27.8 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Larangan Mudik, Ribuan Karyawan Transportasi Dirumahkan

PUTAR BALIK: Petugas kepolisian meminta bus Pembangunan Semesta rute Langkat-Pinangbaris, Medan, putar arah kembali ke asal, Minggu (26/4) dinihari.
PUTAR BALIK: Petugas kepolisian meminta bus Pembangunan Semesta rute Langkat-Pinangbaris, Medan, putar arah kembali ke asal, Minggu (26/4) dinihari.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ekses larangan mudik menyebabkan seluruh moda transportasi berhenti beroperasi dari dan ke kawasan zona merah Covid-19. Mulai dari bus AKDP, bus AKAP, kereta api, kapal laut, hingga penerbangan. Penutupan ini menyebabkan ribuan karyawan perusahaan yang bergerak di bidang transportasi, terpaksa dirumahkan sementara hingga pandemi Covid-19 berlalu.

“Bus AKDP kami ada ratusan armada. Semua stop beroperasi. Bus AKAP juga sangat banyak. Total, ada sekitar seribuan sopir dan kernet yang terpaksa kami rumahkan. Kalau bicara kerugian, besar sekali,” ucap Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan, Mont Gomery Munthe kepada Sumut Pos, Minggu (26/4)

Untuk mengatasi kerugian akibat larangan mudik ini, para pengusaha yang tergabung di Organda Medan terpaksa merumahkan para karyawannya. “Pengusaha merugi, sopir dan kernet sudah pasti kehilangan penghasilan secara penuh. Tak hanya itu, banyak karyawan yang harus kami rumahkan saat ini. Padahal mereka juga butuh biaya hidup, apalagi di tengah kondisi saat ini,” ujar Gomery.

Biasanya, lanjut Gomery, menjelang mudik Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru ratusan armada bus AKAP dan AKDP tidak cukup menampung banyaknya calon penumpang. “Momen mudik lah momen para sopir dan kernet serta para pegawai mendapat rezeki lebih. Kini semua kandas karena adanya larangan mudik. Padahal, kami sudah terpuruk sejak munculnya virus corona,” katanya.

Meski mengeluh rugi, Organda Medan bukan memprotes aturan larangan mudik yang menyebabkan ribuan armada bus tak bisa lagi beroperasi sejak 24 April. Hanya saja, mereka meminta adanya kompensasi dari pemerintah —baik pusat maupun daerah— untuk menjawab segala kesulitan yang dialami pihaknya.

“Saat ini armada tidak lagi beroperasi. Tak ada lagi biaya membayar angsuran kredit mobil, gaji karyawan, serta biaya operasional lainnya. Apakah kami juga harus membayar pajak kendaraan dalam kondisi merugi ini? Apakah kami juga harus membayar retribusi kartu pengawas, speksi dan lainnya? Tak ada kejelasan soal ini. Termasuk apa kompensasi untuk kami,” jelasnya.

Untuk itu, Gomery meminta, agar pemerintah berkenan meniadakan seluruh biaya tersebut selama tahun 2020. “Yang kami minta, biaya-biaya digratiskan selama tahun 2020 ini. Bukan cuma diberi keringanan berupa penundaan pembayarannya. Kami tidak mau tetap dituntut membayar semua itu setelah pandemi ini selesai. Dari mana kami mau membayarnya? Setelah Covid 19 ini saja, belum tentu kondisi kami bisa cepat bangkit,” tuturnya.

Gomery juga meminta Pemko Medan agar berkenan memberikan bantuan biaya hidup kepada seluruh karyawan perusahaan bus, termasuk kernet dan sopir yang ada di Kota Medan. Sebab mereka juga terdampak akibat Covid-19.

“Tak hanya sopir bus AKAP dan AKDP, para sopir angkot dalam kota pun ribuan yang tidak lagi bekerja. Kita harapkan ada bantuan yang mencukupi kebutuhan hidup mereka,” tandasnya.

Salahseorang pengusaha angkutan AKAP, Martuah Ambarita, mengungkapkan sejak 29 Maret angkutan mereka tidak lagi beroperasi sebagai dampak social distancing mencegah Covid-19. Namun hingga kini, bantuan dari pemerintah pusat, provinsi, bahkan Pemko Medan, sama sekali belum ada untuk karyawan transportasi.

“Bantuan untuk para sopir dan karyawan, hanya ada dari direksi. Sementara dari pemerintah sama sekali belum ada,” kata Direksi PO Sejahtera tersebut.

