30.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Honorer Tak ‘Kecipratan’ THR

Anggota Komisi A DPRD Sumut Ikrimah Hamidy mengatakan, kebijakan tersebut tidak mencerminkan keadilan bagi para pekerja yang mengabdi kepada negara, meskipun dengan status bukan PNS/ASN. Sebab, dari segi pekerjaan dan tugas, mereka-mereka ini juga punya beban tugas yang tidak kalah dengan para abdi negara lainnya yang berstatus pegawai negeri. “Saya lihat dulu ada partai yang anti terhadap sikap bagi-bagi uang sepeti ini. Tetapi sekarang tidak ada lagi suara itu. Dulu katanya membagi uang itu merusak mentalitas kerja, tetapi sekarang entah kemana,” kritik Ikrimah.

Dirinya mempertanyakan urgensi dari pemberian tersebut. Sebab dari segi kondisi keuangan negara, saat ini dalam keadaan sulit dan masih ada hutang luar negeri. Ditambah lagi, dana haji yang dipangkas. Sehingga pemberian uang hingga Rp36 triliun lebih ini, akan menjadi pertanyaan besar. “Ini kan tahun politik, makanya saya berharap ini bukan (kebijakan) politisasi yang dilegalkan. Karena saat ada kebaikan begini, ibarat hujan sehari, kita melupakan kemarau panjang yang dialami selama ini. Padahal masyarakat sudah mengeluh karena subsidi perlahan dicabut, harga-harga naik dan sebagainya,” jelas politisi PKS ini.

Sementara soal tenaga honorer yang tidak mendapat THR, Ikrimah menilai, kebijakan tersebut sangat berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial. Bahkan pihaknya sebagai wakil rakyat, siap menampung aspirasi dari para tenaga non PNS itu jika merasa tidak diperlakukan adil seperti soal tunjangan hari raya ini. “Kita melihat ini perlakuan yang ambigu. Kebojakannya tidak tepat sasaran, di tengah kondisi keuangan negara yang sedang susah. Jadi kalau mau adil, bagi saja semuanya,” sebutnya.

Senada, pengamat publik Elfenda Ananda juga menilai, hal ini memang menjadi problem yang terjadi di negeri ini, dimana tenaga honorer bukan bagian yang diperhitungkan. Padahal dalam praktik di lapangan, mereka menjadi tulang punggung pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Untuk itu ia menyarankan agar pemerintah daerah dan Kementrian dapat bersikap adil kepada para honorer tersebut. “Harapannya, pemerintah harus adil dalam kebijakan. Pemerintah harus melakukan evaluasi agar memperbaiki kebijakannya,” katanya. (prn/bal/adz)

 

 

Anggota Komisi A DPRD Sumut Ikrimah Hamidy mengatakan, kebijakan tersebut tidak mencerminkan keadilan bagi para pekerja yang mengabdi kepada negara, meskipun dengan status bukan PNS/ASN. Sebab, dari segi pekerjaan dan tugas, mereka-mereka ini juga punya beban tugas yang tidak kalah dengan para abdi negara lainnya yang berstatus pegawai negeri. “Saya lihat dulu ada partai yang anti terhadap sikap bagi-bagi uang sepeti ini. Tetapi sekarang tidak ada lagi suara itu. Dulu katanya membagi uang itu merusak mentalitas kerja, tetapi sekarang entah kemana,” kritik Ikrimah.

Dirinya mempertanyakan urgensi dari pemberian tersebut. Sebab dari segi kondisi keuangan negara, saat ini dalam keadaan sulit dan masih ada hutang luar negeri. Ditambah lagi, dana haji yang dipangkas. Sehingga pemberian uang hingga Rp36 triliun lebih ini, akan menjadi pertanyaan besar. “Ini kan tahun politik, makanya saya berharap ini bukan (kebijakan) politisasi yang dilegalkan. Karena saat ada kebaikan begini, ibarat hujan sehari, kita melupakan kemarau panjang yang dialami selama ini. Padahal masyarakat sudah mengeluh karena subsidi perlahan dicabut, harga-harga naik dan sebagainya,” jelas politisi PKS ini.

Sementara soal tenaga honorer yang tidak mendapat THR, Ikrimah menilai, kebijakan tersebut sangat berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial. Bahkan pihaknya sebagai wakil rakyat, siap menampung aspirasi dari para tenaga non PNS itu jika merasa tidak diperlakukan adil seperti soal tunjangan hari raya ini. “Kita melihat ini perlakuan yang ambigu. Kebojakannya tidak tepat sasaran, di tengah kondisi keuangan negara yang sedang susah. Jadi kalau mau adil, bagi saja semuanya,” sebutnya.

Senada, pengamat publik Elfenda Ananda juga menilai, hal ini memang menjadi problem yang terjadi di negeri ini, dimana tenaga honorer bukan bagian yang diperhitungkan. Padahal dalam praktik di lapangan, mereka menjadi tulang punggung pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Untuk itu ia menyarankan agar pemerintah daerah dan Kementrian dapat bersikap adil kepada para honorer tersebut. “Harapannya, pemerintah harus adil dalam kebijakan. Pemerintah harus melakukan evaluasi agar memperbaiki kebijakannya,” katanya. (prn/bal/adz)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/