28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Empat Tahun Melapor, Kasusnya Mengambang

Tukang Jamu Laporkan Pemalsuan Sertifikat Tanah ke Polresta Medan

Seorang tukang jamu digugat Rp1 miliar oleh purnawiran TNI atas persoalan sengketa tanah. Selanjutnya, dua tahun lalu tukang jamu tersebut ditembak orang tak dikenal dan pertengahan 2011, rumahnya dilempar bom molotov. Anehnya, kasus  tersebut tak terungkap.

Kamis (24/11) malam, wartawan koran ini menemui Zulkarnaen Ginting alias Karnen (40), warga Jalan Gatot Subroto Gang Dermawan, tukang jamu itu di tempat dagangannya di Jalan Gatot Subroto, tepatnya di depan pertokoan Tomang Elok simpang Sei Sikambing. Sambil meracik jamu berkhasiat yang banyak diminum kalangan pejabat tinggi Sumut itu.

Saat wartawan koran ini datang di lokasi dagangannya, Karnen masih sibuk meracik jamu untuk seorang langganannya yang ketika itu adalah seorang PNS di Pemprovsu. Begitu melihat wartawan koran ini, Karnen langsung terkejut dan bersalaman.

“Bantu Mas, saya tak mengerti lihat aparat penegak hukum sekarang. Dua peluru sudah bersarang di badan, rumah saya dilempar bom molotov dan tempat usaha saya juga dibakar, kenapa polisi masih diam saja. Apa saya yang salah,” katanya.

Karena Karnen sudah lama mengenal wartawan koran ini, dia pun menceritakan kisah pilunya dengan meledak-ledak Karnen mengaku digugat seorang pernawirawan TNI inisial J yang merupakan tetangganya dan seorang mantan ajudan ketua OKP terkuat di Sumut. Pada 2006 lalu, kasus perdatanya ditangani Pengadilan Negeri (PN) Medan.

“Saya digugat Rp1 miliar pada 2006 lalu atas tanah rumah saya seluas 115 meter persegi, tapi karena saya banding dan naik terus ke MA. Akhirnya saya menang, orang yang mengaku menguasai tanah saya itu kalah. Sekarang saya sudah pegang sertifikat resmi yang dikeluarkan BPN Medan,” paparnya.

Kini, dia merasa heran ketika pengadilan telah memenangkannya, namun laporannya di Polresta Medan mengenai tindak pidana terkait pemalsuan sertifikat tanah, yang dilakukan J dibuktikan dengan Surat Tanda Bukti Lapor No Polisi : LP/2081/VI/2007/OPS/Tabes pada 11 Juni 2007. “Sampai sekarang tak jelas, masa kasusnya tak masuk ke pengadilan. Inikan aneh, ada apa dengan penyidik Polresta Medan, atau apa ada?” ucapnya.

Karena tidak ada kejelasan atas laporan pidanannya, pria berambut pelontos itu melaporkan penyidik Polresta Medan Aipda LJ ke Propam Poldasu dibuktikan dengan No STPL/186/XI/2011/Propam.

Berdasarkan STPL itu, penyidik tersebut dilaporkan atas pasal tidak memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-sebaiknya laporan dan atau pengaduan masyarakat sebagaimana pasal 4 huruf b PP RI No 2/2003.  “Saya hanya inginkan masalah ini tuntas, dan saya minta keadilan. Dan saya hanya cari ketenangan agar tidak diteror lagi,” bebernya.

Setelah berbicara panjang, tiba-tiba kuasa hukumnya Suhamzah Ginting SH MH tiba di tempat jualan jamu tersebut. Suhamzah menilai, apa yang dilakukan kliennya itu sudah tepat, karena tujuannya melaporkannya itu hanya merasa tak dapat keadilan dari penyidik kepolisian. Seharusnya aparat kepolisian bersiikap netral dan professional dalam menanggapi laporan warga.

“Seharusnya penyidik dalam hal ini kepolisian jangan mencari-cari alasan untuk mengaburkan tentang pemalsuan sertifikat tanah, inikan sudah jelas pidana. Sebaiknya polisi netral dalam menangani kasus ini bukan malah mencari lasan lainnya,” ujarnya.

