25.6 C
Medan
Monday, May 27, 2024

Setahun, Perda RDTR Tertahan di Gubsu

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Pemerintah Kota (Pemko) Medan tampaknya tidak konsisten dengan peraturan yang telah disahkan. Pasalnya, walaupun Peraturan Daerah (Perda) Rancangan Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Medan 2014-2034 sudah disahkan DPRD Medan, namun proses perubahan peruntukan masih saja dilakukan.

Padahal, di dalam Perda yang telah disahkan DPRD Medan pada Maret 2014 lalu, perubahan peruntukan tidak dibenarkan lagi. Sementara, pada Senin (23/2) lalu, DPRD Medan baru saja menyetujui 9 perubahan peruntukan yang diajukan Pemko Medan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Medan, Zulkarnain yang dikonfirmasi menyatakan, Perda RDTR 2013-2033 bersikap elastis. Artinya, dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan.

Terlebih, pembangunan di Kota Medan bersifat lebih dinamis.

“Tidak serta-merta perubahan peruntukan tidak dibolehkan sama sekali, kalau memungkinkan kenapa tidak,” kata Zulkarnain, kemarin.

Kata Zul, saat ini Perda RDTR 2013-2033 masih dalam tahap proses evaluasi oleh Gubernur Sumatera Utara. Walaupun sudah berlangsung lebih dari satu tahun proses evaluasi, dia mengaku hal itu masih dalam tahap sebuah kewajaran.

Apalagi, produk hukum yang sedang dievaluasi itu tentang detail Kota Medan, yang terdiri dari 21 Kecamatan serta 151 Kelurahan dan 2001 lingkungan. “Baru Kota Medan yang punya Perda RDTR, kota-kota besar lain belum ada seperti itu. Jadi wajar saja waktu yang dibutuhkan lebih lama dari evaluasi Perda pada umumnya,” kata pria berkumis itu.

Ketika disinggung mengenai lambatnya proses evaluasi Perda RDTR adalah sebuah kesengajaan. Sebab, Pemko Medan ingin memproses seluruh perubahan peruntukan yang ada, Zulkarnain buru-buru menampik hal tersebut.

“Bukan persoalan mudah melakukan evaluasi itu, namanya saja sudah rancangan detail, pasti butuh ketelitian dan kehati-hatian. Dan tidak ada konflik kepentingan di dalamnya,” tukasnya.

Kasubag Perundang-Undangan Hukum Sekretariat Daerah Medan, Doni menuturkan, pihaknya sudah beberapa kali menyurati Pemprovsu mengenai belum selesainya evaluasi Perda RDTR.

“Sudah disurati, sampai saat ini belum ada jawaban. Memang di dalam Perda RDTR diatur bahwa perubahan peruntukan tidak diperbolehkan lagi, tapi selama belum dicatatkan dalam lembaran daerah, perda tersebut belum dapat dijalankan  walaupun telah disahkan oleh DPRD,” katanya di Balai Kota, Kamis (26/2).

Menanggapi lambatnya diberlakukannya Perda RDTR ini, pengamat tata ruang di Kota Medan, Bhakti Alamsyah mengatakan, memang pada kenyataannya birokrasi tata ruang di negara ini memang cukup panjang. Belum lagi aturan-autan tata ruang yang telah ditetapkan mau dilakukan perubahan juga birokrasinya cukup panjang. Kondisi inilah yang membuat masyarakat gamang untuk membangun.

“Hingga saat ini memang tidak ada cara untuk memangkas satu birokrasi masalah tata ruang, prosedur yang harus menunggu pembahasan, sosialisasi, kajian hukum dan lainnya. Saya sendiri pernah terlibat dalam pengkajian Perda RDTR di wilayah Humbahas, prosesnya memakan waktu yang begitu lama, untuk usulan kajian akademis di kantor Departemen PU saja sudah memakan waktu yang lama, belum lagi ke DPR, ke pemerintah daerahnya, ini yang memakan waktu lama,” terang Bhakti.

Panjangnya birokrasi inilah yang menjadi dilematis dan pihak investor pun gamang untuk menanamkan investasinya di daerah. “Kita bisa lihat contohnya seperti kasus Centre Point, jika Perda RDTR ini diberlakukan tentu kawasan itu tidak lagi menjadi masalah karena dalam Perda sudah berubah peruntukkannya, ini kan karena belum juga disahkan maka kawasan tersebut masih bermasalah,” jelasnya.(dik/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Pemerintah Kota (Pemko) Medan tampaknya tidak konsisten dengan peraturan yang telah disahkan. Pasalnya, walaupun Peraturan Daerah (Perda) Rancangan Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Medan 2014-2034 sudah disahkan DPRD Medan, namun proses perubahan peruntukan masih saja dilakukan.

