30 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Harga Kedelai Tak Terkendali, Tempe Makin Tipis

MEDAN-Pelemahan nilai tukar rupiah berdampak langsung terhadap harga komoditas impor, termasuk kedelai. Produsen tahu dan tempe pun mengeluhkan makin tingginya harga komoditas yang mayoritas kebutuhannya masih dipasok dari impor tersebut. Untuk menaikan harga jual tidak mungkin, produsen pun terpaksa mengurangi berat tempa. Tak pelak, tempepun makin tipis.

TEMPE: Pekerja melakukan pengolahan pembuatan tempe  produksi rumahan Jalan Beo Kecamatan Medan Sunggal, Senin (26/8). //AMINOER RASYID/SUMUT POS
TEMPE: Pekerja melakukan pengolahan pembuatan tempe di produksi rumahan Jalan Beo Kecamatan Medan Sunggal, Senin (26/8). //AMINOER RASYID/SUMUT POS

“Tak mungkin menaikkan harga, pelanggan pasti komplain,” ujar Zainal Abidin, perajin tempe jalan Ampera Medan, kemarin.

Untuk menyiasati Zainal mengurangi berat pada tempenya, namun dijual dengan harga yang sama. Saat ini, Ia memiliki tiga karyawan dan memproduksi 100 kilogram kacang kedelai untuk pembuatan tempe setiap harinya. Ia telah melakoni usaha pembuatan tempe sejak 13 tahun lalu.

“Proses pembuatan tempe memakan waktu hingga dua hari dua malam. Harga dinaikkan gak mungkin. Ya kita siasatilah. Seperti tempe yang harganya Rp1.600 kita jual tetap Rp1.600 namun beratnya kita kurangi,” tuturnya.

Ia mengungkapkan, sebelum kenaikan harga kedelai, dengan modal Rp 10 juta ia sudah bisa membeli satu ton kedelai, namun sekarang sudah tidak bisa lagi. “Saya ambil kedelai di pasar Sukaramai. Kedelai impor untuk pembuatan tempe sedangkan untuk pembuatan tahu lebih bagus menggunakan kedelai lokal,” terangnya.

Ia menjual tempe dengan mulai harga Rp1.000 hingga Rp4.000. Tergantung besar kecilnya tempe. Kalau dia menjual ke pedagang pasar dengan harga Rp750 untuk tempe ukuran paling kecil, harga jual kembali oleh pedagang Rp1.000 per buah.

Dari Jakarta, keresahan soal kedelai makin memanas. Jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan stabilisasi harga, produsen mengancam akan melakukan aksi mogok nasional pada 10 September.

Ketua II Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Sutaryo mengungkapkan, tingginya harga kedelai memang sudah terjadi dua bulan lalu dengan rentang Rp7.200-7.500 per kg. Namun, setelah pelemahan rupiah, harga kedelai melesat menjadi Rp9.000 per kg atau naik 17 persen. Sementara itu, harga di tingkat importer mencapai Rp8.600 per kg.

“Harga itu sangat memberatkan bagi kami dan konsumen. Jika kami naikkan harga, pasti konsumen yang sebagian besar masyarakat kelas menengah bawah akan komplain,” terangnya.

Sutaryo mengungkapkan, saat ini banyak produsen yang menekan biaya produksi dengan memperkecil ukuran tahu dan tempe. Namun, dia khawatir jika harga kedelai terus naik, cara itu tidak lagi akan efektif. Karena itu, menurut dia, tidak ada pilihan lain kecuali ada campur tangan pemerintah untuk menstabilkan harga.

Selain pelemahan rupiah, lanjut dia, stok kedelai nasional sedang menipis. Sebab, banyak importer kecil yang tidak mau melempar stoknya ke pasar. Untuk menangani importer nakal itu, lanjut dia, perlu intervensi pemerintah. Dia juga mengkritisi beleid harga patokan jual dan beli yang telah diteken pada Mei lalu. Dia mengatakan, manfaat aturan tersebut masih belum bisa dirasakan.

Sebelumnya Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menjelaskan, harga patokan penjualan memang susah dikendalikan. Dia mengungkapkan bahwa saat ini harga penjualan mengalami banyak tekanan. Tekana pertama adalah pelemahan kurs rupiah. Yang kedua adalah harga kedelai dunia yang memang sedang naik. “Jadi, tekanan yang kita hadapi saat ini berlipat,” terangnya. Bayu menjelaskan, saat menetapkan harga patokan penjualan, kurs rupiah terhadap USD masih Rp 9.900. Padahal, saat ini kurs sudah menembus Rp 11.000 per USD.

Saat ini pihaknya terus berkoordinasi dengan importer dan produsen kedelai untuk menangani lonjakan harga kedelai. Sesuai dengan patokan yang telah ditetapkan, dia ingin menjaga harga kedelai di level Rp 7.450 per kg.