Dia menganggap lebih baik kasus ini dilaporan di Polresta Medan 2007 lalu ditarik dan dilaporkan ulang ke Poldasu. Karena kami menganggap Poldasu lebih netral dalam menangani kasus laporan masyarakat ini.

Terpisah, Wakasat Reskrim Polresta Medan AKP Ronny Sidabutar memaparkan penanganan kasus laporan sertifikat palsu atas nama Zulkarnen sudah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Medan, tapi dinyatakan P19 sebanyak tiga kali. Alasan pihak kejaksaan, keterangan saksi tidak lengkap. “Saksi yang mengetahui persoalan ini sudah meninggal, sehingga berkas tidak bisa lengkap,” katanya.

Untuk diketahui, tanah yang dimiliki Karnen di Jalan Gatot Subroto gang Dermawan memiliki asal usul. Tanah tersebut dimiliki pertama oleh Alimah yang menjual tanah kepada Mutawali Ginting pada 12 Juli 1976, kemudian Mutawali Ginting yang juga anggota DPRD Sumut periode 2004-2009 menjual tanah 1 November 1994 kepada Karnen. Hingga saat ini Zulkarnaen masih menempati rumahnya dan tidak pernah menjual tanah itu.

Anehnya, Alm Alimah pada 2005 diketahui menjual tanah kepada Djemari, dengan bukti akta jual beli nomor : 20/2005 tanggal 15 November 2005. Adanya perubahan ini, Djemari mendaftarkan dengan nomor Daftar Isian : 208: 35255/2005 tertanggal 07/12/2005 dan daftar isian : 307: 42595/2005 tertanggal 07/12/2005. Penerbitan sertifikat ini ditandatangani Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan di tandatangani oleh Elfachri Budiman SH M Hum. Padahal, Alimah dengan bukti surat kelurahan telah meninggal pada 1987. Hal yang aneh, ketika orang yang telah meninggal 1987 bisa menjual tanahnya kepada seseorang. (*)

Tukang Jamu Laporkan Pemalsuan Sertifikat Tanah ke Polresta Medan

Seorang tukang jamu digugat Rp1 miliar oleh purnawiran TNI atas persoalan sengketa tanah. Selanjutnya, dua tahun lalu tukang jamu tersebut ditembak orang tak dikenal dan pertengahan 2011, rumahnya dilempar bom molotov. Anehnya, kasus  tersebut tak terungkap.

Kamis (24/11) malam, wartawan koran ini menemui Zulkarnaen Ginting alias Karnen (40), warga Jalan Gatot Subroto Gang Dermawan, tukang jamu itu di tempat dagangannya di Jalan Gatot Subroto, tepatnya di depan pertokoan Tomang Elok simpang Sei Sikambing. Sambil meracik jamu berkhasiat yang banyak diminum kalangan pejabat tinggi Sumut itu.

Saat wartawan koran ini datang di lokasi dagangannya, Karnen masih sibuk meracik jamu untuk seorang langganannya yang ketika itu adalah seorang PNS di Pemprovsu. Begitu melihat wartawan koran ini, Karnen langsung terkejut dan bersalaman.

“Bantu Mas, saya tak mengerti lihat aparat penegak hukum sekarang. Dua peluru sudah bersarang di badan, rumah saya dilempar bom molotov dan tempat usaha saya juga dibakar, kenapa polisi masih diam saja. Apa saya yang salah,” katanya.

Karena Karnen sudah lama mengenal wartawan koran ini, dia pun menceritakan kisah pilunya dengan meledak-ledak Karnen mengaku digugat seorang pernawirawan TNI inisial J yang merupakan tetangganya dan seorang mantan ajudan ketua OKP terkuat di Sumut. Pada 2006 lalu, kasus perdatanya ditangani Pengadilan Negeri (PN) Medan.

