32.8 C
Medan
Friday, May 31, 2024

Soal Dugaan Mobilisasi ASN di Dapil Sumut 2 Medan B, Henry Jhon Diminta Buat Laporan Tertulis

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan kecurangan dengan melibatkan unsur aparatur sipil negara (ASN), sudah sering disampaikan Ketua DPRD Medan Henry Jhon Hutagalung. Namun hingga kini, politisi PDI Perjuangan itu belum juga membuat laporan resmi ke Bawaslu.

Karenanya, agar tidak terus menjadi polemik di masyarakat, Henry Jhon diminta membuat laporan tertulis ke Bawaslu disertai dengan alat bukti yang jelas.

Menurut Ketua Bawaslu Kota Medan, Payung Harahap, dugaan money politics yang dilakukan oknum pejabat di Pemko Medan sudah sering disebut-sebut Henry John. “Sudah lama Pak Henry menyebutkan dugaan itu kepada Bawaslu, jauh sebelum pemilu kami sudah berkali-kali mempersilahkan beliau untuk membuat laporan tertulis. Tapi sampai sekarang kami belum juga menerima laporan tertulis itu,” kata Payung Harahap kepada Sumut Pos, Kamis (25/4).

Menurut Payung, hal itu sangat penting agar dapat ditindaklanjuti secara hukum. “Tapi harus dilengkapi dengan alat bukti saat memberikan laporan tersebut, tidak bisa hanya dengan laporan lisan” ujar Payung.

Namun begitu, kata Payung, pihaknya telah menjadikan laporan lisan yang dilakukan Henry John Hutagalung sebagai informasi awal dalam melakukan penyelidikan. “Kami tidak diam kok. Kami sudah panggil tiga orang camat, lima lurah dan sekitar 11 kepling yang terkait dalam dugaan ini untuk dimintai keterangan. Tapi kami memang tidak menemukan bukti apapun. Oleh sebab itu, kalau memang beliau punya bukti dalam dugaan ini, silahkan sertakan dalam laporan tertulis nanti,” terangnya.

Disebut Payung, jika laporan secara lisan yang disampaikan, Bawaslu tidak bisa memanggil pejabat di Pemko Medan yang disebutkan Henry Jhon kemarin. “Kalau langsung kita panggil yang ditudingnya hanya berdasarkan secara lisan, itu namanya terkesan personal. Makanya, kita minta buat laporan resmi,” tegasnya.

Menurut Payung, pihaknya sangat berkeinginan dalam melakukan pemberantasan money politics yang terjadi pada Pemilu 2019 di Kota Medan. “Inikan bukan temuan kami, tapi laporan lisan. Maka buatlah laporan tulisan serta bukti-bukti dan saksi-saksi yang dibutuhkan agar segera kita proses. Kami akan sangat senang apabila beliau atau siapa saja masyarakat yang bisa membantu kami dalam memberikan bukti-bukti pelanggarannya. Untuk itu sekali lagi, kami persilahkan beliau untuk melakukan laporan tertulis,” tandasnya.

Ketua DPRD Medan, Henry Jhon Hutagalung ketika dikonfirmasi, mengaku masih mengumpulkan alat bukti dan saksi-saksi. Diakui dia, laporan secara lisan yang telah disampaikannya telah ditindaklanjuti oleh Bawaslu Medan dengan memeriksa sejumlah camat, lurah dan kepling di dapil Sumut 2 Medan B. “Hasilnya begitu, tidak ada ditemukan pelanggaran dari pengakuan saksi yang dimintai keterangan oleh Bawaslu. Makanya, kita sedang kumpulkan bukti dan saksi,” ujar Henry.

Lanjut dia, apabila sudah ada alat bukti dan saksi, diharapkan Bawaslu Kota Medan benar-benar mengungkapnya. “Ini bukan lagi persoalan siapa yang dirugikan, tetapi sudah menyangkut pidana Pemilu. Pertama, money politics dan kedua ASN yang dilibatkan. Padahal, ASN sudah jelas dalam aturan harus netral pada Pemilu. Selain itu, juga sudah mencederai demokrasi,” tegasnya.

Tidak hanya soal dugaan mobilisasi ASN dan money politics yang dilakukan oknum pejabat tinggi di Pemko Medan saja yang diributi Henry Jhon. Politisi PDI Perjuangan ini juga menyebut Kapolsek Medan Helvetia, Kompol Trila Murni arogan dan mencampuri demokrasi. Alasannya, sang Kapolsek melarang salah satu saksi calon anggota legislatif saat meminta dibuka kembali C1 Plano atau catatan hasil penghitungan suara di Kelurahan Helvetia Tengah beberapa waktu lalu.

Diceritakan Henry Jhon, awalnya di Kelurahan Helvetia Tengah sedang dilakukan rekapitulasi penghitungan suara yang dihadiri PPK, pihak Bawaslu Medan, serta para saksi dari partai dan caleg. Ketika itu, dirinya berada di sana dan juga Kompol Trila Murni. “Jadi, ada salah satu saksi caleg yang meminta dibuka kembali C1 Plano karena kemungkinan ada kekurangan data dan memastikannya. Namun, petugas PPK tidak mau membuka kembali sehingga terjadi perdebatan. Lantas, kapolsek yang berada di luar arena langsung berdiri dan teriak-teriak. Dia bilang, hei jangan ribut, enggak boleh ribut di sini. Jangan buat kerusuhan di sini ya,” ungkap Henry Jhon kepada Sumut Pos, Kamis (25/4).