Khusus dalam hal pengawasan implementasi patokan harga kedelai, pihaknya bakal meningkatkan titik yang diawasi. Saat ini baru sekitar 109 titik yang bisa dikontrol Kementerian Perdagangan. Titik tersebut merupakan sentra kedelai anggota Gakoptindo. Sedangkan sentra non Gakoptindo masih belum diawasi. (mag-9/uma/c10/sof/jpnn)

MEDAN-Pelemahan nilai tukar rupiah berdampak langsung terhadap harga komoditas impor, termasuk kedelai. Produsen tahu dan tempe pun mengeluhkan makin tingginya harga komoditas yang mayoritas kebutuhannya masih dipasok dari impor tersebut. Untuk menaikan harga jual tidak mungkin, produsen pun terpaksa mengurangi berat tempa. Tak pelak, tempepun makin tipis.

TEMPE: Pekerja melakukan pengolahan pembuatan tempe  produksi rumahan Jalan Beo Kecamatan Medan Sunggal, Senin (26/8). //AMINOER RASYID/SUMUT POS
TEMPE: Pekerja melakukan pengolahan pembuatan tempe di produksi rumahan Jalan Beo Kecamatan Medan Sunggal, Senin (26/8). //AMINOER RASYID/SUMUT POS

“Tak mungkin menaikkan harga, pelanggan pasti komplain,” ujar Zainal Abidin, perajin tempe jalan Ampera Medan, kemarin.

Untuk menyiasati Zainal mengurangi berat pada tempenya, namun dijual dengan harga yang sama. Saat ini, Ia memiliki tiga karyawan dan memproduksi 100 kilogram kacang kedelai untuk pembuatan tempe setiap harinya. Ia telah melakoni usaha pembuatan tempe sejak 13 tahun lalu.

“Proses pembuatan tempe memakan waktu hingga dua hari dua malam. Harga dinaikkan gak mungkin. Ya kita siasatilah. Seperti tempe yang harganya Rp1.600 kita jual tetap Rp1.600 namun beratnya kita kurangi,” tuturnya.

Ia mengungkapkan, sebelum kenaikan harga kedelai, dengan modal Rp 10 juta ia sudah bisa membeli satu ton kedelai, namun sekarang sudah tidak bisa lagi. “Saya ambil kedelai di pasar Sukaramai. Kedelai impor untuk pembuatan tempe sedangkan untuk pembuatan tahu lebih bagus menggunakan kedelai lokal,” terangnya.

Ia menjual tempe dengan mulai harga Rp1.000 hingga Rp4.000. Tergantung besar kecilnya tempe. Kalau dia menjual ke pedagang pasar dengan harga Rp750 untuk tempe ukuran paling kecil, harga jual kembali oleh pedagang Rp1.000 per buah.

Dari Jakarta, keresahan soal kedelai makin memanas. Jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan stabilisasi harga, produsen mengancam akan melakukan aksi mogok nasional pada 10 September.

Ketua II Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Sutaryo mengungkapkan, tingginya harga kedelai memang sudah terjadi dua bulan lalu dengan rentang Rp7.200-7.500 per kg. Namun, setelah pelemahan rupiah, harga kedelai melesat menjadi Rp9.000 per kg atau naik 17 persen. Sementara itu, harga di tingkat importer mencapai Rp8.600 per kg.

“Harga itu sangat memberatkan bagi kami dan konsumen. Jika kami naikkan harga, pasti konsumen yang sebagian besar masyarakat kelas menengah bawah akan komplain,” terangnya.

Sutaryo mengungkapkan, saat ini banyak produsen yang menekan biaya produksi dengan memperkecil ukuran tahu dan tempe. Namun, dia khawatir jika harga kedelai terus naik, cara itu tidak lagi akan efektif. Karena itu, menurut dia, tidak ada pilihan lain kecuali ada campur tangan pemerintah untuk menstabilkan harga.

Selain pelemahan rupiah, lanjut dia, stok kedelai nasional sedang menipis. Sebab, banyak importer kecil yang tidak mau melempar stoknya ke pasar. Untuk menangani importer nakal itu, lanjut dia, perlu intervensi pemerintah. Dia juga mengkritisi beleid harga patokan jual dan beli yang telah diteken pada Mei lalu. Dia mengatakan, manfaat aturan tersebut masih belum bisa dirasakan.

Sebelumnya Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menjelaskan, harga patokan penjualan memang susah dikendalikan. Dia mengungkapkan bahwa saat ini harga penjualan mengalami banyak tekanan. Tekana pertama adalah pelemahan kurs rupiah. Yang kedua adalah harga kedelai dunia yang memang sedang naik. “Jadi, tekanan yang kita hadapi saat ini berlipat,” terangnya. Bayu menjelaskan, saat menetapkan harga patokan penjualan, kurs rupiah terhadap USD masih Rp 9.900. Padahal, saat ini kurs sudah menembus Rp 11.000 per USD.

Saat ini pihaknya terus berkoordinasi dengan importer dan produsen kedelai untuk menangani lonjakan harga kedelai. Sesuai dengan patokan yang telah ditetapkan, dia ingin menjaga harga kedelai di level Rp 7.450 per kg.

Khusus dalam hal pengawasan implementasi patokan harga kedelai, pihaknya bakal meningkatkan titik yang diawasi. Saat ini baru sekitar 109 titik yang bisa dikontrol Kementerian Perdagangan. Titik tersebut merupakan sentra kedelai anggota Gakoptindo. Sedangkan sentra non Gakoptindo masih belum diawasi. (mag-9/uma/c10/sof/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/