“Saya digugat Rp1 miliar pada 2006 lalu atas tanah rumah saya seluas 115 meter persegi, tapi karena saya banding dan naik terus ke MA. Akhirnya saya menang, orang yang mengaku menguasai tanah saya itu kalah. Sekarang saya sudah pegang sertifikat resmi yang dikeluarkan BPN Medan,” paparnya.

Kini, dia merasa heran ketika pengadilan telah memenangkannya, namun laporannya di Polresta Medan mengenai tindak pidana terkait pemalsuan sertifikat tanah, yang dilakukan J dibuktikan dengan Surat Tanda Bukti Lapor No Polisi : LP/2081/VI/2007/OPS/Tabes pada 11 Juni 2007. “Sampai sekarang tak jelas, masa kasusnya tak masuk ke pengadilan. Inikan aneh, ada apa dengan penyidik Polresta Medan, atau apa ada?” ucapnya.

Karena tidak ada kejelasan atas laporan pidanannya, pria berambut pelontos itu melaporkan penyidik Polresta Medan Aipda LJ ke Propam Poldasu dibuktikan dengan No STPL/186/XI/2011/Propam.

Berdasarkan STPL itu, penyidik tersebut dilaporkan atas pasal tidak memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-sebaiknya laporan dan atau pengaduan masyarakat sebagaimana pasal 4 huruf b PP RI No 2/2003.  “Saya hanya inginkan masalah ini tuntas, dan saya minta keadilan. Dan saya hanya cari ketenangan agar tidak diteror lagi,” bebernya.

Setelah berbicara panjang, tiba-tiba kuasa hukumnya Suhamzah Ginting SH MH tiba di tempat jualan jamu tersebut. Suhamzah menilai, apa yang dilakukan kliennya itu sudah tepat, karena tujuannya melaporkannya itu hanya merasa tak dapat keadilan dari penyidik kepolisian. Seharusnya aparat kepolisian bersiikap netral dan professional dalam menanggapi laporan warga.

“Seharusnya penyidik dalam hal ini kepolisian jangan mencari-cari alasan untuk mengaburkan tentang pemalsuan sertifikat tanah, inikan sudah jelas pidana. Sebaiknya polisi netral dalam menangani kasus ini bukan malah mencari lasan lainnya,” ujarnya.

Dia menganggap lebih baik kasus ini dilaporan di Polresta Medan 2007 lalu ditarik dan dilaporkan ulang ke Poldasu. Karena kami menganggap Poldasu lebih netral dalam menangani kasus laporan masyarakat ini.

Terpisah, Wakasat Reskrim Polresta Medan AKP Ronny Sidabutar memaparkan penanganan kasus laporan sertifikat palsu atas nama Zulkarnen sudah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Medan, tapi dinyatakan P19 sebanyak tiga kali. Alasan pihak kejaksaan, keterangan saksi tidak lengkap. “Saksi yang mengetahui persoalan ini sudah meninggal, sehingga berkas tidak bisa lengkap,” katanya.

Untuk diketahui, tanah yang dimiliki Karnen di Jalan Gatot Subroto gang Dermawan memiliki asal usul. Tanah tersebut dimiliki pertama oleh Alimah yang menjual tanah kepada Mutawali Ginting pada 12 Juli 1976, kemudian Mutawali Ginting yang juga anggota DPRD Sumut periode 2004-2009 menjual tanah 1 November 1994 kepada Karnen. Hingga saat ini Zulkarnaen masih menempati rumahnya dan tidak pernah menjual tanah itu.

Anehnya, Alm Alimah pada 2005 diketahui menjual tanah kepada Djemari, dengan bukti akta jual beli nomor : 20/2005 tanggal 15 November 2005. Adanya perubahan ini, Djemari mendaftarkan dengan nomor Daftar Isian : 208: 35255/2005 tertanggal 07/12/2005 dan daftar isian : 307: 42595/2005 tertanggal 07/12/2005. Penerbitan sertifikat ini ditandatangani Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan di tandatangani oleh Elfachri Budiman SH M Hum. Padahal, Alimah dengan bukti surat kelurahan telah meninggal pada 1987. Hal yang aneh, ketika orang yang telah meninggal 1987 bisa menjual tanahnya kepada seseorang. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/