Padahal, di dalam Perda yang telah disahkan DPRD Medan pada Maret 2014 lalu, perubahan peruntukan tidak dibenarkan lagi. Sementara, pada Senin (23/2) lalu, DPRD Medan baru saja menyetujui 9 perubahan peruntukan yang diajukan Pemko Medan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Medan, Zulkarnain yang dikonfirmasi menyatakan, Perda RDTR 2013-2033 bersikap elastis. Artinya, dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan.

Terlebih, pembangunan di Kota Medan bersifat lebih dinamis.

“Tidak serta-merta perubahan peruntukan tidak dibolehkan sama sekali, kalau memungkinkan kenapa tidak,” kata Zulkarnain, kemarin.

Kata Zul, saat ini Perda RDTR 2013-2033 masih dalam tahap proses evaluasi oleh Gubernur Sumatera Utara. Walaupun sudah berlangsung lebih dari satu tahun proses evaluasi, dia mengaku hal itu masih dalam tahap sebuah kewajaran.

Apalagi, produk hukum yang sedang dievaluasi itu tentang detail Kota Medan, yang terdiri dari 21 Kecamatan serta 151 Kelurahan dan 2001 lingkungan. “Baru Kota Medan yang punya Perda RDTR, kota-kota besar lain belum ada seperti itu. Jadi wajar saja waktu yang dibutuhkan lebih lama dari evaluasi Perda pada umumnya,” kata pria berkumis itu.

Ketika disinggung mengenai lambatnya proses evaluasi Perda RDTR adalah sebuah kesengajaan. Sebab, Pemko Medan ingin memproses seluruh perubahan peruntukan yang ada, Zulkarnain buru-buru menampik hal tersebut.

“Bukan persoalan mudah melakukan evaluasi itu, namanya saja sudah rancangan detail, pasti butuh ketelitian dan kehati-hatian. Dan tidak ada konflik kepentingan di dalamnya,” tukasnya.

Kasubag Perundang-Undangan Hukum Sekretariat Daerah Medan, Doni menuturkan, pihaknya sudah beberapa kali menyurati Pemprovsu mengenai belum selesainya evaluasi Perda RDTR.

“Sudah disurati, sampai saat ini belum ada jawaban. Memang di dalam Perda RDTR diatur bahwa perubahan peruntukan tidak diperbolehkan lagi, tapi selama belum dicatatkan dalam lembaran daerah, perda tersebut belum dapat dijalankan  walaupun telah disahkan oleh DPRD,” katanya di Balai Kota, Kamis (26/2).

Menanggapi lambatnya diberlakukannya Perda RDTR ini, pengamat tata ruang di Kota Medan, Bhakti Alamsyah mengatakan, memang pada kenyataannya birokrasi tata ruang di negara ini memang cukup panjang. Belum lagi aturan-autan tata ruang yang telah ditetapkan mau dilakukan perubahan juga birokrasinya cukup panjang. Kondisi inilah yang membuat masyarakat gamang untuk membangun.

“Hingga saat ini memang tidak ada cara untuk memangkas satu birokrasi masalah tata ruang, prosedur yang harus menunggu pembahasan, sosialisasi, kajian hukum dan lainnya. Saya sendiri pernah terlibat dalam pengkajian Perda RDTR di wilayah Humbahas, prosesnya memakan waktu yang begitu lama, untuk usulan kajian akademis di kantor Departemen PU saja sudah memakan waktu yang lama, belum lagi ke DPR, ke pemerintah daerahnya, ini yang memakan waktu lama,” terang Bhakti.

Panjangnya birokrasi inilah yang menjadi dilematis dan pihak investor pun gamang untuk menanamkan investasinya di daerah. “Kita bisa lihat contohnya seperti kasus Centre Point, jika Perda RDTR ini diberlakukan tentu kawasan itu tidak lagi menjadi masalah karena dalam Perda sudah berubah peruntukkannya, ini kan karena belum juga disahkan maka kawasan tersebut masih bermasalah,” jelasnya.(dik/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/