Mendengar itu, sambung dia, lantas Henry mempertanyakan kepada Kapolsek. Akan tetapi, dirinya malah dihardik. “Ibu tidak boleh mencampuri, itukan hal yang biasa dalam demokrasi. Lagi pula, itu kewenangan petugas PPK dan Bawaslu. Terkecuali, kalau PPK merasa terganggu maka tentu meminta bantuan pengamanan,” ucapnya.

Tak hanya dihardik, Henry Jhon juga diusir untuk meninggalkan lokasi. “Dibilangnya, bapak kalau tidak senang silahkan keluar. Spontan, saya bilang tak ada wewenang anda mengusir saya,” tambahnya.

Menurut Henry Jhon, sikap dan tindakan dari Kompol Trila tersebut sangat arogan. Bahkan, melampaui dari kewenangan aparat kepolisian. “Polisi bertugas menjaga keamanan dan ketertiban, sedangkan di dalam arena kewenangan dari PPK dan Bawaslu atau penyelenggara Pemilu. Apa yang disampaikan saksi caleg masih hal yang wajar dalam berdemokrasi, apalagi tidak dilarang dalam undang-undang. Anehnya, malah dituduh mau membuat keributan. Kecuali, saksi itu membuat rusuh tentu kewenangan dari polisi,” tegasnya.

Ia meminta kepada Bawaslu Medan untuk mengambil perannya, jangan diam saja. “Bawaslu itu kan pengawas, harusnya tampil bukan aparat. Lain halnya ketika memicu keributan, barulah polisi bertindak. Jadi, Bawaslu jangan takut karena pada saat penghitungan suara dialah yang memiliki peran,” tukasnya.

Sementara, Ketua Bawaslu Medan, Payung Harahap yang dikonfirmasi membantah keterangan Henry Jhon. Kata Payung, tidak ada temuan tindakan pelanggaran yang dilakukan kepolisian pada saat rekapitulasi penghitungan suara di Kelurahan Helvetia Tengah. “Saya sudah menindaklanjuti SMS Bapak Henry John soal temuan itu, tapi kenyataannya enggak ada saksi yang tidak diakomodir seperti disampaikannya. Akan tetapi, nanti kita tindaklanjuti dengan KPU kembali,” ujarnya. (mag-1/ris)

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan kecurangan dengan melibatkan unsur aparatur sipil negara (ASN), sudah sering disampaikan Ketua DPRD Medan Henry Jhon Hutagalung. Namun hingga kini, politisi PDI Perjuangan itu belum juga membuat laporan resmi ke Bawaslu.

Karenanya, agar tidak terus menjadi polemik di masyarakat, Henry Jhon diminta membuat laporan tertulis ke Bawaslu disertai dengan alat bukti yang jelas.

Menurut Ketua Bawaslu Kota Medan, Payung Harahap, dugaan money politics yang dilakukan oknum pejabat di Pemko Medan sudah sering disebut-sebut Henry John. “Sudah lama Pak Henry menyebutkan dugaan itu kepada Bawaslu, jauh sebelum pemilu kami sudah berkali-kali mempersilahkan beliau untuk membuat laporan tertulis. Tapi sampai sekarang kami belum juga menerima laporan tertulis itu,” kata Payung Harahap kepada Sumut Pos, Kamis (25/4).

Menurut Payung, hal itu sangat penting agar dapat ditindaklanjuti secara hukum. “Tapi harus dilengkapi dengan alat bukti saat memberikan laporan tersebut, tidak bisa hanya dengan laporan lisan” ujar Payung.

Namun begitu, kata Payung, pihaknya telah menjadikan laporan lisan yang dilakukan Henry John Hutagalung sebagai informasi awal dalam melakukan penyelidikan. “Kami tidak diam kok. Kami sudah panggil tiga orang camat, lima lurah dan sekitar 11 kepling yang terkait dalam dugaan ini untuk dimintai keterangan. Tapi kami memang tidak menemukan bukti apapun. Oleh sebab itu, kalau memang beliau punya bukti dalam dugaan ini, silahkan sertakan dalam laporan tertulis nanti,” terangnya.

Disebut Payung, jika laporan secara lisan yang disampaikan, Bawaslu tidak bisa memanggil pejabat di Pemko Medan yang disebutkan Henry Jhon kemarin. “Kalau langsung kita panggil yang ditudingnya hanya berdasarkan secara lisan, itu namanya terkesan personal. Makanya, kita minta buat laporan resmi,” tegasnya.