Martuah Ambarita yang juga mantan anggota Organda Sumut ini mengakui, sudah menerima surat pemberitahuan dari Dishub provinsi ihwal pembatasan/pelarangan operasional angkutan AKAP imbas larangan mudik. “Tapi sebelum itu, kami sudah lebih dulu berhenti operasi karena corona. Mohonlah kepada pemerintah memikirkan kelangsungan usaha kami dan kebutuhan hidup para sopir serta karyawan, karena begitu besar dampaknya,” harap dia.

DPRD Dukung Pemberian Bantuan

Menanggapi keluhan Organda, anggota Komisi IV DPRD Medan, Dedy Aksyari Nasution, meminta Pemko Medan memperhatikan nasib para pengusaha angkutan. Terutama para sopir, kernet dan para pekerja lain di dalamnya.

“Sopir dan kernet ini salahsatu profesi yang terimbas Covid-19. Tak ada larangan mudik saja, hidup mereka sudah kesulitan, apalagi adanya larangan ini. Kita meminta pemerintah juga memberikan solusi dari setiap kebijakan yang dikeluarkan,” katanya.

Dedy juga meminta Organda segera mendefinisikan keringanan apa-apa saja yang mereka butuhkan dalam situasi pandemi saat ini. “Nanti hal itu disampaikan kepada Wali Kota. DPRD akan membantu memfasilitasi. Nasib ribuan sopir di Kota Medan saat ini sangat memprihatinkan. Ada ribuan kepala keluarga yang kebingungan menafkahi keluarganya. Pemerintah harus hadir memberikan solusi,” tandasnya.

Senada dengan Dedy Aksyari Nasution, anggota Komisi D DPRD Sumut, Akbar Himawan Bukhari, mengatakan setuju dengan kebijakan pemerintah melarang mudik, agar tidak terjadi pergeseran orang dalam jumlah besar pada saat bersamaan.

“Namun pemerintah juga harus membuat kebijakan stimulus bagi pengusaha, dan bantuan sosial bagi karyawan yang terdampak Covid-19, termasuk di sektor angkutan massal,” katanya, kemarin.

Pihaknya mendorong supaya Pemprov Sumut merealokasi anggaran secara tepat sasaran untuk percepatan penanganan corona, terlebih dalam aspek sosial ekonomi masyarakat dampak pandemi ini. “Selain itu kami mengimbau agar masyarakat mengikuti anjuran pemerintah tentang physical distancing, rajin cuci tangan, serta menjaga stamina dengan meningkatkan imun tubuh melawan virus Covid-19,” katanya.

Aplikasi Pengaduan Bansos

Untuk pemerataan bantuan dari pemerintah untuk masyarakat terdampak Covid-19, anggota Komisi D DPRD Sumut, Ari Wibowo, mengusulkan agar Pemprov Sumut membuat posko pengaduan bagi masyarakat terdampak Covid-19 yang belum menerima bantuan sosial. Posko pengaduan tersebut sebaiknya melalui aplikasi smartphone, ataupun via call centre gugus tugas.

“Terkait bansos, perangkat pemerintah bisa bekerja lebih maksimal membuat posko pengaduan lewat aplikasi, sehingga lebih efektif dan efisien,” kata Ari Wibowo menjawab Sumut Pos, Minggu (26/4).

DPRD Sumut, kata dia, mendukung upaya pemerintah mempercepat penanganan Covid-19 lewat larangan mudik yang berlaku sejak 24 April hingga 1 Juni. Hanya saja, pemerintah harus bisa menjamin kebutuhan pokok makanan masyarakat yang terimbas bencana Covid-19.

Karena itu, Pemprov Sumut diharapkan dapat membangun pembagian bantuan satu pintu, sebagai jaring pengaman sosial (JPS) ekonomi masyarakat terdampak corona. “Agar semua bisa merasakan sembako dengan data akurat. Pembagian melibatkan semua unsur pemerintahan, mulai tingkat RT sampai camat,” kata politisi Gerindra.

Pembagian bansos tersebut, termasuk bagi karyawan perusahaan bus AKAP dan AKDP, di mana ribuan sopir, kernet, dan karyawannya, telah dirumahkan.

