan, retribusi pengabuan itu dikatakan akan berlaku bila Pemko Medan sudah memiliki krematorium. “Untuk jumlah retribusinya sendiri sudah sesuai. Sedangkan, untuk orang miskin akan diatur dalam Perwal,” jelasnya.

Fraksi PKS dikatakan juga sudah mempertimbangkan kepentingan orang miskin. Karena itu, pihaknya akan mendesak Pemko Medan untuk segera membuat Perwal sebelum Perda itu diberlakukan. “Untuk berobat saja orang miskin gratis, apalagi kalau meninggal. Jadi Pemko Medan harus membuat perwal yang mengatur itu,” tegasnya.

Harus Izin Pemerintah Pusat

Sementara itu, Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yuswandi A Temenggung menjelaskan, Perda yang mengatur retribusi daerah harus mendapat supervisi dari pemerintah pusat, sebelum diterapkan.

“Setiap perda pajak dan retribusi, harus dievaluasi dulu oleh pusat, dalam hal ini oleh kementerian keuangan. Sebelum dievaluasi, tidak boleh diterapkan,” ujar Yuswandi Temenggung kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (25/3).

Bisa saja, sewaktu masih dalam tahap rancangan perda, materinya dikonsultasikan ke Kemenkeu atau Kemendagri. “Jadi sebelum perda dimaksud direvisi, mestinya konsultasi dulu saat masih rancangan,” ujar Yuswandi.

Dia menjelaskan, evaluasi ini untuk melihat, apakah rancangan perda itu sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Dipaparkan Yuswandi, menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 itu, ada ada tiga jenis retribusi. Pertama, adalah retribusi jasa umum. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemda untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
Kedua, retribusi jasa usaha. Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

Ketiga, retribusi perizinan tertentu. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

“Nah, sekarang kita lihat perda dimaksud itu masuk yang mana?” ujar Yuswandi. Perda tentang retribusi pemakaman dan pengabuan mayat ternyata masuk jenis retribusi jasa umum.

Di Pasal 110 UU 28 Tahun 2009, juga sudah dirinci jenis retribusi jasa umum, yang salah satunya retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat. Yang menjadi persoalan adalah ketentuan di Perda yang menyebut pengabuan mayat dikenai retribusi sebesar Rp400 ribu hingga Rp600 ribu. Sementara, Pemko Medan belum punya krematorium.

Padahal, sesuai pengertian Jasa Umum seperti dijelaskan di UU 28 dimaksud, Pemko Medan harus menyediakan jasa. Kalau belum punya krematorium, berarti belum ada jasa yang bisa disediakan Pemko Medan untuk pengabuan mayat.
“Pokoknya, kalau tidak sesuai ketentuan, bisa dibatalkan,” ujar Yuswandi. (mag-7/sam)

Tiga Jenis Retribusi

  1. Retribusi Jasa Umum
    Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemda untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
  2. Retribusi Jasa Usaha
    Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.n
  3. Retribusi Perizinan Tertentu
    Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Sumber: UU Nomor 28 Tahun 2009

Catatan:
Pengabuan mayat termasuk retribusi jasa umum. Pemko Medan belum punya krematorium. Padahal, sesuai pengertian jasa umum seperti dijelaskan di UU 28 dimaksud, Pemko Medan harus menyediakan jasa. Kalau belum punya krematorium, berarti belum ada jasa.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/