Menurut Payung, pihaknya sangat berkeinginan dalam melakukan pemberantasan money politics yang terjadi pada Pemilu 2019 di Kota Medan. “Inikan bukan temuan kami, tapi laporan lisan. Maka buatlah laporan tulisan serta bukti-bukti dan saksi-saksi yang dibutuhkan agar segera kita proses. Kami akan sangat senang apabila beliau atau siapa saja masyarakat yang bisa membantu kami dalam memberikan bukti-bukti pelanggarannya. Untuk itu sekali lagi, kami persilahkan beliau untuk melakukan laporan tertulis,” tandasnya.

Ketua DPRD Medan, Henry Jhon Hutagalung ketika dikonfirmasi, mengaku masih mengumpulkan alat bukti dan saksi-saksi. Diakui dia, laporan secara lisan yang telah disampaikannya telah ditindaklanjuti oleh Bawaslu Medan dengan memeriksa sejumlah camat, lurah dan kepling di dapil Sumut 2 Medan B. “Hasilnya begitu, tidak ada ditemukan pelanggaran dari pengakuan saksi yang dimintai keterangan oleh Bawaslu. Makanya, kita sedang kumpulkan bukti dan saksi,” ujar Henry.

Lanjut dia, apabila sudah ada alat bukti dan saksi, diharapkan Bawaslu Kota Medan benar-benar mengungkapnya. “Ini bukan lagi persoalan siapa yang dirugikan, tetapi sudah menyangkut pidana Pemilu. Pertama, money politics dan kedua ASN yang dilibatkan. Padahal, ASN sudah jelas dalam aturan harus netral pada Pemilu. Selain itu, juga sudah mencederai demokrasi,” tegasnya.

Tidak hanya soal dugaan mobilisasi ASN dan money politics yang dilakukan oknum pejabat tinggi di Pemko Medan saja yang diributi Henry Jhon. Politisi PDI Perjuangan ini juga menyebut Kapolsek Medan Helvetia, Kompol Trila Murni arogan dan mencampuri demokrasi. Alasannya, sang Kapolsek melarang salah satu saksi calon anggota legislatif saat meminta dibuka kembali C1 Plano atau catatan hasil penghitungan suara di Kelurahan Helvetia Tengah beberapa waktu lalu.

Diceritakan Henry Jhon, awalnya di Kelurahan Helvetia Tengah sedang dilakukan rekapitulasi penghitungan suara yang dihadiri PPK, pihak Bawaslu Medan, serta para saksi dari partai dan caleg. Ketika itu, dirinya berada di sana dan juga Kompol Trila Murni. “Jadi, ada salah satu saksi caleg yang meminta dibuka kembali C1 Plano karena kemungkinan ada kekurangan data dan memastikannya. Namun, petugas PPK tidak mau membuka kembali sehingga terjadi perdebatan. Lantas, kapolsek yang berada di luar arena langsung berdiri dan teriak-teriak. Dia bilang, hei jangan ribut, enggak boleh ribut di sini. Jangan buat kerusuhan di sini ya,” ungkap Henry Jhon kepada Sumut Pos, Kamis (25/4).

Mendengar itu, sambung dia, lantas Henry mempertanyakan kepada Kapolsek. Akan tetapi, dirinya malah dihardik. “Ibu tidak boleh mencampuri, itukan hal yang biasa dalam demokrasi. Lagi pula, itu kewenangan petugas PPK dan Bawaslu. Terkecuali, kalau PPK merasa terganggu maka tentu meminta bantuan pengamanan,” ucapnya.

Tak hanya dihardik, Henry Jhon juga diusir untuk meninggalkan lokasi. “Dibilangnya, bapak kalau tidak senang silahkan keluar. Spontan, saya bilang tak ada wewenang anda mengusir saya,” tambahnya.

Menurut Henry Jhon, sikap dan tindakan dari Kompol Trila tersebut sangat arogan. Bahkan, melampaui dari kewenangan aparat kepolisian. “Polisi bertugas menjaga keamanan dan ketertiban, sedangkan di dalam arena kewenangan dari PPK dan Bawaslu atau penyelenggara Pemilu. Apa yang disampaikan saksi caleg masih hal yang wajar dalam berdemokrasi, apalagi tidak dilarang dalam undang-undang. Anehnya, malah dituduh mau membuat keributan. Kecuali, saksi itu membuat rusuh tentu kewenangan dari polisi,” tegasnya.

Ia meminta kepada Bawaslu Medan untuk mengambil perannya, jangan diam saja. “Bawaslu itu kan pengawas, harusnya tampil bukan aparat. Lain halnya ketika memicu keributan, barulah polisi bertindak. Jadi, Bawaslu jangan takut karena pada saat penghitungan suara dialah yang memiliki peran,” tukasnya.

Sementara, Ketua Bawaslu Medan, Payung Harahap yang dikonfirmasi membantah keterangan Henry Jhon. Kata Payung, tidak ada temuan tindakan pelanggaran yang dilakukan kepolisian pada saat rekapitulasi penghitungan suara di Kelurahan Helvetia Tengah. “Saya sudah menindaklanjuti SMS Bapak Henry John soal temuan itu, tapi kenyataannya enggak ada saksi yang tidak diakomodir seperti disampaikannya. Akan tetapi, nanti kita tindaklanjuti dengan KPU kembali,” ujarnya. (mag-1/ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/