Termasuk ribuan karyawan Bandara Kualanamu yang dirumahkan sementara sebagai dampak penutupan sementara bandara. Baik karyawan bandara, karyawan perusahaan penerbangan, dan layanan angkutan darat berupa bus dan taksi online. (map/prn/btr)

PUTAR BALIK: Petugas kepolisian meminta bus Pembangunan Semesta rute Langkat-Pinangbaris, Medan, putar arah kembali ke asal, Minggu (26/4) dinihari.
PUTAR BALIK: Petugas kepolisian meminta bus Pembangunan Semesta rute Langkat-Pinangbaris, Medan, putar arah kembali ke asal, Minggu (26/4) dinihari.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ekses larangan mudik menyebabkan seluruh moda transportasi berhenti beroperasi dari dan ke kawasan zona merah Covid-19. Mulai dari bus AKDP, bus AKAP, kereta api, kapal laut, hingga penerbangan. Penutupan ini menyebabkan ribuan karyawan perusahaan yang bergerak di bidang transportasi, terpaksa dirumahkan sementara hingga pandemi Covid-19 berlalu.

“Bus AKDP kami ada ratusan armada. Semua stop beroperasi. Bus AKAP juga sangat banyak. Total, ada sekitar seribuan sopir dan kernet yang terpaksa kami rumahkan. Kalau bicara kerugian, besar sekali,” ucap Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan, Mont Gomery Munthe kepada Sumut Pos, Minggu (26/4)

Untuk mengatasi kerugian akibat larangan mudik ini, para pengusaha yang tergabung di Organda Medan terpaksa merumahkan para karyawannya. “Pengusaha merugi, sopir dan kernet sudah pasti kehilangan penghasilan secara penuh. Tak hanya itu, banyak karyawan yang harus kami rumahkan saat ini. Padahal mereka juga butuh biaya hidup, apalagi di tengah kondisi saat ini,” ujar Gomery.

Biasanya, lanjut Gomery, menjelang mudik Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru ratusan armada bus AKAP dan AKDP tidak cukup menampung banyaknya calon penumpang. “Momen mudik lah momen para sopir dan kernet serta para pegawai mendapat rezeki lebih. Kini semua kandas karena adanya larangan mudik. Padahal, kami sudah terpuruk sejak munculnya virus corona,” katanya.

Meski mengeluh rugi, Organda Medan bukan memprotes aturan larangan mudik yang menyebabkan ribuan armada bus tak bisa lagi beroperasi sejak 24 April. Hanya saja, mereka meminta adanya kompensasi dari pemerintah —baik pusat maupun daerah— untuk menjawab segala kesulitan yang dialami pihaknya.

“Saat ini armada tidak lagi beroperasi. Tak ada lagi biaya membayar angsuran kredit mobil, gaji karyawan, serta biaya operasional lainnya. Apakah kami juga harus membayar pajak kendaraan dalam kondisi merugi ini? Apakah kami juga harus membayar retribusi kartu pengawas, speksi dan lainnya? Tak ada kejelasan soal ini. Termasuk apa kompensasi untuk kami,” jelasnya.

Untuk itu, Gomery meminta, agar pemerintah berkenan meniadakan seluruh biaya tersebut selama tahun 2020. “Yang kami minta, biaya-biaya digratiskan selama tahun 2020 ini. Bukan cuma diberi keringanan berupa penundaan pembayarannya. Kami tidak mau tetap dituntut membayar semua itu setelah pandemi ini selesai. Dari mana kami mau membayarnya? Setelah Covid 19 ini saja, belum tentu kondisi kami bisa cepat bangkit,” tuturnya.

Gomery juga meminta Pemko Medan agar berkenan memberikan bantuan biaya hidup kepada seluruh karyawan perusahaan bus, termasuk kernet dan sopir yang ada di Kota Medan. Sebab mereka juga terdampak akibat Covid-19.

“Tak hanya sopir bus AKAP dan AKDP, para sopir angkot dalam kota pun ribuan yang tidak lagi bekerja. Kita harapkan ada bantuan yang mencukupi kebutuhan hidup mereka,” tandasnya.

Salahseorang pengusaha angkutan AKAP, Martuah Ambarita, mengungkapkan sejak 29 Maret angkutan mereka tidak lagi beroperasi sebagai dampak social distancing mencegah Covid-19. Namun hingga kini, bantuan dari pemerintah pusat, provinsi, bahkan Pemko Medan, sama sekali belum ada untuk karyawan transportasi.

“Bantuan untuk para sopir dan karyawan, hanya ada dari direksi. Sementara dari pemerintah sama sekali belum ada,” kata Direksi PO Sejahtera tersebut.

Martuah Ambarita yang juga mantan anggota Organda Sumut ini mengakui, sudah menerima surat pemberitahuan dari Dishub provinsi ihwal pembatasan/pelarangan operasional angkutan AKAP imbas larangan mudik. “Tapi sebelum itu, kami sudah lebih dulu berhenti operasi karena corona. Mohonlah kepada pemerintah memikirkan kelangsungan usaha kami dan kebutuhan hidup para sopir serta karyawan, karena begitu besar dampaknya,” harap dia.

DPRD Dukung Pemberian Bantuan

Menanggapi keluhan Organda, anggota Komisi IV DPRD Medan, Dedy Aksyari Nasution, meminta Pemko Medan memperhatikan nasib para pengusaha angkutan. Terutama para sopir, kernet dan para pekerja lain di dalamnya.

“Sopir dan kernet ini salahsatu profesi yang terimbas Covid-19. Tak ada larangan mudik saja, hidup mereka sudah kesulitan, apalagi adanya larangan ini. Kita meminta pemerintah juga memberikan solusi dari setiap kebijakan yang dikeluarkan,” katanya.

Dedy juga meminta Organda segera mendefinisikan keringanan apa-apa saja yang mereka butuhkan dalam situasi pandemi saat ini. “Nanti hal itu disampaikan kepada Wali Kota. DPRD akan membantu memfasilitasi. Nasib ribuan sopir di Kota Medan saat ini sangat memprihatinkan. Ada ribuan kepala keluarga yang kebingungan menafkahi keluarganya. Pemerintah harus hadir memberikan solusi,” tandasnya.

Senada dengan Dedy Aksyari Nasution, anggota Komisi D DPRD Sumut, Akbar Himawan Bukhari, mengatakan setuju dengan kebijakan pemerintah melarang mudik, agar tidak terjadi pergeseran orang dalam jumlah besar pada saat bersamaan.

“Namun pemerintah juga harus membuat kebijakan stimulus bagi pengusaha, dan bantuan sosial bagi karyawan yang terdampak Covid-19, termasuk di sektor angkutan massal,” katanya, kemarin.

Pihaknya mendorong supaya Pemprov Sumut merealokasi anggaran secara tepat sasaran untuk percepatan penanganan corona, terlebih dalam aspek sosial ekonomi masyarakat dampak pandemi ini. “Selain itu kami mengimbau agar masyarakat mengikuti anjuran pemerintah tentang physical distancing, rajin cuci tangan, serta menjaga stamina dengan meningkatkan imun tubuh melawan virus Covid-19,” katanya.

Aplikasi Pengaduan Bansos

Untuk pemerataan bantuan dari pemerintah untuk masyarakat terdampak Covid-19, anggota Komisi D DPRD Sumut, Ari Wibowo, mengusulkan agar Pemprov Sumut membuat posko pengaduan bagi masyarakat terdampak Covid-19 yang belum menerima bantuan sosial. Posko pengaduan tersebut sebaiknya melalui aplikasi smartphone, ataupun via call centre gugus tugas.

“Terkait bansos, perangkat pemerintah bisa bekerja lebih maksimal membuat posko pengaduan lewat aplikasi, sehingga lebih efektif dan efisien,” kata Ari Wibowo menjawab Sumut Pos, Minggu (26/4).

DPRD Sumut, kata dia, mendukung upaya pemerintah mempercepat penanganan Covid-19 lewat larangan mudik yang berlaku sejak 24 April hingga 1 Juni. Hanya saja, pemerintah harus bisa menjamin kebutuhan pokok makanan masyarakat yang terimbas bencana Covid-19.

Karena itu, Pemprov Sumut diharapkan dapat membangun pembagian bantuan satu pintu, sebagai jaring pengaman sosial (JPS) ekonomi masyarakat terdampak corona. “Agar semua bisa merasakan sembako dengan data akurat. Pembagian melibatkan semua unsur pemerintahan, mulai tingkat RT sampai camat,” kata politisi Gerindra.

Pembagian bansos tersebut, termasuk bagi karyawan perusahaan bus AKAP dan AKDP, di mana ribuan sopir, kernet, dan karyawannya, telah dirumahkan.

Termasuk ribuan karyawan Bandara Kualanamu yang dirumahkan sementara sebagai dampak penutupan sementara bandara. Baik karyawan bandara, karyawan perusahaan penerbangan, dan layanan angkutan darat berupa bus dan taksi online. (map/prn/btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/